Mohon tunggu...
Adi Putra Progresif
Adi Putra Progresif Mohon Tunggu... -

Penggiat Demokrasi Rakyat di Desa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Air Mata Risma

24 Februari 2014   08:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sensasi ala Wali Kota Surabaya, Rismaharini menguasai Pemberitaan Lokal dan Nasional beberapa minggu belakangan. Bahkan salah satu Media Nasional menjadikan Berita Walikota Risma sebagai trending-topic beritanya selama seminggu. Benarkah Risma sedang di-goyang? atau Malah Risma sendiri yang bergoyang?atau Jangan-Jangan Goyangan Risma ini justru Goyangan yang Dimaksudkan Menyenggol Megawati dan PDIP-nya.

Politik Air Mata memang terbukti ampuh menarik simpati dan dukungan. Ini dikarenakan oleh tipikal psikososial Masyarakat kita yang melankolis dan gampang iba. Lebih-lebih ketika yang menangis seorang Perempuan, maka air matanya akan menghapus pembahasan soal salah dan benar.

Bukti efektifitas Politi Air Mata ini sudah menjadi pemahaman umum. tak tanggung-tanggung, bahkan Penguasa tertinggi di Republik ini 'terbukti' sukses dengan Politik Air Mata yang dimainkannya. Bukan tanpa pertimbangan seorang Penguasa Tertinggi menangis didepan publik. Jika bukan karna efektifitas Politik Air Mata, seorang Jenderal Purnawiran tidak akan sampai meneteskan Air Mata saat disaksiakan jutaan pasang mata.

Subtansi Air Mata Risma

Melihat tetes air mata dan sedu sedan Ibu Risma ditelevisi, seharusnya pertanyaan yang harus segera dikumpulkan, Kenapa Bu Risma harus menangis? Apakah karena Ia tidak diiajak berbicara mengenai pemilihan Wakilnya atau karena Ia terus digoyang oleh Parlemen Kota Surabaya? atau memang benarkan bahwa belakangan ia terus-terusan dirongrong oleh kawan dan lawan politiknya?

Jika pertanyaan-pertanyaan ini  berbuah jawaban 'benar', sebagai seorang Pemimpin Politik dan Pemerintahan, sangat cengeng dan berlebihan. Karena hampir semua Pejabat Publik dari Tingkat Desa (bahkan RT/RW) hingga Presiden tentu akan menghadapi hal semacam ini. Kenapa harus Mengangis Risma? Membayangkan Saja jika Risma harus menjalani posisi Megawati sebelum reformasi, mungkin Bu Risma sudah Masuk Rumah Sakit Jiwa (syukur-syukur tidak bunuh diri).

Melihat Air Mata Risma dalam pemahaman semacam ini tentu tidak memiliki subtansi. Dorongan emosional yang berlebihan justru menampilkan bahwa Bu Risma belum sepenuhnya memiliki cukup syarat untuk memimpin Masyarakat, lebih-lebih Masyarakat Surabaya yang terkenal keras dan tangguh dalam menjalani hidup.

Harus diapresiasi bahwa selama memimpin Surabaya, banyak prestasi dan kesuksesan yang telah ditorehkan Risma. dibawah kepemimpinannya, Surabaya sedikit demi sedikit berubah dan menunjukkan perubahan. Namun seharusnya keberhasilan  itu tidak sekedar keberhasilan yang bersifat fisik, namun lebih diharapan keberhasilan pembanguan psikis, termasuk menjadikan Masyarakat Kota Surabaya sebagai Masyarakat yang kokoh dan tangguh, melalui Keteladanan dan Contoh yang diberikan sang Walikota.

Mencurigai Efek Air Mata Risma

Ketika media memberitakan pernyatan yang terkesan membela dari seorang Politisi Golkar bahkan Presiden SBY, seharusnya publik mulai menggeser perhatian terhadap Bu Risma. Dari yang awalnya penuh 'iba', sedikit beralih mengkritisi. Perhatian yang ditunjukkan oleh Priyo Budi Santoso (PBS) yang berjanji akan mendesak Menteri Dalam Negeri untuk mengevaluasi Pemilihan Wisnu Sakti Buana (WSB), serta Telepon dari Presiden SBY yang meminta Bu Risma untuk terus menjabat sebagai Walikota, tentu tidak dapat dilihat setakat perhatian biasa.

Karena Efek dari pembelaan-pembelaan itu secara langsung telah menyingkirkan Megawati dan PDIP-nya dalam hal merebut 'simpati' publik. Karena Air Mata Risma, Megawati dan PDIP gagal memanen berkah dari kinerja sang Walikota. Terlebih pemberitaan dimedia begitu membesar-besarkan mengenai sikap PDIP Kota Surabaya yang justru menjadi lawan dari Risma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun