"Duduak samo randah, tagak samo ditinggi"
Dalam pepatah ini mengajarkan bahwa setiap orang memiliki latar belakang, status sosial, dan peran yang berbeda-beda dalam masyarakat akan tetapi pada hakikatnya semua orang memiliki derajat yang sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Pepatahan ini sudah menjelaskan bahwa Minangkabau menganut sistem Egaliter atau kesetaraan. Sehingga dengan adanya egaliter ini, tidak boleh ada yang namanya diskriminasi, Tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan status sosial, ekonomi, atau gender.
"Aia samo basah, aia samo tirih"
Selanjutnya pepatah di atas menjelaskan bahwa semua orang harus membantu dan bekerja sama, tanpa memandang perbedaan. Tidak ada yang namanya perbedaan dalam ranah Minangkabau. Sikap kepedulian jelas terlihat entah itu ketika sedang melakukan gotong royong, baralek (pesta pernikahan), akikah, ataupun saling membantu jika ada salah satu warga yang meninggal dunia dan masih banyak lagi.
"Anak pisang, anak pinang, sama tinggi ditanam urang"Â
Pepatah memiliki arti bahwa semua orang memiliki kesempatan yang dalam mencapai sebuah kesuksesan, tanpa memandang latar belakang mereka. Dijelaskan bahwa semua orng memiliki kesempatan dalam meraih apa yang di inginkan. Latar belakang ataupun lingkungan sekalipun tidak akan dapet menghentikan apa yang sudah di garisi. Tidak ada yang boleh menganggu gugat hal tersebut karena itu adalah hak mereka.
"Bagalombang dari situjuah, balai dari bagalombang."
Pepatah diatas memiliki arti yaitu setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dari pepatah tersebut kita dapat menyimpulkan untuk tidak memandang rendah siapapun. Sebagai pengingat untuk masyarakat yang lebih baik lagi.
"Pado Pacah di Muluik, Bia Pacah di Paruik"
Dari pepatah di atas dapat di artikan bahwasanya ada tak semua perkataan harus di ucapkan, ada tempatnya dan ada saatnya. Pepatah ini mengingatkan untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara baik dampak buruk tanpa mengurangi daya pikir kritis.
Egaliter hadir di Minangkabau dikarenakan kentalnya ajaran agama Islam dan yang seperti kita tahu bahwa Islam mengajarkan kita yang namanya kesetaraan antar sesama umat ciptaannya. Selain kentalnya pengaruh agama Islam dalam Minangkabau, keberadaan Egaliter di tengah-tengah masyarakat juga dikarenakan adanya sistem Kekerabatan Matrilineal. Yang mana dalam Sistem ini dijelaskan bahwa garis keturunan berasal dari Ibu ke anak anaknya, lalu yang dapat meneruskannya adalah anak perempuan sementara anak laki-laki tidak dapat meneruskannya akan tetapi mereka yang akan menjaga harta tersebut. Namun jika sang Ibu memiliki gelar Bundo Kanduang, ada kemungkinan sang anak laki-laki bisa diangkat menjadi Penghulu atau yang di kenal sebagai pemimpin dari sebuah suku yang ada di Minangkabau. Berkat adanya egaliter, tidak ada yang namanya sistem kasta.