Mohon tunggu...
Andi Liza Patminasari
Andi Liza Patminasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Independent blog writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

When Culture Meet the Shore

30 September 2012   10:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:27 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13489996491889355791


Artikel yang sudah dimuat di SPICE Magazine edisi april 2011.. Let me tell you a story about Narbonne, C’est une petite ville au sud de la France. (inedit version)
Perjalanan saya ke Prancis adalah sebuah keajaiban. Mungkin itu kalimat pertama yang selalu saya pegang semenjak saya sampai di tanah kelahiran Napoleon ini. Berangkat dari keluarga sederhana dengan penghasilan orang tua yang hanya seorang pegawai negeri sipil biasa namun bercita-cita tinggi untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya, hanyalah sebuah impian yang tidak pernah terbayangkan untuk bisa bersekolah di Negara yang terkenal dengan Menara Eiffel-nya. Berbeda dengan sebagian besar teman-teman saya di PPI Prancis (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Prancis) lainnya, yang mungkin memulai awal perjalanannya di Prancis langsung sebagai mahasiswa di Prancis.
Cerita saya ini mungkin bisa mewakili pelajar-pelajar lain yang mengikuti jalan yang sama dengan saya untuk sampai ke Prancis. I was an au pair girl. Apa itu au pair girl? Kata itu mungkin masih sedikit awam bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, au pair dapat dikatakan sebagai asisten domestik yang berasal dari Negara asing yang bekerja untuk sebuah keluarga di Negara tertentu dimana dia tinggal seperti bagian dari keluarga tersebut. Au pair itu sendiri berasal dari kata “on a par” yang berarti “sama dengan”, yang menunjuk pada hubungan ini menjadi satu dengan sesama lainnya. “The au pair is intended to become a member of family”. Actually, au pair girl disini bertugas menjaga anak-anak (childcare) dan mengerjakan beberapa pekerjaan rumah (housework), dan menerima uang saku yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Walaupun sebagian besar waktu digunakan untuk bekerja, namun au pair girl disini diwajibkan untuk mengikuti sekolah bahasa setempat sebagai bentuk pertukaran budaya dan pengenalan bahasa setempat. Itulah yang menjadi tujuan utama mengapa pemerintah Prancis memberikan visa pelajar kepada au pair girl, dan bukan visa pekerja. Mengapa sebagian besar Negara-negara maju seperti di Eropa, Amerika dan Inggris lebih memilih au pair girl? Berdasarkan pengetahuan saya, sebagian besar keluarga di Prancis lebih memilih seorang au pair girl untuk berada di tengah keluarganya adalah untuk meminimalisasi pengeluaran keluarga disisi lain juga dapat mengenalkan budaya asing ditengah keluarganya. Mengapa mereka tidak memilih femme de ménage atau baby sitter? Itulah perbedaan yang sangat signifikan antara Indonesia dengan Prancis. Disini, biaya untuk mempekerjakan seorang baby sitter atau femme de ménage sangatlah tinggi. Minimal tarif bekerja mereka harus minimum standar SMIC (Salaire minimum interprofessionnel de croissance) berdasarkan data statistik Prancis, gaji minimum per jam di Prancis serendah-rendahnya adalah 9€ atau jika dihitung perbulan sebesar 1.365 €. Itulah yang menjadi salah satu alasan sebagian besar keluarga di Prancis lebih memilih au pair girl, karena selain bisa menghemat pengeluaran keluarga disisi lain bisa sekalian berwisata cerita budaya dan bahasa.
Saya pun sampai di sebuah keluarga Prancis di sebuah kota kecil di selatan Prancis, Narbonne, yang masuk ke dalam departemen Languedoc Rousillon. Kota yang sangat jauh dari keramaian. Anak muda disana menyebutnya kota ini adalah “une ville pour les retraites” a.k.a kota untuk para pensiunan. Walaupun demikian, Narbonne mempunyai arti sendiri bagi saya, yakni kota dengan sejuta keramahan, yang membuat saya ingin selalu kembali lagi kesana. Kota dengan luas 172.96 km2 dan populasi yang berdasarkan data statistik pada tahun 2008 sebanyak 52,252 penduduk ini sangat bersahabat dengan angin. Mengapa begitu? Karena kota ini berbatasan langsung dengan la Mer de Méditerranée (Laut Mediterania). Sebuah kenangan unik bersama angin yang akan selalu membuat saya tertawa. Beberapa hari sesampainya disana, saya bermaksud berkeliling lingkungan tempat saya tinggal, Montredon-des-Corbières, sekitar 5 menit dari kota Narbonne, saat itu musim dingin di awal bulan Februari, angin yang bertiup sangat kencang, mungkin saat itu sekitar 80km/jam, saya yang keluar dengan berjalan kaki pun dengan mudahnya tertiup angin. Suatu kenangan yang membuat tertawa tetapi miris, bukan karena badan saya yang sangat kecil, tapi memang ketika angin bertiup sekencang itu, saya benar-benar tidak menyarankan teman-teman untuk keluar rumah dengan berjalan kaki, karena sedikit berbahaya. Semenjak saat itu saya lebih memilih melihat les 14 éoliennes (14 kincir angin) yang terlihat jelas berjejer dengan rapi dari jendela kamar saya. Ketika putarannya kencang berarti saya harus berfikir 2 kali untuk keluar rumah dengan berjalan kaki.
Saya yang datang kesini dengan hanya bermodalkan « bonjour » (selamat pagi) dan “excusez-moi” (excuse me), belajar bahasa prancis dan mengenal budayanya dengan kota ini. Itulah sebuah nilai positif yang saya dapatkan dengan berangkat sebagai seorang au pair girl. Saya adalah seorang Indonesia satu-satunya yang tinggal disana, sampai akhirnya setelah 3 bulan saya bertemu satu-satunya keluarga Franco-Indonesia yang sudah tinggal di Narbonne berpuluh tahun lamanya. Saya diwajibkan berbahasa Prancis setiap hari karena bahasa itu yang bisa saya gunakan untuk berkomunikasi dengan host family dan lingkungan sekitar. Jangan salah walaupun Prancis sangat dekat dengan Inggris, namun sebagian besar penduduknya banyak yang tidak bisa berbahasa Inggris, beruntunglah kita sebagai orang Indonesia yang selangkah lebih maju dalam persoalan berbahasa Inggris.
Saya benar-benar belajar dari kota ini. Kota kecil dengan sejuta keramahan. Berawal dari mengerjakan pekerjaan sehari-hari yaitu berbelanja kebutuhan rumah tangga. Salah satu pelajaran yang paling menarik, jika di sekolah bahasa kita akan mendapatkan kesulitan untuk menghapal semua kata-kata produk rumah tangga atau nama-nama sayuran,buah-buahan ataupun jenis-jenis daging. Tugas berbelanja ini merupakan pelajaran pertama yang paling menantang. Smart shopping itulah kesan pertama saya terhadap sistem supermarket di Prancis, dengan diberi bekal kartu belanja , dan alat scan produk, kita akan diberi kemudahan dalam pembayaran dan pengontrolan jumlah belanja kita. Selanjutnya, berbekal daftar belanja berbahasa Prancis, saya ditantang untuk menemukan produk-produk yang tidak saya ketahui terjemahannya. Sesekali saya bertanya oleh pegawai setempat untuk memudahkan saya menemukan beberapa produk, selain dapat berinteraksi dengan orang lain, di sisi lain ada kepuasan tersendiri ketika saya berhasil menemukan produk tertentu dan mengetahui terjemahannya. Pelajaran positif yang saya ambil disini adalah kekayaan saya akan vocabulary produk-produk Prancis, suatu permulaan yang baik bukan?
Tempat tinggal saya yang terletak di pinggir kota

cathédrale saint just & saint pasteur

Narbonne, dimana bus kota yang dapat diakses hanya ada 4 kali trajet dalam sehari, membuat saya harus selalu diantar dengan mobil untuk beraktivitas sehari-hari. Namun, sebelum saya berangkat ke Prancis, sebuah SIM Internasional sudah saya persiapkan, memudahkan saya untuk bermobilisasi dengan mobil pribadi keluarga tempat saya tinggal. Dengan bermodalkan kursus mobil beberapa hari sebagai penyesuaian stir mobil disebah kiri dan pelajaran peraturan-peraturan lalu lintas di Prancis, saya mendapat pelajaran baru. Di sekolah mengemudi ini saya belajar bahasa “berlalu-lintas”, disini saya menjadi tahu istilah-istilah yang mungkin tidak akan pernah saya tahu jika saya tidak berangkat sebagai au pair girl. Istilah clignotan (lampu sen) atau priorité à droit (prioritas untuk pengendara dari sebelah kanan), dan juga prioritas ketika kita berada di bundaran serta tata cara mengemudi yang benar di Prancis. Yang paling terpenting disini adalah saya jadi bisa berkeliling kota dan menghapal jalur-jalur yang tidak umum saya lewati. Di Prancis, untuk mendapatkan surat izin mengemudi tidaklah mudah, kita harus melalui berbagai macam test yang diadakan oleh sekolah mengemudi, selain mahal harganya, sangat sulit untuk melalui test-test mengemudi tersebut. Satu lagi beruntungnya saya tinggal di Indonesia dengan tingkat kemacetan tinggi dimana membuat saya sangat ahli untuk menyetir di Prancis. Bagaimana caranya mengisi bensin? Hmm.. pertanyaan yang sederhana tapi menarik. Bersyukurlah bagi yang tinggal di Indonesia, senyum hangat ramah tamah oleh petugas pom bensin adalah sambutan pertama ketika kita memasukinya, terkadang hanya dengan membuka kaca mobil dan duduk manis, mobil kita sudah terisi bensin dengan mudahnya. Di Negara-negara yang sudah saya kunjungi seperi Prancis, Spanyol dan Andora, hal tersebut mungkin hanya angan-angan. Semua pom bensin disini manual, alias si pemilik mobil haruslah mandiri. Biasanya ada dua jenis pom bensin, yang pertama adalah pom bensin yang terletak di hypermarket, biasanya disini kita membayar di kasir yang terletak di pintu keluar setelah mengisi bensin, dan jangan lupa untuk memperhatikan jumlah euros yang tertera di mesin untuk disampaikan pada petugas kasir, karena terkadang ketika mobil dibelakang kita mengisi bensin datanya otomatis terhapus. Oleh karena itu biasanya, orang-orang akan mulai mengangkat selang pengisi bensin setelah orang sebelumnya membayar di kasir. Jenis pom bensin yang kedua biasanya terletak dijalur-jalur antar kota atau di jalan tol. Inilah pentingnya mempunyai carte bancaire (kartu bank), karena disini kita tidak bisa membayar dengan uang tunai. Masukkan jumlah liter bensin atau jumlah uang yang akan dibayarkan ke mesin pom bensin (seperti di Indonesia) selanjutnya ikuti perintah untuk melakukan pembayaran dengan kartu bank tersebut. Jangan takut tangan teman-teman bau bensin, karena disana disediakan sarung tangan plastik untuk melindungi tangan kita dari tumpahan bensin. Pelajaran selanjutnya adalah jalan tol, sekali lagi beruntunglah yang tinggal di Indonesia, senyum ramah adalah hal pertama ketika kita masuk ke gerbang tol. Di Prancis, semuanya serba otomatis, bagi yang berlangganan, mereka akan diberikan semacam kotak penangkap sensor gerbang tol untuk terbuka dengan sendirinya. Bagi yang tidak, jangan khawatir, sekali lagi peran kartu bank dimainkan.
La Cuisine Français. Siapa bilang masakan Prancis itu sulit? Buat saya masakan Indonesia lebih sulit dan complicated dengan bumbu-bumbu dan rempah-rempah serta waktu yang lama untuk memasaknya. Pelajaran selanjutnya dalam bahasa Prancis kali ini adalah masakan Prancis. Kali ini saya ditantang untuk membuat masakan Prancis, pertama-tama mereka menuliskan saya nama menu di kertas, kemudian saya membuatnya. Grace à l’internet (terimakasih pada internet), saya diberi kemudahan untuk mencari gambar dan berbagai resep masakan Prancis. Voila, masakan Prancis dengan sentuhan tangan Indonesia memang tiada tandingannya. Tangan Indonesia yang biasa bermain dengan bumbu membuat masakan Prancis menjadi kaya akan rasa. Beberapa masakan Prancis yang pernah saya buat adalah masakan khas musim dingin : Blanquette de Boeuf (semacam sup daging dengan tambahan crème fraise dan sayuran segar), makanan khas musim panas salade de riz (campuran nasi dingin, jagung, selada, tomat segar, olive, dan saus balsamic) sangat cocok dimakan dibawah teriknya matahari. Pelajaran yang saya ambil disini adalah saya dituntut untuk mengetahui istilah-istilah memasak sekaligus mempraktikannya. Apakah teman-teman tahu bahwa selama ini sup-sup ala Prancis yang dijual dibeberapa café di Indonesia seperti cream soup dengan jamur dan ayam, ternyata kenyataannya bukanlah sup ala Prancis, bagi mereka itu adalah saos pendamping steak. Yang dinamakan sup disini adalah campuran sayur-sayuran yang direbus di air kaldu sampai matang lalu diblender sampai benar-benar halus.
Bekerja di sebuah toko meuble. Selain sebagai au pair girl, saya pun bekerja di toko meuble keluarga Prancis tempat saya tinggal. Saat musim panas adalah puncak-puncaknya pengunjung, dimana permintaan meuble du jardin (meuble taman) sedang meningkat. Saya pun membantu proses pemaketan di depot meuble tersebut. Pelajaran yang saya dapat disini adalah bagaimana kita membungkus perabotan itu hingga siap dikirim melalui jasa pengantar atau manual melalui kantor pos. Dan ini bukan pekerjaan yang mudah, disini saya diajarkan bagaimana membaca suatu bon pemesanan dengan kode-kode barang berupa angka. Mengapa tidak mudah ? Pertama, depot yang begitu besar, dengan barang-barang yang masih dikardus dan terletak di tingkat, membuat saya harus memanjat hanya untuk melihat kode barang tersebut, disini kehati-hatian kita diuji karena salah satu angka saja barang tersebut sudah berbeda. Kedua, setelah menemukan barang, barang tersebut kita kumpulkan untuk siap dibungkus. Suatu kenikmatan jika dalam satu bon pemesanan hanya ada satu jenis produk, namun suatu kerja rodi ketika dalam satu bon pemesanan ada minimal 5 barang yang berbeda. Ketiga, membungkus paket, walaupun barang-barang tersebut sudah dibungkus kardus, namun agar membuatnya tidak tercecer dan mudah dikirim, kami harus melapisnya dengan plastik film dan setelah itu diberi perekat disekelilingnya. Yang terakhir dan yang terpenting adalah jangan lupa memberi nama pemesan sebelum ditempel stiker pos, karena jika tidak semua paket akan terlihat sama dan bisa mengakibatkan kesalahan fatal dalam pengiriman nantinya. Untuk pemesanan dalam kota biasanya kita antarkan pesanan itu langsung ke tempat tujuan, dan hal yang paling menantang disini adalah saya mengemudikan mini bus dan juga mencari alamat si pemesan. Pembelajarannya adalah hidup itu keras teman, jadilah orang yang kuat !
Kembali lagi ke Narbonne, kota yang tenang dan menyenangkan untuk mereka yang menyukai laut, pantai, rawa-rawa, kanal, itulah Narbonne. Narbonne terletak dekat dengan Canal du Midi (kanal tengah hari) yang berhubungan dengan Aude Rivier (sungai Aude), dimana dihubungkan dengan Canal de la Robine (kanal Robine) yang membelah pusat kota Narbonne. Dimana saat musim panas kita bisa menikmati berlayar dengan kapal pariwisata sepanjang kanal atau hanya sekedar menghabiskan sore menikmati suara air di bawah pohon rindang sepanjang kanal ini.
Narbonne terletak di Via Domitia, sebuah Romaine Road yang pertama kali di bangun di Gallia, daerah Eropa barat pada zaman besi atau iron age dan Roman era, yang menghubungkan Italy dan Spanyol. Sisa peninggalan via domitia ini masih dapat ditemukan di pusat kota tepat di depan kantor walikota Narbonne (la mairie de Narbonne). Tepat di belakang kantor walikota terdapat La Catedrale Saint-Just et Saint-Pasteur, salah satu katedral dengan menara tertinggi di Prancis, uniknya sampai saat ini pembangunan katedral ini belum diselesaikan dan masih dijaga keasliannya. Ketika masuk kedalamnya, teman-teman bisa melihat sebuah organ raksasa yang pipa-pipa musiknya menjulang tinggi hampir menyentuh langit-langit katedral. Cahaya-vahaya matahari yang masuk melalui kaca-kaca patri membuat katedral ini begitu megah dan indah. Selain situs-situs budaya tersebut diatas, masih banyak lagi situs-situs medieval lainnya seperti l’église Notre-dame de Lamourguier (gereja Notre-dame de Lamourguier), La Musée Lapidaire (Museum Lapidaire), Basilique Saint-Paul de Narbonne, L’abbaye de Fontfroide yang terletak tidak jauh dari Narbonne.
Les Halles, yang dibangun pada 1 Januari 1901, arsitektur bergaya Baltard ini sekarang dijadikan pasar tradisional yang menjual produk-produk segar di Narbonne. Walaupun namanya pasar tradisional, namun harga-harga produk yang dijual lebih mahal dibandingkan hypermarket yang ada, mungkin karena yang dijual disini adalah produk-produk regional yang berkualitas tinggi. Disini kita bisa menemukan stand keju, wine, ikan segar dari laut Mediterania, dan masih banyak lagi.
Laut, pelabuhan dan pantai, Narbonne adalah surganya. Beberapa pantai yang bisa diakses dari Narbonne adalah la plage de Narbonne (pantai Narbonne),tempat dimana teman-teman bisa berjemur sepanjang musim panas, la plage Saint-Pierre de la Mer, tempat dimana teman-teman bisa menikmati banyak night club yang buka sepanjang malam hingga pagi hari atau restoran-restoran seafood yang enak. Les Cabanes de Fleury, ingin menikmati pantai yang sepi dan lebih privat, disini tempatnya. Port la Nautique, sebuah pelabuhan kecil dimana teman-teman bisa menikmati camping di dekat pelabuhan menikmati pemandangan burung-burung dengan indahnya, tempat ini cocok untuk teman-teman yang tidak terlalu suka matahari, karena disekitarnya banyak sekali pohon rindang. Leucate Méditerranée, pantai dan pelabuhan yang benar-benar bisa memanjakan mata teman-teman. Satu kata, ketika saya pertama kali menginjakan kaki disini adalah amazing !! Mungkin kalau teman-teman ada yang suka olahraga menantang seperti bungee jumping, ini adalah tempat yang paling sempurna. La plage de Gruissan, bisa dibilang ini adalah paket komplit pecinta pantai, terletak di kota kecil Gruissan, 20 menit dari Narbonne, pelabuhan, kota yang selalu ramai ketika musim panas, night club, restoran klasik di pinggir pelabuhan, festival musim panas, disinilah pusatnya.
Festival Trenet. Dimulai pada tanggal 3 Maret 1995 yang ditujukan untuk menghormati musisi Jazz lokal Narbonne, Charles Trenet, yang kemudian menjadi festival tahunan, dimana biasanya diadakan perlombaan seni dan musik yang juga menghasilkan penyanyi-penyanyi handal dari Prancis. Keunikan dari festival ini adalah sepanjang jalan pusat kota Narbonne yang disulap menjadi festival seni dan musik di jalan-jalan atau dikenal dengan istilah « festival des arts dans la rue ». Narbonne, seni, musik, dan puisi, kota dengan sejuta seni.
regards,
Andi Liza Patminasari
Penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud RI

 
 
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun