Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mari Satukan Sudut Pandang

8 Juni 2024   18:36 Diperbarui: 8 Juni 2024   18:55 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah-tengah damai pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Lesgilatif (Pileg), dan berbagai hal menyertainya, kita dikejutkan dengan fatwa dari Majelis Ulama Indoensia (MUI) yang mengharamkan salam lintas agama.

Salam lintas agama sering kita dengar saat ada acara-acara resmi baik di perkantoran, acara kenegaraan maupun pidato resmi di televisi. Salam ini biasanya menjadi pembuka acara. Awalnya adalah Asslamualaikum, Salam Sejahtera, Om Swastiastu, Namo Budaya dan Salam Kebajikan . Lima Salam ini dianggap bisa mewakili keyakinan di Indonesia. Asumsinya, kita menghargai seluruh umat di Indonesia.

Namun Ijtima Ulama menganggap bahwa salam khususnya assalamualaikum, adalah bagian dari akidah, dan karena itu haram untuk diucapkan saat acara-acara. Singkat kata, salam lintas agama menurut ulama tidak dalam konteks toleransi, meski MUI senidri mendukung toleransi.

Jika merujuk pada hadist yang sering dikutip oleh kedua kelompok yang pro dan kontra, Nbi Muhammad pernah mengucapkan salam pada sekumpulan orang yang terdiri dari muslim dan non muslim (Yahudi dan orang Musrik. Ini menurut HR  Al-Bukhari. Sedangkan hadist lain berbunyi  "Jangan mulai bersalam kepada Yahudi dan Nasrani. Bila bertemu di jalan persempit ruang geraknya" . Ini menurut HR. Muslim. Namun layak dicatat bahwa pada HR Muslim itu dilakukan pada non muslim pada masa perang dan bukan masa damai.

Jika kita melihat polemik ini, jelas terlihat adanya berbedaan sudut pandang. Kita tentu ingat bahwa nyaris setiap tahun kita berdebat soal bisa atau tidak kita mengucapkan selamat hari raya pemeluk agama lain. Umat yang memandang itu bagian dari Akidah, pasti akan menyatakan bahwa hal itu haram. Sedang sudut pandang yang mengatakan hal itu sebagai bagian dari konteks relasi sosial, dan etika bermasyarakat maka hal itu tidak akan jadi soal.

Karena itu, kita harus mencari solusi terbaik. Warga Indoensia terdiri dari bermacam keyakinan dan selama ini hidup dengan baik dan damai. Memang ada kerikil-kerikil intoleransi di sana sini, namun relative bisa tertangani dengan baik. Semoga toleransi tetap ada di setiap jiwa di Indonesia dan hidup dengan damai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun