Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Terjebak Pada Pertempuran Tak Sehat

11 Mei 2024   23:18 Diperbarui: 11 Mei 2024   23:20 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan lalu, tepatnya bulan Februari bangsa Indonesia telah menyelesaikan tugas kebangsaan penting yaitu gelaran pesta demokrasi berupa Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif. Sengketa Pemilupun sudah terselesaikan dengan mekanisme Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan keputusan MK yang menolak gugatan seluruh Paslon maka putusan KPU yang menetapkan salah satu Paslon menjadi pemenang Pemilu tidak berubah.

Hanya saja perdebatan sebagian buntut Pilpres, namun narasi-narasi kebencian menjadi mayoritas di linimasa. Hal itu ditambah dengan memasukkannya faktor agama  ke dalamnya sehingga bertambah kacau. Demokrasi di Indonesia yang berkembang baik sejak era reformasi, telah berkembang sedemikian rupa. Sedemikian rupa berkembangnya sehingga kadang terasa kebablasan. Demokrasi yang seharusnya adalah ruang hidup bersama malah dibuat seperti arena pertempuran narasi. Perbedaan pendapat yang seharusnya wajar pada mekanisme demokrasi sebagai ruang memberi pendapat, kini menjadi ruang yang sangat tidak sehat.

Hal ini diperparah dengan akrabnya warga Indonesia dengan layar digital dalam hal ini internet qq media sosial. Informasi melalui media sosial seringkali menghilangkan konteks sehingga menghasilkan keliaran makna. Keliaran makna menghasilkan pemahaman yang mungkin salah terhadap sesuatu.

Semisal kritik. Kritik merupakan hal yang sangat biasa dalam demokrasi . Malah di beberapa negara adanya kritik adalah sesuatu yang diperlukan agar selalu hidup dan menemukan hal-hal baru. Namun seringkali di sini diartikan lain. Kritik adalah pembantaian tanpa batas yang dilakukan satu pihak kepada pihak lain. Ini dilakukan terus menerus tanpa jeda sehingga tak jarang tertanam kebencian seperti yang diutarakan di media sosial.

"Pertempuran narasi" di media sosial sedemikian rupa dan menjadi lebih dramatis karena mekanisme algoritma membuat sesuatu itu teramplifikasi (memyebar dan membesar) pada kalangan sendiri. Ini memperkuat mindset terhadap sesuatu. Yang salah akan semakin salah, yang tak tepat akan semakin tak tepat. Dengan begitu kedewasaan berpikir dalam menggunakan media sosial sangat diperlukan. Akibatnya seringkali permusuhan seringkali terjadi hanya karena posting di media sosial.

Dalam hal ini kita harus cepat sadar bahwa kita sendirilah yang harus menghentikan permusuhan dan "pertempuran" di media sosial ini. Apalagi jika melibatkan soal agama. Kita harus melakukan rekonsiliasi nasional agar iklim kebangsaan kita kembali baik dan cerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun