Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Rukun dalam Tahun Politik

27 Januari 2024   19:55 Diperbarui: 27 Januari 2024   19:58 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teknologi memang sangat berguna bagi manusia dan zaman kini membuat semuanya terlihat begitu mudah. Berbicara dengan orang di lain benua tidak perlu menunggu behari-hari bahkan berminggu-minggu. Orang ingin mengirim foto seseorang dan mencetaknya dapat dilakukan dengans esegera mungkin. Orang juga ingin menemui seseorang ketika sang teman sakit secara virtual melalui teknologi. Memang benar. Teknologi bisa mengubah dan mempermudah semuanya.

Imbas negative dengan adanya teknologi adalah emosi dan kontrolnya. Orang seakan tidak bisa mengendalikan emosi gembira dan sedih jika mendengar kabar tertentu melalui media sosial yang dipermudah oleh teknologi., Mereka bisa menangis di Tengah jalan hanya karena melihat tayangan seseorang yang menyedihkan. Atau emosi (marah-marah) tanpa kendali ketika satu pihak menganiaya pihak lain. Atau juga bisa bereaksi spontan demi melihat pernyataan seseorang di media sosial dan kebetulan sirkelnya memperkuat kebencian itu.

Itu semua bisa terjadi secara anonym, Dimana seseorang yang iba itu tidak mengenal orang yang diibanya. Atau seseorang tidak mengenal orang yang dibencinya, tapi karena kata-kata seseorang di sana, seseorang lainnya dengan spontan bisa dengan mudah terpancing emosinya dan kemudian membencinya.

Algoritma membuat hal itu menjadi semakin parah. Karena seseorang semakin diperkuat dan diyakinkan dan akhirnya percaya tanpa merasa diprovokasi oleh sirkelnya. Itu dimungkinkan karena cara kerja algoritma media sosial dan internet yang memang seperti itu.

Kita bisa melihat secara nyata pada saat pilpres 2014 dan 2019. Atau yang paling nyata terjadi adalah saat pilkada Jakarta. Tiga peristiwa itu sempat menyedot perhatian dunia karena bisa dikatakan politik identitas membelah Jakarta dan membelah Indonesia. Para anonym menyerang anonym dengan memprovokasinya. Saat itu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) memang dipergunakan untuk menyerang seseorang tepat di keyakinannya yang sama artinya dengan kehormatannya karena menyangkut dengan yang dia percaya.

Saat itu orang-orang yang fanatic terhadap keyakinanya makin intoleran dengan pihak lain yang berbeda dan sekaligus berbeda pilihan politik. Saat itu kita terpecah belah tidak keruan hanya karena pilihan berbeda. Sekaligus intoleransi meningkat sejaklan dengan pelaksanaan pesta demojrasi.

Marilah kita belajar dari pengalaman terdahulu dan tidak lagi terpancing untuk terbelah meski berbeda pilihan politik. Tahun ini kita menghadapi pesta demokrasi yang seharusnya bisa dilakukan dengan tenang. Kita harus bisa mewujudkan Pemilu Damai yang meski beda politik, tapi kita harus tetap rukun dan toleran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun