Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Politik

Resolusi 2023: Hindari Perpecahan Karena Politik Identitas

6 Januari 2023   01:58 Diperbarui: 6 Januari 2023   02:12 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 Tahun pemilihan presiden dan pilkada serentak, masih 16 bulan lagi yaitu pada April 2024. Namun keriuhan politik sudah mulai sejak tahun lalu. 

Adalah perusahaan survey elektabilitaslah yang mulai memunculkan nama-nama tertentu. Publik lalu bespekulasi baik di media sosial, media mainstraim maupun dalam perbincangan secara langsung. Perbincangan itu begitu menariknya seakan lupa bahwa tahun politik masih lebih dari setahun lagi. 

Hal yang ditakuti oleh banyak pihak menghadapi tahun politik adalah politik identitas. Politik identitas itu sebagian besar memakai varian Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA) sebagai alat untuk menjaring pemilih. Hal ini kita bisa kita lihat pada Pilkada Jakarta dan Pilpres tahun 2014 atau 2019. 

Pada saat itu narasi dengan nuansa SARA mendominasi narasi di media sosial dan media mainstream termasuk televisi. Orang saling membenci dan dengan bebas melontarkan ujaran kebencian kepada fihak lain. Banyak hal tragis terjadi semisal; perpecahan antar anggota keluarga, perpisahan dua sahabat, pertikaian satu kelompok pertemanan, semuanya hanya karena perbedaan politik dalam Pilpres atau pilkada. Penyebab kesemuanya itu hanya karena diperalat oleh pihak-pihak yang menginginkan kekuasaan. 

SARA memang secara ampuh bisa menjaring suara besar di Indonesia. Apalagi banyak dari masyaakat kita belum teredukasi dengan baik, ditambah mekanisme algoritma media sosial yang memungkinkan menampilkan naasi-narasi yang punya circle dengan pemilik akun. Sehingga penyesatan narasi sangat dimungkinkan. 

Dampak perpecahan itu begitu mengerikan dan menimbulkan trauma tersendiri bagi masyarakat. Karena itu mumpung masih jauh mungkin kitabisa belajar dari hal yang pernah kita lampaui itu. Bahwa kita jangan sampai terjebak pada perpecahan yang menggunakan SARA. 

Sampai sekarang istilah-istilah yang pernah digunakan pada pesta politik seperti kadrun, kampret cebong dll, kadang masih digunakan. Beberapa kelompok terstigma menjadi kelompok intoleran dan sebagian lagi sekaan menjadi kaum kafir karena mengutamakan nasionalisme. 

Mungkin kita perlu belajar dari pengalaman satu decade ini soal politik identitas dan betapa hal itu sangat merugikan kita. Energi terbuang sia-sia hanya karena keinginan meraih kekuasaan. Berhenti untuk perpecahan dan kebencian tanpa ada keinginan untuk mengakhirinya dan mari membangun bangsa ini bersama-sama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun