Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggugat Peran Perempuan di Era New Media

25 April 2018   13:37 Diperbarui: 25 April 2018   13:49 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: bennisetiawan.blogspot.com

"Perempuan adalah tiang negara, maka apabila perempuan itu baik, akan baik pula negaranya. Dan apabila perempuan itu rusak, maka akan rusak pula negaranya,". Sungguh luar biasa peran perempuan, hingga negara menjadi taruhannya. Ya, tentu kita sepakat bahwa nasib bangsa tergantung kepada perempuan karena darinyalah lahir pemimpin bangsa ini.

Bukan tanpa alasan Rasulullah dalam hadistnya menyebut perempuan sebagai tiang karena perempuan memang sang penopang kehidupan. Tugasnya begitu kompleks, lebih dari sekedar masak, manak, macak. 

Menyadari tugas perempuan yang amat besar, apalagi ketika sudah menjadi seorang ibu, maka perlu pula memahami bagaimana kondisi bangsa ini. Tujuannya agar perempuan dapat membekali dirinya dengan pengetahuan yang mumpuni dan menjalankan tugasnya secara maksimal. Saat ini bangsa kita sedang berada dalam era New Media, dimana arus informasi semakin bebas dan sulit untuk dibendung. Maka dalam hal ini, perempuan (ibu) juga dituntut untuk turut andil dalam menghadapi implikasinya.

 Bruce Hoffman (2006) dalam jurnal "Thu Use of the Internet by Islamic Extremists" menjelaskan internet sebagai sarana efektif bagi kelompok radikal untuk mempromosikan "dialektika global" dimana kebangkitan, kesadaran, aktivisme dan radikalisme dapat dirangsang di tingkat lokal dan dimobilisasi kepada proses yang lebih luas melalui protes dan perbedaan pendapat. Dikutip dari Kompas.com pada 24 november 2016, ThePew Research Center (2015) telah merilis hasil surveinya yang menyatakan bahwa 10 juta warga Indonesia berpaham radikal.

Penyebaran paham  radikal melalui dunia maya menjadi ancaman serius bagi pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia. Radikalisme merupakan paham yang menginginkan perubahan baik social maupun politik secara drastis dengan kekerasan. Hal yang cukup mengkhawatirkan adalah sebagaimana yang disampaikan Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara bahwa 32 persen anak muda di Indonesia tertarik mengakses konten radikalisme melalui internet.

Lantas apa yang dapat dilakukan perempuan menghadapi kondisi ini? Kembali kepada kesadaran bahwa perempuan, terutama yang telah menjadi ibu adalah aktor kunci. Ibu (perempuan) memiliki peran signifikan dalam menangkis paham radikalisme. Dimulai dari keluarga, perempuan memberi kehangatan, membimbing, mendidik, mengajar, melindungi putra-putrinya dengan kelembutan dan keberanian. Tentu bekal yang diajarkan tidak luput dari pemahaman akan nilai-nilai pancasila, nilai-nilai kebangsaan. Ibu sebagai agen potensial mengarahkan anak-anaknya untuk menfilter setiap informasi yang diperoleh dan memberi tauladan untuk menyebarkan perdamaian kepada lingkungan sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun