Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlukah Memaafkan Pelaku Terorisme?

6 Maret 2018   15:48 Diperbarui: 6 Maret 2018   16:25 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya Chusnul Chotimah. Ibu tiga anak korban bom Bali satu yang 70 persen tubuhnya kena luka bakar. Sesaat insiden, Chusnul bersama beberapa korban pelaku terorisme itu diterbangkan ke Australia untuk mendapatkan penanganan memadai.

Meski begitu, kehidupannya berubah. Apalagi ketika suaminya meninggal dan dia menjadi single parent bagi tiga anaknya. Pemerintah Indonesia melalui Pemerintah Kabupaten Badung pernah memberi santunan kepadanya sebesar 5 juta, tapi itu tentu tidak cukup untuk menopang biaya sehari-hari.  Malah dia pernah ditolak bertemu dengan ibu Wagub Bali - mungkin karena jijik-. Kenyataan itu jadi beban dan berat untuk ditanggung dirinya dan anak-anak.

Chusnul pindah dari Bali ke Surabaya demi masa depan. Dia berjualan sayur di pasar. Ini semua untuk bisa memperpanjang harapan hidupnya bersama keluarga. Beberapa kerabat ada di Surabaya. Itu lebih menentramkan dirinya. 

Keluarganya pernah terusik ketika muncul berita bahwa Menteri Sosial, Khofifah Indra Parawangsa akan memberi santunan dan support untuk pelaku bom Bali yang berada di Jawa Timur. Kabar itu sempat melukai perasaan anak-anaknya. Di benak anak-anaknya, ada pikiran bahwa, selama ini mereka - para korban- berjuang setengah mati agar tetap hidup. Bantuan dari pemerintah minim bahkan nyaris tak ada. Kabar soal santunan Mensos kepada pelaku terorisme itu melukai mereka.

"Bahkan anak saya sempat ingin menjadi seorang teroris karena ternyata pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan pelaku terorisme dibanding kami, para korban yang bergelimang kemiskinan dan harus berjuang mati-matian agar tetap hidup," kata Chusnul seperti dikutip beberapa media.

Tapi presepsinya itu berubah ketika Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) beberapa saat lalu mengadakan Silaturahmi Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Satukan NKRI) yang mempertemukan 124 mantan Narapidana Terorisme (NAPITER) dengan 51 korban / penyintas atau keluarga korban.

Pemerintah mengharapkan beban para korban atas apa yang dialaminya bisa berkurang dengan bertemu dan memaafkan pelaku terorisme. Disamping itu pemerintah juga memberikan santunan kepada para korban. 

Chusnul ringan langkah untuk datang pada acara ini. Dia mengaku bahwa acara ini dapat meringankan beban hatinya yang sebelumnya jengkel dan marah terhadap pelaku dan pemerintah yang sedikit memberi perhatian kepada korban. Dia sudah memaafkan pelaku bom Bali yang sebagian sudah dihukum.

Acara ini memang baik sekali. Pada kesempatan itu, ada satu rasa yang diikat untuk melangkah pada masa depan yang lebih baik. Diharapkan silaturahmi ini menjadi awal dalam menciptakan perdamaian abadi di Indonesia , bebas dari terorisme. Beban para korban pun berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun