Mohon tunggu...
Andika Tirta
Andika Tirta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah siswa tamatan sekolah marsudirini hobi sekarang saya adalah menulis saya sedang menempuh pendidikan calon imam di Seminari Menengah Stella Maris Bogor

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apa Upaya Gereja dalam Perlindungan Medsos bagi anak?

12 Februari 2024   19:00 Diperbarui: 12 Februari 2024   19:03 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Bogor- Tahun 2001 sampai 3000 kita kenal sebagai masa milenium ketiga perkembangan teknologi semakin kompleks bahkan tidak sedikit pula yang menimbulkan kerusakan sosial maupun lingkungan. Pada masa ini juga perkembangan angka kelahiran di seluruh dunia meningkat begitu signifikan dengan adanya hal ini membuat resah seluruh masyarakat. 

Kesadaran akan kapasitas bumi yang kian terbatas membuat orang bertanya-tanya dimana kita akan tinggal? Realitas yang kita hadapi lebih dari sekedar paradigma kehidupan selanjutnya dalam ambang kehancuran dunia melainkan juga kehidupan bersosial kita dengan adanya perkembangan teknologi mempermudah kita berkomunikasi di dunia maya. Dewasa ini orang-orang main bebas mengutarakan pendapatnya dan tidak bisa dipungkiri  banyak sekali dampak negatif yang diberikan oleh alun-alun kota online ini. 

Banyak orang mudah terpengaruh belum memahami betul apa yang hendak dimaksud oleh para netizen dalam media sosial kiranya pegandaian media sosial seperti alun-alun ini pas. Ketika kita sedang bermain ke alun-alun kota dalam dunia nyata kita dihadapkan oleh banyak orang yang sebelumnya kita tidak kenal dan tahu tidak menutup kemungkinan banyak kejahatan yang akan dilakukan oleh para pelaku tindak kriminal terhadap kita. 

Asumsi ini sudah sangat umum dalam budaya masyarakat kita pandangan jangan mudah percaya terhadap orang asing sudah biasa diantara kita hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat kita adalah tindakan cyber crime itu terjadi terhadap anak-anak yang masih dibawah umur. 

Anak-anak adalah masyarakat yang tergolong masih sangat muda untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk dalam sosial media maupun internet jangankan anak-anak, orang dewasa juga amat mudah terpengaruh oleh budaya negatif dari media sosial. Ideologi-ideologi baru yang dapat mengabaikan nilai-nilai agama, moralitas dan spiritual sudah tersebar seperti hedonisme, konsumerisme, rasisme, individualisme, rasionalisme, maupun radikalisme. Ketakutan terbesar masyarakat sungguh dapat terjadi di kalangan anak-anak karena budaya-budaya itu mudah meresap  mereka.

Pelanggaran etika anak sungguh amat jelas maka dari itu para pakar teknologi berusaha menciptakan ekosistem media sosial dan internet yang sehat bagi anak,  banyak orangtua yang sudah mengantisipasi dampak terburuk yang mungkin terjadi pada anak-anak mereka dengan membatasi penggunaan gadget. Sudah sejak awal kemunculannya gadget  menjadi sorotan banyak kalangan termasuk Gereja dalam dokumen inter mirifica tentang dekrit komunikasi sosial. 

Gereja tidak menutup diri terhadap perkembangan teknologi justru menyatakan media sosial sebagai sarana pewartaan injil zaman kini. Gereja juga menyadari adanya penyalahgunaan media sosial yang ada dalam kalangan anak muda khususnya tentang manajemen waktu.  Gereja Keuskupan Bogor sudah menjadikan dirinya untuk membuka pastoral konseling keluarga yang dibenamkan dalam organisasi Pastoral Counseling Center. Lembaga ini bertugas untuk melayani masalah psikologis umat termasuk kenakalan anak dan remaja. Melalui lembaga inilah anak dan remaja bisa mendapatkan bantuan untuk menjadi pribadi yang bisa memanfaatkan media sosial dengan bijak. 

Di Seluruh keuskupan di dunia sudah ada juga lembaga yang dapat menampung inisiatif dan kreativitas anak muda untuk mengembangkan karya-karya terbaiknya seperti, artikel atau tulisan berbobot ilmu pengetahuan. Memang betul bagi masing-masing orang punya pandangan sendiri bagi media sosial tapi tidak semuanya buruk begitu juga kalangan umat beriman yang ada di dalam Gereja. Mereka memandang sosial media sebagai sarana katekese digital dewasa ini, umat beriman lebih menganggap katekese digital lebih efektif dibanding katekese menggunakan model lama.

Bagi sebagian umat beriman yang lainnya lagi hal tersebut malahan akan membawa para anak muda kepada ketergantungan. Sehingga para anak muda memiliki kemungkinan untuk jarang ke gereja. Menurut mereka bangku-bngku di gereja akan kosong kalau para anak muda itu  live streaming misa.  Tidak bisa dipungkiri semenjak pandemi Gereja katolik membuka peluang untuk mempermudah umat dalam merayakan ekaristi, tetapi sesudah pandemi reda hal ini malah jadi boomerang.

Untuk menanggulanginya  Gereja banyak mengadakan sosialisasi di paroki-paroki. Dalam sosialisasi ini diharapkan para anak muda dapat sungguh bisa paham betul apa Fungsi atau kegunaan media sosial bukan sebagai kompensasi. Upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi anak-anak dibawah umur  dalam bentuk apapun adalah bentuk kontribusi dalam hak asasi manusia. Realitas banyak diskriminasi, dan perundungan di sosial media sudah tidak bisa kita hindari.  

Sudah seharusnya sebagai umat beriman kita juga ikut berkontribusi dalam membela anak-anak yang mengalami cyberbullying. Pada orang dewasa seharusnya menjadi contoh nyata untuk anak-anak agar anak-anak mencontoh yang baik, jangan biarkan diri kita ikut dalam arus digital juga, jangan biarkan pula kita ikut arus budaya-budaya negatif tetapi, jadilah pribadi yang dapat menjadi guru bagi anak-anak muda karena mereka adalah masa kini dan masa depan bagi Gereja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun