Apakah yang terpikir di benak kita pertama kali ketika mendengar kata 'menyontek' atau 'ngepek'? Sebagian besar pasti akan membayangkan suasana ruang ujian,dengan bangku berjajar yang masing masing diisi oleh satu orang dan kemudian salah satu orang sedang membaca kertas contekan yang sebelumnya telah melalui 'proses' yang panjang.Dimulai dari saling berbisik atau kasak kusuk,dilanjutkan dengan melihat keadaan sekitar,kemudian proses 'transfer' contekan yang dapat dilakukan dengan ribuan cara dan makna sampai proses resolusi atau penyelesaian,yaitu si pelaku mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Kemudian setelah pengumuman yang ditampilkan dengan sebuah hasil yang tertera dengan angka atau huruf,ada kepuasan tersendiri karena dapat melewati ujian yang dianggap sulit,mungkin juga kemudian ia akan berkata "Ah padahal aku tidak belajar,nyatanya aku bisa lulus".
Adakah yang lebih parah setelah hal tersebut,mari kita tengok kisah lanjutannya,setelah menyelesaikan tes tersebut,yang lebih dikenal dengan tes Calon Pegawai Negeri,ia akhirnya bekerja di sebuah perusahaan milik negara.Ia akhirnya mendapat tempat di bagian minyak dan gas,singkat cerita dia akhirnya mengurus seluk beluk penanaman modal dan lalu lintas perdagangan yang berkaitan dengan minyak dan gas.
Dan pada suatu hari ada sebuah proyek yang mempertemukannya dengan dua konglomerat,konglomerat A dan B.Di saat seperti ini naluri 'nyontek' dia muncul kembali.Dia menyuruh dua tender besar itu untuk saling berlomba menentukan penawaran yang paling besar.Diliriknya penawaran mana yang paling besar,singkat cerita akhirnya konglomerat B yang terpilih,gelontoran uang mengalir ke kas pribadi orang tersebut,tanpa tahu apakah proyek akan merugikan negara atau tidak.
Sungguh ironis,namun itulah sesuatu yang kerap terjadi di bangsa ini,sesuatu hal yang dianggap remeh dimasa kecil namun disaat menjadi orang besar justru hal yang 'remeh' tersebut menimbulkan dampak yang sangat besar.Mafia pajak,mafia migas,mafia emas,dll adalah sedikit dari banyak contoh yang menunjukkan besarnya ketidakjujuran dan kecilnya nurani para orang orang besar.
Lalu apa hubungannya dengan menyontek? Mari kita telaah lebih mendalam
Pengertian menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Purwadarminta sebagai suatu kegiatan mencontoh/ meniru/ mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan yang mengabaikan prinsip keadilan. Ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pelanggaran aturan main yang ada.
Abdullah Alhadza dalam Admin (2004) mengutip pendapat dari Bower (1964) yang mendefinisikan “cheating is manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure),” maksudnya “menyontek” adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis. Pendapat Bower ini juga senada dengan Deighton (1971) yang menyatakan “Cheating is attempt an individuas makes to attain success by unfair methods.” Maksudnya, cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.
Dalam konteks pendidikan atau sekolah, beberapa perbuatan yang termasuk dalam kategori menyontek antara lain adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada kertas, pada anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian, menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas ataupun take home test.
Dalam perkembangan mutakhir “menyontek” dapat ditemukan dalam bentuk perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau pelumas kepada lembaran jawaban komputer atau menebarkan atom magnit dengan maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap semua jawaban benar, dan banyak lagi cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun rasional.
Dalam tingkatan yang lebih intelek, sering kita dengar plagiat karya ilmiah seperti dalam wujud membajak hasil penelitian orang lain, menyalin skripsi, tesis, ataupun desertasi orang lain dan mengajukannya dalam ujian sebagai karyanya sendiri.