Ditelantarkannya bola mata yang sedari tadi memijar
Menatap makna kias nan bias dari utuh jantung yang berdebar
Bersama puntung rokok yang kau sundutkan ke kelakar
Kali pertama aku menatapmu diam
Dengan rokok yang masih kau hisap tajam
Lewat gorong paru-paru yang panjang dan dalam
Begitu dalam, hingga kejut penuh tak sangka kau terpejam
Kurapal dengan kencang tiap abjad namamu
Dalam sepasang keluncup tangan dengan khusyuk
Mengangguk pilu
Berusaha menoreh sang semu
Kian lama pijar itu semakin temaram
Sudah tepat habis waktu untuk berniaga dengan sang hitam
Dirangkulnya tubuh dengan segala sandar samar nan kelam
Yang menjadikannya kokoh di tengah rapuhnya sorak sorai pembaca kalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H