Berbagai ancaman yang terus terjadi di nusantara kita ini, semakin hari semakin kompleks dan beraneka macam. Mengapa ? Menurut saya, ini terjadi karena manusia semakin kritis dan kreatif. Kritis dalam bereaksi terhadap sesuatu yang mereka anggap tidak sesuai dengan pemikiran (kepentingan pada tahap berikutnya), dan kreatif dalam melakukan aksi dari apa yang mereka anggap tidak sesuai tersebut. Aksi tersebut dapat berupa usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Menurut UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, secara garis besar ancaman dibagi menjadi dua. Ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Mari kita singkirkan dulu ancaman militer yang ikhwal kita ketahui, dan beranjak ke ancaman nonmiliter. Mengapa ancaman nonmiliter ? Karena ancaman nonmiliter lah yang cenderung selalu berkembang karena sifat kritis dan kreatif manusia tadi. Ancaman nonmiliter memiliki karakteristik yang berbeda dengan ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat seperti ancaman militer, karena ancaman ini berasal dari dimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan informasi
Yang dapat di klasifikasikan dalam ancaman non militer, yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir (current issue) seperti masalah teror dari kelompok Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) yang berdimensi ideologi. Isu tersebut terus berkembang di Indonesia setelah terjadi aksi teror di Paris, Prancis. Hal tersebut juga dihubungkan dengan beredarnya video ancaman yang diduga merupakan suara gembong teroris Santoso Abu Wardah AsySyarqi Hafidzahullah yang mengancam menyerang sejumlah instansi pemerintah, serta ancaman akan mengibarkan panji hitam (Bendera ISIS) di Istana Merdeka, Jakarta.
Mungkin di bidang lain, seperti teknologi, sekarang terjadi cyber crime; pembajakan hak cipta; penyebaran opini negatif melalui jejaring sosial (hate speech); dan juga perlu diwaspadai CBRN mencangkup bioterorisme. Selain itu, ancaman nonmiliter di bidang ekonomi seperti pencucian uang; penguasaan sumber daya alam oleh pihak asing atau kelompok kepentingan tertentu; kegiatan ilegal di bidang ekonomi; KKN; inflasi tinggi; kesenjangan ekonomi; krisis energi dan pangan.
Muncul pertanyaan dari warga negara yang merasa terganggu dengan ancaman dan potensi ancaman non militer (red : saya). Apakah Indonesia sudah memiliki suatu sistem pertahanan nonmiliter yang terintegrasi dan dapat mendeteksi serta mananggulangi ancaman non militer dan menjamin keamanan rakyat Indonesia ? Setelah saya membaca berbagai regulasi mengenai pertahanan negara, saya simpulkan bahwa Indonesia masih belum memiliki sistem pertahanan nonmiliter yang teregulasi secara detail.
UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 7 ayat (3) : Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2015 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2015-2019, menyebutkan dalam rangka pemberdayaan pertahanan nirmiliter akan dilakukan peningkatan kapasitas, sinergi, dan peran kementerian/lembaga sebagai unsur utama dalam menghadapi ancaman nonmiliter didukung kementerian/lembaga lainnya sesuai tugas dan fungsinya serta unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Serta, TNI dipersiapkan sebagai unsur lain kekuatan bangsa secara terpadu untuk mendukung kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah dalam pertahanan nirmiliter.
Dari dua nomenklatur yang saya cuplik tersebut, belum nampak siapakah atau stake holder yang mana, yang bertanggung jawab bila terjadi suatu ancaman nonmiliter dari dimensi tertentu. Untuk lebih jelasnya, saya berikan contoh. Salah satu kelompok kepentingan melakukan serangan dengan menggunakan agensia biologis tertentu dengan sasaran tanaman pangan dan hewan ternak di Indonesia. Serangan tersebut menyebabkan pasokan tanaman pangan dan hewan ternak di Indonesia berkurang drastis. Hal tersebut berdampak pada mahalnya harga makanan pokok dan harga daging. Dalam kondisi ini, siapa yang perlu bertanggung jawab dan melakukan penanganan ?
Untuk itu perlu disusun “unsur utama”diluar bidang pertahanan (TNI) yang disebutkan dalam dua nomenklatur tersebut, melalui suatu peraturan perundangan yang secara rinci mengatur tentang sistem pertahanan nonmiliter di Indonesia. Sehingga bila terjadi suatu potensi ancaman atau aksi nonmiliter di suatu bidang, unsur utama yang menangani bidang tersebut dapat bertanggung jawab secara penuh. Hal ini juga menghindari over laping (tumpang tindi) kewajiban masing-masing lembaga pemerintahan.
Saya berikan contoh kembali, dalam penanganan ancaman nonmiliter bidang teknologi mencangkup cyber crime; pembajakan hak cipta; penyebaran opini negatif melalui jejaring sosial (hate speech); dan CBRN mencangkup bioterorisme dan radio aktif. Sebagai koordinator pemerintah dapat menunjuk Badan Intelijen Negara, dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Dengan “unsur lain dari kekuatan bangsa” (unsur pembantu) dapat dilibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Balai Besar Penelitian Veteriner (Balitvet), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), serta Badan Pengkajian, Penerapan Teknologi (BPPT),dan Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis. Unsur utama tersebut harus diupdate secara periodik dan diberikan skala priorits berdasarkan ancaman dan potensi ancaman yang sedang terjadi di Indonesia.