Mohon tunggu...
Andika Pangeling
Andika Pangeling Mohon Tunggu... -

young, corious, and critical thinker (perhaps)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

11 Februari untuk Doa, Bukan Aksi

7 Februari 2017   19:37 Diperbarui: 7 Februari 2017   19:42 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Februari menjadi bulan yang istimewa, selain sebagai bulan dengan hari tersedikit sepanjang tahun, pada Bulan Februari dirayakan beberapa momen penting di Indonesia. Beberapa hari penting dalam Bulan Februari akan datang kepada kita dalam hitungan hari, seperti Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2017, Hari Peringatan Pembela Tanah Air (PETA) pada 14 Februari 2017, serta Hari Gizi Nasional Indonesia pada 28 Februari 2017.

Sesuai judul, selain tanggal-tanggal di atas, ternyata ada tanggal yang lebih istimewa bagi dunia pada Bulan Februari. Tanggal 11 Febuari menjadi tanggal yang "angker" bagi pergerakan Islam di dunia internasional, khususnya untuk saudara kita di Timur Tengah. Tertanggal 11 Februari 1979 seorang Ayatullah Ruhullah Khomeinimenunjukan kharismanya dengan memaksa Syah Reza Pahlevi mundur dari tahta, dan menandai sah-nya Revolusi Iran, mengubah sistem monarkhi menjadi Republik Islam. Selanjutnya, tepat tanggal 11 Februari 2011, Presiden Mesir Hosni Mubarak mundur dari jabatannya setelah ditekan melalui aksi demonstrasi selama 18 hari berturut.

Kesamaan dalam dua revolusi tersebut adalah pemimpin negara yang dianggap terlalu lalim dan tidak berpihak kepada rakyatnya. Syah Reza Pahlevi dianggap menjalankan pemerintahan yang korup dan boros. Kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah yang terlalu ambisius menyebabkan inflasi tinggi, kelangkaan, dan perekonomian yang tidak efisien. Bernasib sama, Hosni Mubarak merupakan presiden yang sudah menjabat selama 30 tahun di Mesir.

 Pemerintahan Mubarak cenderung dominan dan dilandasi penindasan politik yang dibenarkan sebagai harga dari sebuah kestabilan Negara. Kepemimpinan Mubarak menyebabkan Mesir banyak mengalami kemunduran di bidang ekonomi. Hal ini diakibatkan oleh kesalahan pada manajemen finansial pada pinjaman luar negeri. Kesalahan ini membawa Mesir pada kondisi krisis ekonomi dan krisis finansial yang sangat merugikan, dan akhirnya Mesir meminta bantuan dari IMF dan Bank Dunia.

Jatuhnya dua pemerintahan pada tanggal 11 Februari tersebut bisa dipastikan kebetulan, Mesir dengan masyarakat mayoritas Sunni, kecil kemungkinan mengilhami semangat dari Syi’ah Iran. Faktor kejenuhan masyarakat akan kondisi politik dan ekonomi yang makin terpuruklah, kemudian menggerakan “people power” atau intifadhah ummah.

Indonesia saat ini juga tengah mengalami gelombang semangat umat Muslim yang luar biasa hebat satu triwulan terakhir, terlepas dari faktor awal gerakan yang menurut penulis sarat akan kepentingan politik praktis. Diakui atau tidak, memang gelombang penolakan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terjadi pada tahapan pelaksanaan Pilgub DKI 2017. 

Namun setelah itu, kita merasakan bagaimana semangat umat Muslim yang cinta akan agama dan negaranya secara masif melakukan gerakan pada 4 November 2016 (411) dan 2 Desember 2016 (212). Mereka melakukan doa bersama demi keamanan dan kesejahteraan Indonesia. Memang aksi 411 empat ternoda dengan kerusuhan pada penghujung acara, kemudian jelas bahwa terdapat provokator yang melatarbelakangi aksi anarkis tersebut. Selain aksi 411 dan 212, berbagai aksi damai parsial dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.

Menariknya pada 11 Februari 2017 Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Rizieq Shihab berencana akan menggelar aksi super damai serupa 212, dengan agenda doa bersama. Beberapa pihak langsung mengaitkan aksi FPI ini dengan semangat revolusi Iran dan Mesir. Beberapa meme juga sudah bermunculan di media sosial, isinya tentu mengandung unsur provokatif, mengajak Umat Muslim melakukan revolusi seperti Mesir dan Iran. Bukan kah itu menggelikan? Hal ini merupakan propaganda murahan yang dikonsep oleh provokator kelas teri. Jelas tidak perlu dihiraukan karena masyarakat Indonesia sudah sangat pintar untuk membedakan ajakan sesat seperti itu.

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi tentu jauh bila dibandingkan Hosni Mubarak maupun Syah Reza Pahlevi. Ekonomi Indonesia terus berbenah, berbagai kebijakan terus dirancang, walaupun masih perlu dibenahi implementasi di kanan kiri. Jokowi juga sangat peopleable,tidak tangan besi dan dicintai rakyat. Jadi apa yang menjadikan kita berpikir untuk melakukan revolusi?

Yang perlu diwaspadai justru aksi para provokator ini pada agenda 11 Februari 2017 nanti, tujuannya jelas, ingin menimbulkan clash saat massa berkumpul dan membuat berbagai aksi anarkis muncul, seperti yang terjadi pada penghujung aksi 411. Namun, rusuh pada 411 bisa dijawab tuntas oleh Umat Muslim Indonesia pada aksi super damai 212. Siapa yang tidak merinding melihat massa berkumpul sebanyak itu dengan sangat damai, berdoa, berdzikir, tanpa menghiraukan perbedaan mahzab atau aliran. Sekali lagi, dengan mengesampingkan segala kepentingan politik praktis di dalamnya.

Tuah negatif 11 Februari tentunya tidak akan menghampiri Indonesia, yang ada adalah tuah berkah dengan adanya aksi doa bersama yang damai dan tertib. Serukan apa yang menjadi uneg-uneg massa, tanpa mengesampingkan hak-hak orang lain. Menjaga kebersihan dan memelihara fasilitas umum juga harus menjadi perhatian. Kita tentu berharap bersama Indonesia akan lebih baik dengan doa-doa orang yang ikhlas, apalagi dilakukan secara bersama-sama.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun