Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan memiliki potensi bahari yang sangat tinggi, dapat dilihat bahwa sekitar 70% dari luas wilayah Indonesia merupakan lautan. Selain itu Indonesia pun merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, panjang pantai Indonesia mencapai 95.181 km dengan luas wilayah laut 5,4 juta km2. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber daya kelautan yang besar, termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar.
Indonesia juga merupakan kawasan perikanan budidaya dunia. Sampai dengan tahun 2007 posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8,79%. Selain itu kajian para ahli memperkirakan bahwa potensi ekonomi di sektor kelautan Indonesia bila dikelola dengan baik mampu mencapai hingga Rp1,4 triliun per tahun.
Karenanya, dibutuhkan fokus dari pemerintah untuk mengembangkan sektor ekonomi berbasiskan kelautan. Salah satu gagasan yang dapat diterapkan untuk mempercepat perkembangan perekonomian kelautan Indonesia adalah dengan menggunakan konsep ekonomi biru. Gagasan ekonomi biru adalah pengembangan ekonomi yang berwawasan kelautan, tetapi bukan hanya melakukan eksploitasi terhadap sumber daya laut tetapi juga pemeliharaan dan perlindungan ekosistem kelautan. Konsep ini merupakan bentuk kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang berlandaskan modernisasi. Singkatnya, ekonomi biru ini adalah percepatan untuk pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi kelautan dan perikanan.
Konsep ekonomi biru diperkenalkan pertama kali oleh Gunter Paulli dengan meninjau kekurangan konsep ekonomi hijau. Konsep ekonomi hijau adalah konsep perekonomian yang tidak merugikan lingkungan hidup. Konsep ekonomi hijau merupakan upaya menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Ekonomi Hijau dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan melakukan efisiensi sumber daya alam tetapi tetap mengurangi emisi karbon dan polusi, mencegah berkurangnya biodiversitas dan menjaga keseimbangan ekosistem..
Konsep ekonomi hijau diterapkan sekitar 30 tahun yang lalu, tetapi hingga sekarang proyek ekonomi hijau masih tergantung pada subsidi publik. Salah satu contohnya adalah panel sel surya yang diciptakan lebih dari 40 tahun yang lalu, tetapi subsidi publik terus menjadi sumber pendanaan utama bagi pengadaan panel sel surya. Selain itu contoh lainnya adalah makanan organik yang juga membutuhkan biaya yang besar untuk mendapatkannya karena makanan organik tidak diproduksi di seluruh penjuru bumi. Jika biaya produk untuk penunjang ekonomi hijau dua atau tiga kali lebih mahal, maka produk ekonomi hijau akan menjadi suatu komoditas mewah yang tidak dapat dijangkau oleh masyarakat berpendapatan menengah. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu kekurangan dari ekonomi hijau adalah masalah biaya dan efisiensi, karena konsep ini memaksa investor untuk terus berinvestasi lebih dan konsumen pun dipaksa untuk terus membayar lebih.
Maka dari itu ekonomi biru pun dimunculkan untuk menjawab kekurangan-kekurangan dari ekonomi hijau. Esensi dari konsep ekonomi biru bukan hanya mengoptimalkan potensi kelautan, tetapi adalah untuk belajar dari alam, menggunakan cara kerja ekosistem dimana ekosistem selalu bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrisi dan energi tanpa emisi dan limbah untuk memenuhi kebutuhan dasar. Konsep ekonomi biru tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam. Selain itu ekonomi biru menekankan untuk menerapkan prinsip dasar fisika, khususnya hukum gravitasi. Menerapkan hukum gravitasi dalam artian energi didistribusikan secara efisien dan merata tanpa ekstraksi dari energi luar; seperti air mengalir dari gunung membawa nutrien dan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan seluruh komponen ekosistem, dari limbah menjadi makanan bagi yang lain, limbah dari satu proses menjadi bahan baku/sumber energi bagi yang lain. Singkatnya, ekonomi biru melakukan efisiensi terhadap ekstraksi sumber daya alam, dengan prinsip zero waste.
Selain itu ekonomi biru juga memiliki prinsip social inclusiveness yang merupakan jawaban dari kekurangan ekonomi hijau yang dikatakan tidak mampu menjangkau kalangan menengah ke bawah. Konsep ekonomi biru dapat mendukung dan mendorong industri inovatif skala kecil di lingkungan masyarakat berpendapatan rendah seperti, perikanan, pariwisata, dan industri rumahan lainnya. Hal ini dilakukan dengan menerapkan konsep entrepreneurship, mereka yang mampu didorong untuk membuka lapangan usaha baru sehingga dapat menghasilkan efek ekonomi berganda yang pada akhirnya meningkatkan perekonomian secara keseluruhan.
Meskipun konsep ekonomi biru merupakan respon dari konsep ekonomi hijau, bukan berarti bahwa konsep ekonomi biru bertentangan dengan konsep ekonomi hijau. Keduanya tidak bertentangan, tapi saling melengkapi. Ekonomi biru dinilai dapat menjembatani ekonomi hijau yang selama ini diterapkan dalam perencanaan pembangunan di Indonesia dengan memperkaya konsep ekonomi hijau yang pada dasarnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu melakukan percepatan pembangunan dengan tetap mempertimbangkan keberadaan sumber daya untuk keberlangsungan generasi selanjutnya. Siapkah kita untuk menerapkan ekonomi biru di Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H