oleh : Andika Arnoldy
“Berita3jambi.com menghentak dunia maya. Berita” ARB Makan bersama, Es Tebu belum dibaya”r menjadi popular seketika. Berita ini jauh dari hal-hal yang penting tapi menarik. Dan berita ini juga jauh dari kadar formal dan normative. Tapi malah menjadi perhatian, kenapa ?”
Maka berlakulah prinsip media “Bila anjing menggigit orang itu bukan berita, tapi orang menggigit anjing baru berita,”. Awalnya prinsip demikian hanya mitos saja atau paling tidak hanya berlaku pada media infotainment yang beritanya cenderung di buat-buat. Namun tidak, berita es tebu ini telah membuktikan semuanya bahwa itu semua bukan mitos tapi telah menjadi “momok” yang nyata yang mulai menghantui.
Dalam pelajaran jurnalistik pengajar selalu memulai pelajaran jurnalistik dengan apa yang dimaksud dengan berita, selanjutnya pengajar itu memberikan contoh berita yang baik. Tapi dia tidak langsung menunjukan mana berita yang baik dan mana yang tidak. Namun sebaliknya dia mengatakan, jika kita yang punya penyakit flu itu bukan berita, namun jika presiden yang flu itu baru berita. Selanjutnya dia juga mengatakan jika kita operasi tahi lalat, itu bukan berita, tapi kalau artis yang operasi tahi lalat itu baru berita. Begitulah selanjutnya dia mencontohkan sebuah berita. Artinya dia meminta untuk memberi berita dengan hal yang baru dan dapat memberi sensasi.
Sama. Seperti halnya berita yang di muat berita3jambi.com yang berjudul ARB makan bersama, Es tebu belum dibayar. Sepintas berita ini seolah menunjukan ARB juga ikut minum es tebu, namun dinyatakan dalam berita itu tak ada yang menjelaskan bahwa ARB juga ikut minum es tebu. Dalam berita online itu disebutkan hanya “tamu” (pakai tanda kutip) dan petugas keamanan yang minum es tebu.
Namun persepsi pembaca sudah terlanjur dan mengarah. Seolah-olah ARB juga ikut minum es. Sehingga muncul tanggapan public bahwa Ical tidak mau membayar dengan minumannya itu. Maka besarlah berita ini ke mana-mana dan menjadi isu nasional dan bisa jadi akan mempengaruhi peta politik. Entahlah.
Nah sekarang jika judul itu dirobah menjadi si Bedul makan bersama, es tebu belum dibayar maka bukanlah berita. Tapi hanya menjadi ocehan si mamang es tebu saja.
Judul Bersayap.
Namun menarik jika melihat dari judul berita ini, ARB Makan Bersama, Es tebu belum dibayar. Bisa dilihat dalam konteks sebenarnya. Apa salahnya ARB makan bersama ? lalu es tebu belum dibayar?. Saat itu memang banyak yang ikut makan bersama ARB dan diantara mereka (belum tentu pengikut ARB) ada yang memesan es tebu. Lalu di mana salahnya ? dia hanya makan bersama, lalu apakah harus ARB yang membayar es tebu ? sementara ARB tidak tau soal es tebu, karena dia tidak minum.
Taroklah, kader Golkar ikut di sana juga ikut minum es tebu, apakah itu juga tanggung jawab ARB ?
Judul ini bersayap karena beda konteks. Persepsi yang digunakan memang seolah menjebak pembaca dan mengajak pembaca pada bukan fakta yang sebenarnya, meski reporter sudah menuliskan hal yang sebenarnya dan naskah berita itu. Tapi konteks judul tersebut terlanjur menjadi perhatian membaca sehingga menimbukan persepsi.
Pergeseran nilai
Berita ini tidak penting, tapi menarik. ARB dijadwalkan mengunjungi Jambi, pada 4 November untuk menghadiri pelantikan wali kota dan wakil walikota yang diusung partai Golkar, setelah itu dia juga dijadwalkan untuk melantik badan pemenangan pemilu di Jambi serta serangkaian acara lainnya. Namun berita ini tidak sama sekali dipublis dalam berita3jambi.com, padahal dalam konteks ini berita ini penting untuk diketahui. Penting bagi partai Golkar dan penting juga bagi lawan partai Golkar supaya bisa mengetahui peta politik Golkar.
Sebaliknya, yang disorot justru tingkah pola ARB dan Golkar itu sendiri. Mana yang ganjil itulah yang menjadi sorotan. Ini sudah menjadi proyeksi bagi berita3jambi.com. maka hal itu yang dikejar. Dan benar saja yang dikejar itu tidaklah penting sama sekali, tapi menarik. Sangat menarik.
Menarik, karena Ical mencalonkan diri menjadi Presiden RI di tengah-tengah kontroversi Lumpur lapindo. Ditambah lagi banyaknya calon yang menjadi Ical menjadi lawan serius. Dengan isu ini orang-orang akan mudah mengolok-olok. Belum-belum orang-orang yang apatis terhadap politik, berita ini menjadi pembenaran bagi mereka atas perilaku politisi itu.
Maka
Akhirnya saya mengucapkan selamat pada Muahammad Usman yang telah mempublis berita ini. Sungguh, belum banyak reporter yang mempunyai insthink demikian, apalagi filling sejauh itu. Kebanyakan reporter hanya membuat berita yang formal dan normal dan biasa dengan bumbu-bumbu seperlunya.
*Pengamat Media Tinggal di Jambi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H