Duduklah kita di lesehan, karena kita ramai ya… kira-kira ada 4 orang, setelah semua sudah memesan, kita menunggu dan akhirnya datang minuman, lalu teman saya mengira bahwa itu minumnya ternyata belum dibuatkan dan mengambil minuman milik tamu lain, lalu mbanya berbicara seperti nada bt, teman saya ini tidak mengerti apa yang dibicarakannya, sambil bilang “Maksudnya gimana mba” secara spontan kita ber3 tertawa karena kita semua tak ada yang mengerti dan melihat jawaban teman saya tersebut.
Teman yang lain satu per satu mulai datang, sambil saya memulai percakapan tentang “Jadi kita semua nginep di kamar siapa?”. Entah mengapa kita semua menjadi penakut tak ada yang berani tidur berdua saja, kira-kira kita mufakat tak lama sejak obrolan dimulai hanya 2 jam. Kita memutuskan tidur di kamar dzikri, karena kebetulan kamar dia yang besar sekali seperti luas kantin indosiar, malam itu kita tidur layaknya ikan asin yang sedang dijemur karena 1 kasur yang biasanya diperuntukan untuk 2 orang, ini 5 orang dalam 1 kasur.
Pagi hari dibangunkan oleh suara alarm dari salah satu teman ngeselin, kenapa saya bilang dia menyebalkan? bayangkan ia men-set alarm dengan lagu metal, tetapi ia nya tidak bangun-bangun, mungkin dia fikir dengan lagu keras semua akan bangun dan langsung bikin moshpit, kan itu tak akan terjadi, pada akhirnya saya yang bangun dan mematikan suara haram tersebut.
Terbukalah pintu kamar yang langsung menghadap tembok penutup, saya tak pernah merasakan pagi sesejuk ini, hanya diam di teras untuk mengumpulkan nyawa yang sedikit tertinggal di alam tidur, hotel dengan fasilitas yang lumayan terpenuhi membuat saya ingin tinggal lebih lama, tetapi perjalanan akan terus berjalan tak berhenti disini.
Hampir jam 11 kita meninggalkan hotel untuk pergi menuju Kota Lama yang ada di pusat kota Semarang, untuk kedua kalinya tempat sangat authentic karena saya suka dengan vintage, ketika disana saya mempunyai pengalaman baru untuk masuk pertama kali ke Gereja, yaitu Gereja Blenduk.
Arsitektur di dalam Gereja Blenduk membuat saya suka banget dengan arsitekturnya yang sangat authentic, tak lama saya dan Dzikri pergi ke arah belakang gereja, dan menemukan toko yang berisi barang-barang antik, disana saya menemukan salah satunya ada kamera analog dan lukisan yang dicreate lumayan lama, panasnya Semarang membuat saya memanggil tukang es cream, tak hanya memanggil saya juga membelinya kok.
Jalan kaki saat disana lumayan banyak daripada tempat-tempat sebelumnya, selain dapat sehatnya kita juga dapet capenya, walaupun terasanya saat duduk lagi di bus, karena sepanjang jalan yang ada disana saya sambil melihat pedagang yang berjual barang bekas atau gen z bilang thrifting, dominasi dengan barang tak sedikit pakaian yang membuat mata kita harus jeli, saat melihat thrifting tersebut.
Sebelumnya senja di danau, kali ini kita menikmati senja sampai waktu magrib di Masjid Agung Semarang, adanya payung besar di pelataran masjid membuat saya flashback saat pergi umrah, di dalam ada al-quran besar yang ditulis menggunakan tangan dan itu keren banget!, seusai magrib saya tidak tau jika Menara depan masjid bisa di naiki, padahal jika saya tau pasti saya akan tetap memilih ke bis karena semua tenaga saya sudah cukup lowbat.
Malam yang saya ingin rasakan selamanya, malam terakhir di kota Semarang, alih-alih menikmati kota dengan citylight, saya ketika tiba di hotel langsung tidur karena rasanya mata seperti tidak mau terbuka, kali ini tanpa rasa takut semua tidur dengan porsinya masing-masing, saat mata saya tutup, terdengar dua suara RAAAWRRRR, suara Ravy dan Dzikri yang berupaya menganggu tidur saya, karena mereka sedang asyik bermain game.
Terbitnya matahari membangunkan saya, pagi ini terasa berbeda seperti tak semangat hari-hari kebelakang, karena ini hari terakhir sebelum meninggalkan kota yang membuat memory baru untuk saya pribadi, 4 hari tak terasa sudah dijalani di kota ini, pengalaman baru juga saya dapatkan, tak lagi mengenal sifat teman yang belum saya ketahui sebelumnya, langit biru kota Semarang siang itu seperti menemani perjalanan pulang kami.
Rasa selama perjalanan pulang tak terelakan, selain jalan-jalan saya juga banyak belajar dalam vakansi kali ini, tentang bagaimana melakukan pendekatan dengan orang baru, kebersamaan tentang tidur 1 kasur 5 orang juga tak akan terlupakan, sebenarnya kita semua punya pembelajaran sendiri tentang perjalanan ini, seluruh tenaga, waktu, uang yang kita keluarkan dalam vakansi ini terbayarkan, dengan pengalaman lapangan tak hanya sekedar teori.