mengaji. Karena kebetulan saya adalah orang pertama yang mendengar curhatan langsung dari ibu-ibu ini, maka saya lah yang dimintai untuk mulang ngaji. Dulu sekali, ibu-ibu pernah ikut mengaji di kelurahan lain. Namun berhenti karena beberapa sebab, salah satunya kegiatan tambahan: arisan. Kemudian selang beberapa waktu, jamaah mengaji itu kabarnya bubar juga karena ustadzah yang mengajar ngaji berpindah rumah, sehingga jarak tempuhnya betambah jauh.
Pada pertengahan bulan September 2022, kami di Sokola Sogan dicurhati oleh ibu-ibu di kelurahan PasirKratonKramat, Kecamatan Pekalongan Barat yang sudah lama berhentiSaya senang mendengar curhatan ibu-ibu ini. Ternyata setelah sekian tahun tidak mengaji, timbul keinginan untuk mulai belajar mengaji lagi. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk menolak keinginan ibu-ibu ini. Sehingga langsung saya iyakan saja.Â
Tampak wajah senang diwajah beliau-beliau. Kemudian langsung saja kami menentukan jadwal, durasi dan lokasi untuk belajar mengaji. Selang beberapa saat terlintas rasa risih dalam diri saya. Rasanya malu dan minder jika harus mulang ngaji ibu-ibu yang tahu betul saya sejak kecil. Karena disitulah kampung kelahiran saya. Selain itu, rasanya akan lebih baik jika yang mulang ngaji juga perempuan. Jadi kelak jika saya minta untuk ngaji kuping perkara fiqih perempuan tidak canggung.
Di Sokola Sogan, kami mengubah pendidikan gratis menjadi berbayar. Tapi, kami tidak ingin dibayar dengan uang (walaupun kami tidak menolak juga jika diberi bantuan uang untuk pengembangan sokola sogan). Kami mencoba melihat uang bukan sebagai uang. Tapi sebagai alat tukar. Jadi, kami ingin kebaikan ditukar dengan kebaikan, melalui proyek kebaikan. Tentunya disesuaikan dengan jenjang siswa kami yang beragam jenjangnya: PAUD, SD, SMP, SMA, kuliah atau anak putus sekolah.Â
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai ini semoga saya bisa menceritakan di tulisan berikutnya agar tulisan ini tidak terlalu melebar atau teman-teman bisa lihat di at sokolasogan. Untuk menjalankan program ngaji bareng ibu-ibu tadi, saya menawarkan kepada Peni, salah satu siswa kami yang berstatus sebagai mahasiswa, untuk menjadikan program ngaji bareng ibu-ibu sebagai proyek kebaikan. Alhamdulillah yang bersangkutan bersedia, Ibu-ibu juga bersedia.Â
Namun, ibu-ibu ini juga menyampaikan permohonan maaf kalau-kalau nantinya saat jadwal mengaji dimulai, ada yang masih masak, meloundri pakaian, membuat pesanan makanan online dan semacamnya. Tentu saja kami memaklumi. Belajar -apalagi belajar membaca Al Quran- itu wajib. Namun melakukan tugas rumah tangga juga wajib. Jadi, keduanya juga harus tetap berjalan.
Beberapa bulan berlalu, kegiatan berjalan. Beberapa kali saya meninjau langsung program ini. Alhamdulillah kegiatan berjalan lancar. Bahkan beberapa anak-anak juga ikut mengaji.
Hingga Sabtu, 18 Maret 2023 kemarin. Saya diberi sebuah kiriman foto acara khataman di Pantai Sigandu, Batang. Acara syukuran kecil-kecilan karena ada salah satu yang khatam sekaligus acara menyambut bulan Ramadhan. Bahagia rasanya melihat beliau-beliau ini. Apalagi saya juga dilapori kalau salah satu dari ibu-ibu ini bilang,
"Ustadzah, saiki aku bar maghrib karo ngaji dewe. Mboh rasane kecanduan pengen nderes terus."
Membaca pesan itu saya menangis. Hingga tulisan ini diketik, saya belum menemukan kata-kata yang pas untuk perasaan macam ini. Ditambah, Peni juga mengucapkan terima kasih karena sudah melibatkan dirinya diprogram ini. Sungguh hadiah menjelang Ramadhan yang luar biasa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H