Mohon tunggu...
Andhyka Dwi Kurniawan Kurniawan
Andhyka Dwi Kurniawan Kurniawan Mohon Tunggu... -

Karyawan harian lepas yang sehari-hariannya meniup peluit di trotoar (Parkir). Membaca, petualang dan gaul makanannya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengakuan Spontan dari Kesatriya untuk Bersih Diri Sang Pemimpin

9 April 2013   13:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:28 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengakuan kesebelas anggota Kopassus atas ekskutor keempat Preman di Lapas Cebongan menjadikan keterperangahan parakalangan yang pernahmenjadi korban preman. Penggiringan opini atas pelaku penyerangan penjara Cebongan mengarah kepada aparat TNI khususnya Kopassus meluluh lantakan pertahanan opini Kandang Menjangan, Kartasura.

Ketua Investigasi TNI AD, Brigjen Unggul Yudhoyono baru bekerja hitungan jam menelusuri kasus ini, tiba-tiba kesebelas anggota Kopassus, Kandang Menjangan Kartosura mengakuinya atas eksekutor keempat preman penghuni Lapas Cebongan. Alasan pengakuan, jiwa korsa. Tentunya pengakuannya ini tulus dari dalam hatinya” Daripada citra TNI khususnya Kopassus tergiring opini negative bekepanjangan, lebih baik diakuinya”. Kalau pengakuannya atas pertimbangan giringan opini, runyamlah hukum Republik ini.

Lebih runyam lagi, pengakuan kasus penyerangan Lapas Cebongan ini dimanfaatkan oleh tekanan dari Politik bersih-bersih diri, dengan alasan penegakan hukum tanpa melihat siapa yang diserang dan dibunuh. Padahal, diluar sana rakyat kecil di Jogyakarta yang pernah menjadi korban perampokan, pemerkosaan dan pemerasan bersorak menyambut baik peristiwa ini. Atas dihukumnya pelaku penyerangan Cebongan (Anggota Kopassus) pupuslah sudah harapan masyarakat untuk memiliki hak dasar keamanannya.

Pengakuan aksi penyerangan Cebongan oleh anggota Kopassus, berawal dari penggiringan opini dari kalangan yang mengarah kepada Kopassus.Padahal hal, opini ini hanya melalui sebuah analisis ekstrim, bukan analisis tematik dan fakta. Pengakuan kesebelas anggota Kopassus ini menyeret pejabat tinggi Kodam dan Kapolda harus di lepas dari jabatannya (Korban).

Lebih baik menjadi preman. Setelah berhasil melakukan perampokan bermiliyar-miliyar rupiah uang rakyat, segera laporan kepada Komnas HAM nanti akan terlindungi, dengan alasan kepingin kaya karena hal ini merupakan hak manusia untuk kaya.

Aparat penegak hukum dalam hal ini Polri, baru gencar-gencarnya menangkap Preman, siapa yang tidak kenal sepak terjangnya “Hercules”yang baru baru ini tertangkap oleh Polri. Jikalau Hercules ini laporan kepada Komnas HAM, mungkin juga akan selamat dari tuduhan preman (Meras demi isi perut).

Dukungan masyarakat atas Penyerangan Cebongan yang mengorbankan empat tahanan preman ini, merupakan kulmunasi masyarakat dari ketidak percayaan masyarakat terhadap elite politik di tanah Air. Masyarakat sudah terlalu lama tak disuguhi penampilan keteladanan kesatria dari para elite politik yang cenderung mencari kambing belang, leda-lede, dan ujungnya selalu mencari cara bersih-bersih diri. Cermin prajurit kelas bawah, mengaku bak kesatria dan bertanggung jawab.

Bukannya mendukung kekerasan dari pengalaman penyerangan Cebongan, kedua kejadian di café Hugo’s dan penyerangan Lapas Cebongan sama-sama tindakan tak terpuji. Namun, pengakuan sebelas anggota Kopassus ini perlu menjadi refleksi sang jenderal. Kesatria yang sanggup mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Masyarakat rumput bawah tentunya tersentuh atas perbuatan satriya sang prajurit kelas bawah ini, tanpa bertele-tele segera mengakuinya dan tanpa mencari kambingbelang. Kesebelas prajurit Kopassus yang mengakuinya, secara fisik mereka raksasa tetapi hatinya seorang satriya (Kumbo Karno) dia membunuh preman demi kepentingan orang banyak. Sebaiknya masyarakat juga waspada terhadap elite politik yang melakukan bersih bersih diri (Singa berbulu domba). Marilah kita belajar dari peristiwa ini sehingga ke depan tercipta kondisi yang kondusif serta saling percaya bagi kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun