Mohon tunggu...
Andika Bagus
Andika Bagus Mohon Tunggu... Dosen - Adalah seorang penulis media masa

Penulis artikel media masa

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dosen UM Mengolah Sampah Organik sebagai Media Budidaya Maggot

6 November 2023   21:29 Diperbarui: 6 November 2023   21:30 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Provinsi Jawa Timur menghasilkan 387.549 ton sampah per tahun (Pratama & Ihsan, 2017). Data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa sampah sisa makanan adalah jenis sampah yang paling banyak ditemukan di Kabupaten Malang. Pada tahun 2021, sampak total akan mencapai 60,64 persen per tahun. Sampah organik tidak hanya berasal dari limbah rumah tangga tetapi juga dari banyak organisasi, termasuk pondok pesantren. Hal ini disebabkan oleh banyaknya santri yang tinggal di pondok pesantren, yang memerlukan banyak makanan setiap hari. Seringkali, konsumsi yang disediakan tersisa, menyebabkan tumpukan sampah organik (Susanto et al., 2010). Jumlah sampah organik yang dihasilkan berdampak buruk pada lingkungan. Bahaya yang disebabkan oleh sampah organik meliputi: 1) produksi gas metana, yang dapat menyebabkan ledakan karena paparan oksigen yang rendah pada sampah; 2) menyebabkan berbagai penyakit berbahaya karena habitat hewan seperti tikus, lalat, kecoa, dan nyamuk; dan 3) menyebabkan pemanasan global karena gas metana dapat merusak lapisan ozon (Nindya Ovitasari et al.).

Sebagai lembaga pendidikan yang berbasis komunitas, Pondok Pesantren Riyadhul Qur'an memiliki kewajiban sosial untuk berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan. Data terbaru menunjukkan bahwa sisa makanan dan aktivitas dapur menghasilkan sekitar lima puluh kilogram sampah organik setiap hari di pondok pesantren ini. Tidak dikelola dengan baik, sampah organik dapat menyebabkan pencemaran air, udara, dan penyebaran penyakit. Statistik nasional menunjukkan bahwa lebih dari 60% sampah yang dihasilkan rumah tangga adalah sampah organik, yang seringkali tidak dikelola dengan sistem yang berkelanjutan. Pengolahan sampah organik pesantren saat ini masih bergantung pada pembuangan langsung ke tempat pembuangan umum atau pembakaran terbuka. Kedua metode ini menyebabkan emisi gas metana, yang merupakan salah satu gas rumah kaca yang potensinya 21 kali lebih besar daripada karbon dioksida sebagai akibat dari pemanasan global. Sebaliknya, maggot memiliki pasar yang sangat besar sebagai sumber protein alternatif, dan permintaannya sangat tinggi di seluruh dunia. Menurut studi, maggot dapat memenuhi sebagian dari kebutuhan pasar pakan ternak alternatif, yang diproyeksikan meningkat sebesar 7% per tahun. Teknik budidaya maggot modern menghasilkan produk yang bernilai ekonomi selain mengurangi sampah organik secara signifikan. Sebagai contoh, 1 kg sampah organik dapat dikonversi menjadi sekitar 0,2 kg maggot kering, yang dapat dibeli dengan harga Rp 20.000/kg di pasar. 

Salah satu pondok pesantren di Kabupaten Malang dengan jumlah santri yang cukup banyak adalah Pondok Pesantren Riyadul Qur'an. Pondok pesantren ini terletak di desa Ngasem, kecamatan Ngajum, kabupaten Malang. Setiap hari pondok pesantren ini harus menyediakan konsumsi untuk para santri sebanyak 3x dalam satu hari. Konsumsi tersebut selalu menyisakan makanan yang akhirnya menjadi sampah organik. Penumpukan sampah organik terjadi setiap hari, kondisi tersebut memberikan dampak buruk bagi lingkungan khususnya linkungan pondok pesantren. Dampak buruk akibat sampah tentu mengancam kesehatan santri, sehingga permasalahan sampah perlu diatasi dengan langkah yang tepat.

Berdasarkan itulah tim pengabdian kepada masyarakat dari Universitas Negeri Malang (UM) melakukan kegiatan pengabdian di lokasi tersebut. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk melakukan pelatihan terkait pengolahan sampah organik serta difusi IPTEK berupa mesin pencacah sampah organik. Melalui kegiatan ini diharapkan terjadi peningkatan kesadaran terkait pengolahan sampah organik, serta peningkatan penggunaan teknologi oleh santri Pondok Pesantren Riyadul Qur'an.

Andika Bagus N.R.P, M.Pd., tim dosen UM memaparkan bahwa Pengabdian dilakukan dengan metode pelatihan serta difusi IPTEK berupa mesin pencacah sampah organik. Kegiatan pelatihan dilakukan melibatkan 20 santri yang berlokasi di Pondok Pesantren Riyadul Qur'an. Pelatihan dilakukan dengan penyampaian materi terkait potensi pemanfaatan sampah organik. Selanjutnya difusi IPTEK dilakukan dengan membuat mesin pencacah sampah organik. Penilaian keberhasilan kegiatan yaitu dengan melakukan evaluasi. Indikator keberhasilan program adalah:1) terdapat pemanfaatan sampah organik menjadi produk berdaya guna; 2) terjadi peningkatan penggunaan IPTEK; 3) keberadaan budidaya maggot sebagai pakan ternak unggas. Pengabdian ini menghasilkan, yaitu: 1) peningkatan pengetahuan santri terkait pengolahan sampah organik; 2) mesin pencacah sampah organik; 3) media budidaya maggot berbahan sampah organik. Peningkatan pengetahuan santri dapat diketahui dari kebiasaan santri dalam memanfaatkan sampah organik. Santri saat ini telah mampu mengolah sampah organik menjadi media pertumbuhan maggot. Mesin pencacah sampah organik dimanfaatkan dalam membuat media pertumbuhan maggot. Media tersebut berasal dari sampah sisa makanan santri. Keberadaan mesin pencacah tersebut membantu proses budidaya maggot dengan menghasilkan media yang ideal. Selanjutnya media budidaya maggot dimanfaatkan dengan baik oleh santri untuk menghasilkan maggot yang digunakan sebagai pakan ternak unggas. Kesimpulan dari kegiatan pengabdian yang dilakukan yaitu: 1) telah dilakukan workshop pengolahan sampah organik serta terjadi peningkatan kesadaran pengolahan sampah organik bagi santri; 2) dihasilkan mesin pencacah sampah organik; 3) dihasilkan media budidaya maggot sebagai pakan ternak unggas di Pondok Pesantren Riyadul Qur'an

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun