Mohon tunggu...
Andi Josua Telaumbanua
Andi Josua Telaumbanua Mohon Tunggu... Guru - Blogger Nias

Lahir disibolga dan menyelesaikan kuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Gunungsitoli jurusan pendidikan matematika. memiliki ketertarikan dibidang sejarah,pendidikan dan tulis menulis. saat ini mengelola blog di https://www.andijosua.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menunggu Ajal di Ujung Pensil 2B

9 April 2012   09:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:50 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa jadinya ketika setiap orang di bumi ini mengetahui kapan waktu kematiaannya, maka akan terjadi krisis kepercayaan. Kekwatiran yang berlebihan akan menghinggapi semua orang atau bahkan setiap orang sudah tidak mau lagi berbuat apa-apa hanya berdian menunggu ajal. Dilema seperti itu tidaklah salah ketika dialami oleh orang yang mengetahui kapan kematiannya, namun kenyataannya hal itu justru dialami oleh generasi muda penerus bangsa ini.

Menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN) setiap siswa akan diberikan belajar tambahan bahkan bagi beberapa siswa akan secara khusus mengikuti les mata pelajaran di luar jam yang telah disediakan oleh sekolah. Disamping itu para siswa akan diberikan uji coba (try out) ujian pada waktu-waktu tertentu. Semua persiapan itu dilakukan agar siswa mampu menghadapi UAN nantinya.

Fenomena diatas merupakan hal yang sudah lumrah diwajah persekolahan Indonesia saat ini. Kelas IX (Sembilan) atau XII (Dau Belas) akan selalu dipaksa untuk fokus pada UAN. Sebab bagi persekolahan UAN merupakan bentuk nyata bagaimana sekolah itu. Semakin besar tingkat kelulusan, maka pihak sekolah akan di nilai berhasil. Meskipun untuk mencapai tingkat kelulusan itu digunakan cara-cara yan tidak tepat.

Tidak dipungkiri lagi cara-cara yang tidak tepat itu sudah menjadi langganan setiap adanya UAN. Hal itu bukan tidak diketahui oleh pihak lain seperti orang tua siswa yang berhimpun di Komite sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Tetapi kerena tuntutan tingkat kelulusan maka semua pihak tidak mempersoalkan cara-cara tersebut. Itu dapat terlihat dari sistem yang diberlakukan pada UAN. Setiap pengawas akan dilakukan pertukaran dengan sekolah lain. pengawas dari sekolah berbeda tersebut hanya akan sebagai robot pengawas yang hanya akan menegur peserta ujian ketika ribut dan bertanya pada peserta ujian lainnya. Tetapi tidak akan menegor ketika ada pihak sekolah yang memberikan jawaban UAN tentunya dengan cara yang sudah dikondisikan agar seolah-olah tidak terjadi kecurangan. Lalu jawaban itu akan berpindah-pindah ketangan peserta lain. sementara pengawas ketika melihat perpindahan bocoran jawaban itu akan bersikap seolah-olah tidak melihat. Bahkan hanya berkata, “Jangan ribut”. Bahkan dengan kondisi saat ini jawaban dikirim melalu SMS ke nomor HP salah seorang siswa setiap ruangan ujian dengan menggunakan nomor HP baru. Padahal sebelunya telah ada kesepakatan antar pihak sekolah dengan siswa yang akan di berikan SMS tersebut.

Kejadian seperti itu seolah-olah sudah menjadi hal yang lumrah dimata setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan UAN. Padahal cara-cara seperti itu adalah bibit merusak kepercayaan gernerasi muda. Ironisnya ketakutan dan ketidakpercayaan secara tidak sadar terlaksana oleh karena perbuatan pemerintah dalam pelaksanaan UAN ditambah lagi persekolahan yang secara tidak benar melakukan pendidikan. Hali itu bisa terlihat dengan peran serta pihak sekolah dalam mengisi ilmu pengetahuan para siswa. Baru ketika akan UAN semua elemen sekolah sibuk melakukan les tambahan. Peberian les tambahan itu bukan karena kebutuhan para siswa yang secara langsung diminta kepada pihak sekolah, tetapi karena ketakutan akan rendahnya tingkat kelulusan sekolah. Sehingga kalau rendah maka popularitas sekolah tersebut bisa buruk. Yang berakibat bisa menurunnya siswa baru pada tahun ajaran mendatang, disamping itu pengadaan les tambahan adalah menghindari tuduhan kesalahan kepada pihak sekolah ketika tingkat kelulusan rendah, karena tidak melaksanakan les tambahan. Bahkan ironisnya ketakutan kepala sekolah digeser dari jabatannya saat ini. Sehingga cara-cara yang tidak layak pun dipergunakan untuk mengatasi UAN tersebut.

Ketakutan yang tercipta itulah yang akhirnya membuat phisikologi setiap siswa menjadi terganggu. Sehingga siswa tersebut juga mulai untuk berpikir untuk menggunakan cara-cara yang tidak layak juga agar bisa lulus. Sehingga secara tidak sadar UAN telah merusak karakter. Maka tidak jarang ketika ada anak yang tidak lulus melakukan tindakan diluar kewajaran seperti merusak sekolah, tawuran bahkan ingin bunuh diri.

Oleh karena itu untuk menghindari hal-hal tersebut pihak sekolah harus mampu menciptakan situasi nyaman bagi para siswa yang akan menghadapi ujian nasional. Tidak perlu menakut-nakuti siswa ketika akan menjelang UAN. Berikan motivasi positip agar siswa mau belajar dan tidak memandang hina ketika siswa tidak lulus. Disamping itu setiap sekolah pasti ada siswa yang enggan belajar dimana biasanya siswa tersebut akan tercap sebagai siswa nakal atau bodoh. Kepada mereka sebaiknya diperlakuakan bagaimana layaknya memperlakukan manusia. Karena bertingkah demikian bukan keinginan mereka. Tetapi karena kondisi lingkunganlah yang membentuk karakter tersebut. Oleh karena itu sekolah memungkinkan untuk memperbaiki perilaku itu sebab lingkungan sekitar telah rusak. Ketika sekolah juga tidak mau peduli maka jangan salahkan ketika esok hari di Negara ini semakin kacau seperti seks bebas, narkoba, tawuran, pencurian dan hal-hal tidak baik lainnya terjadi semakin tinggi. Itulah sebabnya pihak sekolah harus segera merubah secar total cara-cara yang sedang terjadi saat ini di persekolah dan masyarakat juga harus mendukung usaha perbaikan tersebut dengan cara memperbaiki sistem yang ada pada masyarakat saat ini yaitu setiap orang wajib mengingatkan ketika berbuat yang tidak baik. sumber gambar :http://tentukan.com/i/debat/26c478d3cb23e707159298704fd76ea9.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun