Kondisi saat ini sudah tidak ada lagi satu lowongan pekerjaan pun yang membutuhkan minimal syarat pelamarnya serendah-rendahnya lulusan Sekolah Dasar (SD). Bahkan untuk menjadi seorang prajurit tamtama pun yang pada syarat-syaratnya hanya membutuhkan sebuah ijazah Sekolah Menengah Pertama(SMP) pun banyak dilamar dengan mengunakan ijazah Sekolah Menengah Atas(SMA). Di tempat kerja lain saat ini untuk mengapatkan pekerjaan hanya dengan bermodal lulusan SMA bukanlah hal yang sangat mudah. Untuk menjadi seorang tukang bersih-bersih kantor pun harus terlebih dahulu memiliki ijazah SMA. Yang sangat ironisnya di birokrasi pemerintahan bahkan nyaris tidak menerima lagi seorang dengan lulusan SMA untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. Sehingga banyak para sarjana yang ditempatkan sebagai juru ketik bahkan sebagai pengantar surat. Menjadikan ilmu yang didapatkan selama dibangku kuliah menjadi sia-sia.
Dari hal diatas dapat dilihat telah terjadi pergeseran kegunaan bangku pendidikan yang semula untuk memperkaya ilmu pengetahuan guna kepentingan orang banyak menjadi sekedar mencari ijazah untuk melamar pekerjaan. Meskipun disiplin ilmu yang dimiliki tidak dipahami namun bangga menggunakan gelar tersebut.
Menilik persekolahan saat ini yang tidak pernah lepas dari sebagai yang utama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan menjadi beban yang berat bagi penyelenggara persekolahaan tersebut. Apalagi program pendidikan secara nasional tidak pernah bisa secara bulat-bulat diterapkan di persekolahan di daerah. Meskipun untuk mengakomodir itu di buatlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memberikan otonomi bagi setiap satuan pendidikan di daerah untuk membuat program pendidikannya tersendiri dengan tidak lari dari program pendidikan secara nasional. Tetap tidak memberikan solusi dalam peningkatan kualitas pendidikan didaerah.
Padahal pola pikir masyarakat saat ini hasil dari sekolah sekurang-kurangnya memiliki selember ijazah. Kemudian ijazah itu akan di pergunakan untuk mencari pekerjaan. Sementara itu lapangan pekerjaan saat ini menuntut pendidikan formal setinggi-tinggidengan dibuktikan ijazah. Itulah sebabnya perlu diadakan pengurangan ijazah pada jalur pendidikan di Indonesia.
Namun sebelum melakukan hal tersebut terlebih dahulu diperkecil tingkatan persekolahannya. Dengan cara : seandainya di sebuah kabupaten kota ada 10 Sekolah Dasar dan (SD) 5 Sekolah Menengah pertama (SMP) dan 3 Sekolah menengah atas. Jika setiap sekolah memiliki siswa kelas 6 sebanyak 10 orang maka ketika lulusan itu akan melanjut dilakukan perengkingan secara menyeluruh. Selanjutnya jumlah lulusan itu dibagi rata senbanyak jumlah SMP yang ada dengan mengitukti urungan perengkingan demikian halnya juga dengan melanjutnya ke SMA.
Pemberlakuan demikian sebenarnya hanya menyelaraskan apa yang sudah berjalan selama ini yakni untuk meneyebutkan kelas 1 SMP sudah menjadi kelas 7. Itu artinya persekolahan itu berlanjut secara terus menerus. Dengan demikian memberlakukan Ijazah 1 untuk 12 tahun tidaklah hal yang menyulitkan.
Keuntungan dengan memberlakukan itu adalah anggaran untuk pencetakan ijazah bisa dialihkan untuk keperluan lainnya. Disamping itu pungutan liar yang sering terjadi saat penerimaan ijazah akan terminimalisir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H