Pagi yang cerah, ada kegalauan dan kegelisahan yang menyelimuti hati sejumlah pemuda untuk menata masa depan yang masih misteri keadaannya. Tetapi saya menyakini bahwa sebenarnya apa yang kita lakukan hari ini akan berdampak untuk hari esok.
Sore kemarin tepat pada hari juma’at, sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berkumpul bersama di depan bundaran kampus Universitas Mataram (Unram). Lelaki-perempuan bersatu padu dengan tekat dan tujuan yang sama yaitu ‘PELAJARAN DAN PENGALAMAN’. Kita berangkat mengunakan bus pariwisata, dalam bus kita canda riang bersama, ada yang masih memperkenalkan diri, bercanda, menghibur, dan sebagian diam menutup diri. Sepanjang jalan, ada pemandangan yang menarik untuk tidak terlewatkan, jalurnya berlika-liku, tanjakan, tingkungan, hutan, laut mengisi mata yang mulai lelap.
Hampir 98 menit dalam perjalanan, bus itu menekang gasnya terlalu cepat. Padahal pemandangan masih indah untuk di pandang, kita tiba di Sekotong tempat kegiatan kemah Seni Aktivis. Semua turun dari bus itu, satu persatu berbaris rapi mengisi absen. Sejujurnya saya bingung sendiri, barang kali juga kalian, sebab tempatnya bukan pantai atau gunung yang biasanya organisasi lain mengkaderkan anggota baru. Tetapi melainkan kebun di bawah belahan gunung. Teman-teman jalan menuju tenda yang di arahkan oleh panitia penyelengara. Ada korlap yang mengatur arah jalan.
Kita sama-sama duduk santai, melepaskan lelah dalam perjalanan panjang itu, sedangkan kaka senior masih mengurus dan memasang tenda baru. Jumlah kita memang banyak ketakutanya tidak cukup satu untuk tidur.
Di hari pertama, kita duduk berkumpul makan bersama. Makan enak, nasi praktis kisaran harga 10 ribu di kota mataram. Setelah itu di sungguhkan kopi dan rokok. Kita menikmati kehijauan alam di sekitar, sejuk, nyaman juga tenang.
Tidak semua diri mengetahui nama teman-teman, setelah sholat magrib bersama, kita di suruh berkumpul di paruga rumah kosong, satu persatu mulai bicara memperkenalkan dirinya masing-masing, riuhnya penuh semangat, ada kata pengantar yang mengetarkan jiwa sebelum mengucapkan nama-namanya itu.
Senja sudah selesai, bintang dan bulan nampaknya sudah siap mengisi kekosongan langit. Awam tidak terlihat lagi, begitupun pelangi. Malampun mulai gelap, cuaca mulai tidak bersahabat, petir-angin dan hujan menakuti rasa. Rintitan hujan jatuh membasahi tanah, aromanya menghilhami keindahan, sebab kita masih asik, menikmati kebersamaan atas hujan yang semakin mengguyur deras.
Malam pertama yang romantis, malam ini kita di ajarkan pengenalan gerakan seni aktivis sesuai isi materi yang di sepakati oleh panitia. Materinya ngawur, namun cukup tegang karna kebingungan, tapi asik menarik untuk di simak. Satu-persatu mulai bertanya dan pertanyaan tidak jelas tertuju pada konsep. Tapi tidak apa-apa, sebab saya percaya bahwa kita sama-sama di lahirkan pada kebodohan.
Terus mengalir, membedah perbedaan untuk di kelompokan. Tidak mengenal latar belakang, agama, ras, dan suku. Anggotanya tidak hanya di pulau Lombok, ada yang dari pulau Sumbawa, NTT dan Nusa-Bali. Setelah mengisi materi, hingga pukul 22.35 AM. Rasanya mulai lelah karna belum tidur siang. Tetapi semangatnya masih luar biasa. Hanya sebagian yang lelap. Lelaki kesatria masih setia diskusi. Membuka diskusi lepas dengan topic apa saja yang penting jelas mengarah ke persoalan yang sering kita jumpai dan rasakan bersama.
Malampun semakin larut, hujan juga belum berhenti. satu persatu kita bergerak mengambil tas untuk alas kepala sebagai bantal sementara. Tidur berbarengan di paruga mami itu.
Hari kedua, kita di bangunin begitu pagi. Di suruh cuci muka, senam dan mandi. Langit pagi sekotong begitu cerah, kita menikmati kesejukan alamnya. indah..sungguh menawan. Setelah mandi, harum bersih dan segar. Kita sarapan pagi bersama seperti nasi kemarin, praktis dan megah. “Mikir Anak KOS”. Hehehee