Mohon tunggu...
andi herawati
andi herawati Mohon Tunggu... tenaga pengajar dan editor jurnal kanz philosophia -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Peran Keindahan dalam Kehidupan Manusia

26 Maret 2016   12:03 Diperbarui: 26 Maret 2016   12:28 1568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentingnya Keindahan dalam Kehidupan Manusia dari Sudut Pandang Spiritualitas

 

 

Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan

 

Di kehidupan yang serba chaos, berantakan ini, tak heran jika kita akan selalu merindukan keindahan di sekitar kita, entah itu dari sudut yang nampak, suasana hati atau yang cukup untuk melegakan perasaan dan hati kita. Manusia tidak akan bisa lepas dari keindahan dan merindukan keindahan, sebagaimana Tuhan itu Indah dan mencintai keindahan. Memang memaknai keindahan akan sangat kompleks karena keabstrakan dan keluasannya, tetapi di sisi lain ia juga sangat jelas dan nyata. Mari kita lihat bagaimana keindahan dan perannya sebagai kekuatan kreatif (creative force) ataupun dari sisi praktis sehari-hari.

Sebagai kekuatan kreatif, Keindahan membantu manusia memutuskan sekat-sekat intelejensinya atau pikiran diskursifnya menuju kehampaan, yang menjadi tujuan dari setiap suluk atau perjalanan spiritual. Dikatakan bahwa keindahan menjadi esensial bagi kehidupan spiritual karena ia membantu memutus rajutan benak diskursif dan menembus usaha ego dalam merajut jubah lain bagi dirinya agar keluar dari benang-benang doktrin. Dengan nafas kedermawanannya, keindahan mampu melunturkan sikap kaku dan tertutup dari ego diri.[1] Dan tentunya ini bukan pekerjaan yang mudah sebab sifat ego, sentimen, merupakan tabiat manusia yang sukar untuk diluluhkan (baca: transformasi). Ego selalu punya caranya sendiri yang licik dan halus untuk selalu nongol.

Keindahan dari aspek tertentu juga sangat erat kaitannya dengan cinta. Banyak Sufi mengungkapkan keterkaitan ini dalam karya mereka. Salah satunya adalah al-Ghazali yang dalam karyanya Kimia Kebahagiaan merelasikan keindahan dan cinta, dimana ketika cinta memiliki peringkat, maka demikian pula dengan keindahan. Dan jika Tuhan mencintai keindahan, tentu keindahan yang dimaksud adalah keindahan yang berkaitan dengan tujuan-tujuan ilahiah penciptaan. Merujuk pada hadis yang sering disitir oleh para Sufi “ Aku adalah harta tersembunyi, aku cinta untuk dikenal”, cinta yang dikaitkan dengan harta karun tersembunyi adalah pengetahuan (‘ilm) Tuhan yang tak terhingga. Karena itu keindahan, sebagaimana pengetahuan yang bertingkat, juga memiliki peringkat.

Dan bagi mereka pembicaraan tentang keindahan adalah pembicaraan tentang cinta, begitu pula sebaliknya. Aspek dari keindahan, dalam Tuhan, sangat primer dalam konteks cinta spiritual. Cinta mengimplikasikan hasrat memiliki dan penyatuan. Dalam makna langsungnya, mencintai Tuhan, jika bukan berarti menginginkan untuk memiliki-Nya, setidaknya menginginkan mengalami kehadiran-Nya dan kasih-Nya. Akhirnya, berhasrat bersatu dengan-Nya sebagai puncak tertinggi dari keindahan.

Kecenderungan ini juga membantu kita mengungkap bagaimana keindahan sangat dekat dengan aspek pemujaan dan kecintaan. Hal ini menantang dan sering disorot oleh para penulis Sufi melalui ekspresi puitis mereka. Sebagai contoh, salah satu perangkap tersebut dengan sangat indahnya diungkapkan oleh Syekh Abū’l- Hasan Najjār (seperti yang dikutip oleh seorang penyair besar, Jāmī), ketika ia mengatakan bahwa:

Setiap orang sebenarnya adalah penyembah berhala, yaitu menyembah yang tercinta (ma’syūq). Ketika musim semi adalah idolaku, itu berarti aku mencintai musim semi. Ketika musim panas datang dan semua bunga-bunga bermekaran, aku terdorong untuk melihat bunga-bunga untuk menenangkan mataku. Ketika aku pergi ke Gazargah [taman bukit indah di luar Herat], maka aku menyaksikan bunga tulip yang indah di berbentuk cangkir, dimana tidak ada lagi yang lebih indah darinya.

 Meskipun penekanan estetis dihasilkan dari kemungkinan adanya pemberhalaan tersebut, penekanan ini bermaksud berhati-hati terhadap setiap godaan yang menyertainya dengan cara menolak semua hiburan inderawi seperti kaum estetisisme. Namun, perspektif gnosis mendasarkan diri pada fakta bahwa kesenangan meski demikian dapat menjadi pembuka kepada intuisi kebenaran dan memperdalam kebajikan. Walaupun di sisi lain kesenangan yang membawa manusia dekat pada Tuhan tidak cukup mendalam dibandingkan penderitaan, dan mungkin dalam beberapa hal lebih intensif. Ketika seseorang dirundung masalah, kemudian ia mampu keluar dari masalah peliknya itu, maka di satu sisi penderitan itu akan lebih mudah diingat, di samping itu dia juga sebenarnya menyaksikan bagaimana keindahan itu bekerja. Penyaksiannya terhadap penderitaannya dan keberalihannya pada sesuatu yang lain akan memberikan cahaya keindahan di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun