Inspirasi yang memicu kesadaran bisa datang dari mana saja. Kesadaran itu bisa berefek manfaat pribadi, pula bisa menjadi penemuan atau gerakan sosial yang menggugah. Berangkat dari inspirasi, kampanye Less Plastik telah  saya galakkan dalam komunitas hobby Bantaeng Runner Community (BRC) dimana saya menjadi penggiatnya. Gerakan diet plastik ini bermula hanya karena melihat gapura yang bertuliskan pesan singkat yang menurut saya keren.
Beberapa tahun belakangan, saya sudah memahami dampak sampah plastik. Tiga tahun lalu saya sudah memulai untuk mengurangi plastik mulai dari diri sendiri dengan membiasakan menolak kantong kresek dari toko, mengangkat sampah dari got untuk mencegahnya menuju ke laut serta membuat beberapa kreatifitas dari kemasan plastik.
Saya kalah, semakin saya berupaya menguranginya semakin menyerbu sampah-sampah polimer itu. Sampah yang akan menjadi ancaman utama lingkungan di abad millennial ini. Jika pohon bisa direboisasi setelah terlanjur dibabat, plastik hampir mustahil dapat dihilangkan dalam jangka ratusan tahun lamanya. Dibakar pun Ia akan berubah bentuk menjadi nano plastik yang menyebarkan racun di tanah dan udara. sangat sedikit plastik yang dapat didaur ulang.
Tanaman, binatang laut, burung bahkan manusia akan mudah terpapar polusi plastik ini dan akan menjadi penyebab penyakit kanker bahkan kematian yang ngeri akibat ulah ceroboh manusia sendiri  yang pada statusnya berada dipuncak siklus rantai makanan.
Berungkali saya menyarankan untuk mengurangi plastik, bahkan kepada keluarga sendiri tetapi tidak mencipta efek signifikan. Faktornya adalah kesadaran, sebab biasanya manusia baru tersadar setelah mengalami dampaknya secara langsung. Seperti ketika saya mulai tersadar untuk berhenti merokok, sebelum dampak penyakit menggerogoti.
Hingga pada suatu waktu saya menemukan pencerahan. Momentum itu saat saya mengantar Si Sulung mengurus administrasi perkuliahannya sebagai calon mahasiswa baru di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.
UMI menyambut mahasiswanya dengan kemasan acara yang menarik. Ruang auditorium Al Jibra sebagai tempat mengurus berkas, siang itu (29/07), didesain begitu nyaman. Kursi-kursinya diatur berkelompok diruangan yang sejuk. Panitianya begitu ramah mengatur ratusan mahasiswa yang hendak melengkapi berkas pendaftaran ulangnya. Semua teratur.
Mahasiswa tidak depresi karena urusan kertas-kertas administrasi sebab terdapat slide besar yang menampilkan informasi tentang UMI dan lagu-lagu yang menarik. Panitia penerimaan juga menyiapkan kopi dan teh yang dapat diseduh sendiri.
Di luar ruangan, tepat di pintu masuk terdapat gapura cantik yang bertuliskan "say no to plastic". Yah, UMI menyambut mahasiswanya sekaligus menegaskan kepada mereka bahwa kampus swasta terbesar di Indonesia Timur itu adalah kampus yang nyaman, menganut budaya bersih dan cinta lingkungan. demikian kesan pertama saya.
Benar saja, putri saya membeli 2 gelas minuman dingin di cafe shop yang memang sengaja disiapkan di tempat itu. Cafe yang didesain dalam mobil box keren itu menyiapkan minuman dalam wadah gelas yang terbuat dari kertas yang dapat terurai. Tidak disiapkan pipet plastik.