Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilihan Diwakili!? Semua yang Logis Seolah Bengkok

2 Oktober 2014   18:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:39 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Segelas kopi pagi ini, serasa cukup melepas galau atas penatnya jiwa menyaksi egoisme politik diberbagai media. Kini babakan pertarungan berikutnya dimulai. Para wakil rakyat di DPR saling ngotot maraih pimpinan DPR/DPD. Seteguk kopi hitam manis, membawa benak ini menjelajah, menyapu segenap rasa marah karena demokrasi seperti telah dibajak oleh segelintir orang yang terhormat. logika saya merasa terhina setelah pilihan langsung rakyat dinilai oleh mereka lebih buruk daripada pilihan tak langsung oleh DPRD.

Kini saatnya untuk saya berusaha memulai berpikir logis setelah berapa hari lalu semua yang logis seolah bengkok, kala DPR memilih pilkada tidak langsung. Semakin saya berusaha menerima putusan Paripurna DPR sebagai konsekwensi demokratis atas fungsinya sebagai pembuat regulasi, semakin pula keras penolakan di benak dan hati ini. Matahari yang sudah sebulan ini bersinar amat terik, seolah turut menjadikan jiwa ini kerontang, berdebu.

"........dipilih secara demokratis" sebagai penggalan pasal dalam UUD 1945 yang diterjemahkan bebas untuk juga bisa dimaksudkan sebagai pilihan perwakilan, tidaklah menjadi soal bagi saya karena memang bisa dipersepsi liar tergantung kepentingan masing-masing. Logika ini hanya berkata, semudarat apakah pilihan langsung itu-mengapa ditolak. Bukankah praktek pemilihan perwakilan di masa Orde Baru telah diprotes habis-habisan, sebagai ibarat politik dagang sapi ?

Sarat politik uang, demikian salah satu alasannya. Pertanyaannya, siapa yang mengajari dan memberi mereka uang untuk pilihan tertentu. Apakah rakyat memintanya? Lantas, kalau DPRD yang memilih, apakah politik uang itu hilang? Sangat tidak bisa dijamin. Rakyat jikalau tidak diberi uang politik, tidak mungkin merampok calon yang akan dipilihnya. Kita sementara bergerak ke arah pendewasaan politik, setelah bertahun-tahun lamanya kepala desa dalam strata pemerintahan paling bawah telah dipilih langsung oleh rakyat.

Pemilu Mahal, juga menjadi alasan kenapa pilkada kata mereka lebih baik dipilih DPRD. Pemilu memang mahal, tapi halal. ratusan,bahkan ribuan KPPS yang juga adalah rakyat, direkrut untuk melayani pemilih menjadi porsi pembiayaan terbesar dalam pilkada. kertas suara adalah porsi pembiayaan terbesar kedua. Tidakkah semua pembiayaan itu bersumber dari APBD? dari pajak rakyat sendiri, tidakkah mereka layak untuk berpesta tiap lima tahun untuk memilih pimpinan mereka yang dikenal dan dapat meningkatkan APBD untuk kesejahteraan mereka? Saya khawatir, kelak rakyat akan sulit mengenal pemimpinnya dan harus disosialisasikan lewat kurikulum sekolah.

Rusuh, konflik horisontal. Demikian,  yang juga dijadikan alasan oleh mereka kenapa pilkada lewat DPRD itu lebih baik. Berapa persenkah fakta rusuh itu terjadi. Lantas benarkah melalui DPRD rusuh itu tidak terjadi? Faktanya, pengerahan massa akan lebih banyak dilakukan oleh calon untuk menekan DPRD pada saat sebelum pemilihan lansung di masa Orde Baru lalu. Toh, jikalau terjadi rusuh di pilkada langsung, siapa pemicunya? Tidakkah para elit yang harus dewasa berpolitik, menang kalah konsekwensi pilihan karena rakyat telah lebih dulu mahir memilih langsung para kepala desa mereka.

Alasan berikutnya, banyak PNS yang dimuatasi karena "salah memilih". Nah, ini tugas Mendagri yang mengusulkan pilkada tidak langsung ini. Sesuai aturan, aparatur negara harus netral, tidak berpolitik. Mungkinah mereka dimutasi, jikalau kerahasiaan pilihan itu terjaga? Sebagai pelayan rakyat, birokrat sesuai sumpahnya mengikuti siapapun gubernur, bupati/walikota terpilih.Ada kepentingan apa mereka berpolitik atau dipolitisasi?

Nah, tentu pembelaan ini juga akan dibantah oleh mereka yang sepakat diwakilkan suaranya oleh para legislator. Apapun itu, politik indonesia kini terpola menjadi dua arus, imbas pemilu presiden baru lalu. Media, juga sudah terpola menjadi dua, sama kuat. Semua membingungkan, mengotak-atik nalar kita untuk berseteru. Pada saatnya nanti, kita akan sulit mempercayai informasi yang benar, kecuali hati yang bijak mengolahnya dengan benar.

1412223746957542196
1412223746957542196
Simulasi Elektronik Voting di Bantaeng Image: http://www.koran-sindo.com/node/309044

Ditempat saya, salah satu kabupaten kecil di Sulawesi Selatan, kami telah mejalankan Pilkada langsung untuk pemilihan pemilihan bupati setahun yang lalu. Pilkada berjalan damai, tanpa kerusuhan. Sehari setelah pemungutan suara berlangsung, semua seolah senyap, para pemilih yang berdaulat itu kembali menjadi rakyat  biasa-menjalani pencarian nafkah mereka tanpa terganggu dengan hiruk pikuk demonstrasi menolak Pilkada.

Pemilukada Berlangsung jujur tanpa kecurangan, rakyat dan peserta Pemilu menerimanya dengan baik tanpa harus menepuh gugatan di MK. Money politik, sama sekali nihil laporan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun