Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penculikan dan Kekerasan Lima Anak di Bantaeng Belum Tentu Diperkosa

18 Juni 2011   04:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_114643" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi, Sumber: http://www.fajar.co.id/read-20110306201911--korbannya-anak-di-bawah-umur"][/caption] Small and Beautiful, salah satu gelar yang dilekatkan pada kecantikan alam Kabupaten Bantaeng. Sebagai orang yang bermukim di kota kecil yang hanya seluas 395,83 m2 ini, saya cukup bangga dengan citra mungil nan cantik itu. Miriplah dengan boneka tweety. Seperti dalam karakter serial kartun Looney Tunes. Burung kenari kuning kecil ini, begitu digemari anak-anak.

Kini, anak-anak di Bantaeng terancam. Para orang tua resah berkepanjangan. Lima bulan terakhir ini, terjadi 5 kali rangkaian penculikan yang diikuti dengan kekerasan terhadap anak perempuan. Korban pertama terjadi di Bulan Desember 2010. Bocah kelas tiga SD itu diculik 02.00 dini hari. Kejadian selanjutnya terjadi di bulan Februari, Maret, April dan Mei 2011 dengan modus operasi yang sama.

Korban anak yang diculik rata-rata berusia 7-8 tahun. Bahkan yang paling menggemparkan serta mendapat perhatian media secara nasional adalah kejadian terakhir, dimana korban adalah Bayi berusia 8 bulan. Suci (bukan nama sebenarnya), diculik sekitar pukul 03.30 saat tidur bersama ibunya. Korban baru ditemukan sore, esok harinya. Pelaku mengikat bayi perempuan mungil itu di bagan nelayan, tengah laut. (Berita, di SINI)

Kabar yang beredar di media, semua korban diduga diperkosa, karena (maaf) alat vitalnya mengalami pendarahan. Sesuatu, penting untuk saya diluruskan bahwa sampai saat ini belum ada keterangan resmi bahwa bayi dan korban lainnya itu diperkosa atau tidak. Seorang wartawan teman saya mengingatkan, bahwa jangan sampai kata ‘diperkosa’ memperkeruh situasi . Ia juga meminta agar nama korban sebaiknya diinisialkan.

Saya sepakat dengan adanya dukungan di tweeter ataupun media jejaring sosial lainnya untuk membantu korban, karena memang  semua orang tua korban kurang mampu. Tanpa menafikkan niat mulia inisiator untuk membantu korban, tetapi dengan menyebut nama aslinya di media, saya rasa kurang bijak. Penyebutan nama tanpa inisial untuk kasus ini, serta penyebutan kata ‘diperkosa’ bisa berefek psikologis dan sosial bagi korban si anak dan kerabatnya.

[caption id="attachment_114648" align="alignright" width="338" caption="Ilustrasi, http://www.rca-fm.com/2011/"][/caption] Entah, apakah penyebutan nama asli korban itu telah memenuhi kaidah jurnalistik, saya kurang paham. Karena bahkan situs resmi Komisi Kepolisian Indonesia dan beberapa media terkemuka lainnya, juga memuat berita dengan menyebut nama asli bayi malang yang diperlakukan keji itu.

Tentang berita yang menyebut  korban diperkosa, saya rasa juga terlalu dini. Belum ada pengumuman resmi hasil visum tentang apakah anak diperkosa atau tidak. Saya juga kurang paham, kenapa pengumuman itu tidak dikeluarkan, sementara korbannya sudah lima dan semuanya diopname di rumah sakit. Dua diantaranya di rujuk ke rumah sakit regional di  Makassar, karena harus dioperasi.

Harian Fajar Makassar pernah memuat, bahwa alat kelamin korban diduga diiris silet atau benda tajam lainnya. Berita juga  menyebutkan, bahwa darah  si anak ditampung dalam botol air kemasan. Dari caranya, pelaku sepertinya menjadikan korban sebagai tumbal ritual kebatinan. walau kebenarannya belum terverifikasi, yang pasti polisi hingga kini belum memastikan siapa pelakunya.

Kejadian Terus Berlanjut, Apa kerja Polisi?

Memang  Polres Bantaeng telah menetapkan seorang tersangka pada bulan April 2011 dan telah ditahan di Markas Kepolisian Daerah Sulselbar. Penahanan tersangka membuat warga sejenak merasa lega, tetapi setelah penangkapan itu, terjadilah penculikan bayi 8 bulan itu. Kejadian itu kembali membuat gempar dan mengundang perhatian banyak orang.

Jikalau memang yang tertangkap adalah pelakunya, kenapa terjadi penculikan berikutnya. Mungkinkah polisi salah tangkap, atau bisa pula terjadi rangkaian penculikan itu adalah sindikat dari pelaku yang bisa jadi gerombolan murid bejat yang sementara berguru ilmu hitam. Sangat tidak rasional memang, tetapi semuanya bisa terkuak jikalau aparat yang berwenang bisa segera menangkapnya.

Sebagai warga yang bermukim disekitar kejadian dan memiliki dua putri kecil, tentu resah dan juga jengah dengan kinerja polisi. Terlepas, dari sinyalemen pelaku memakai ilmu hitam yang bisa berubah bentuk dan menghilang, yang pasti pelakunya adalah manusia yang memiliki sidik jari, DNA dan jejak yang sama dengan penembak polisi atau pelaku bom yang bisa begitu cepatnya ditangkap. Bisa juga pelaku adalah pengidap pedofilia.

Kejadian seperti di Bantaeng, pernah terjadi di Bali. Melalui laut, Bantaeng hanya berjarak 10-11 dari Pelabuhan Tanah Ampong Karangasem Bali, jauh lebih dekat jika kita berangkat dari Pelabuhan Soekano Hatta Makassar. Pelaku di Bali, korbannya sampai 6 orang. Setelah pelakunya ditangkap, Ia tak mirip dengan sketsa yang disebar polisi. Berita juga menyebutkan, bahwa pelaku tidaklah sementara menekuni ilmu hitam.

Rata-rata korban bermukim di pesisir, atau pinggiran kanal. Korban ke 4 dan terakhir di bawa ke tengah laut. Rata-rata korbannya berumah kayu semi permanen dan mudah dibobol. Pelaku rata-rata kurang mampu. Sebagai orang yang kurang mengerti strategi penyelidikan, saya hanya menduga bahwa pelakunya tahu seluk beluk laut, karena lihai mengemudikan perahu kecil bermesin, saat tengah malam.

[caption id="attachment_114646" align="aligncenter" width="640" caption="Sekitar penculikan terakhir, Tepian Pantai Lambocca, Bantaeng. Rumah Pangggung sasaran penculik "][/caption] Hanya nelayan yang ahli mengendarai perahu tengah malam, selain nelayan, bisa juga orang yang memang sudah mempelajari dan menghapal lokasi sejak lama. sebagai orang yang hobbi memancing, siang hari pun saya tidak bisa mengoperasikan perahu, karena sepanjang pantai telah dipenuhi tanaman rumput laut atau lamun. Perahu hanya bisa dijalankan di lokasi sempit di antara lamun tersebut.

Sampai hari ini, para ibu di Bantaeng khawatir, dan para Bapak mengelar aktifitas jaga tiap malam. mendadak pos ronda tumbuh bak jamur di musim hujan, penjual kartu domino sedikit tersenyum, tetapi bos saya di kantor,tersenyum kecut karena saya hampir tiap hari terlambat.  Siapakah yang bisa bangun pagi, kalau tidurnya pagi.

Kami di Bantaeng, sangat berharap dukungan untuk mendesak pihak kepolisian agar segera menangkap pelaku, karena jikalau tidak, amukan massa salah sasaran yang pernah terjadi di Bantaeng bulan April lalu akan kembali berulang. 12 Korban dalam satu mobil dihakimi massa, satu diantaranya tewas karena di curigai penculik anak.  Nah, semakin berat kan tugas polisi!?.

Bantaeng, 17 Juni 2011

*) Bagan adalah kerangka bambu yang di tanam nelayan di laut, untuk memancing ikan datang dan bersarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun