Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

One Day No Rice dan Fakta Menarik Bangau Sandhill

13 Oktober 2010   14:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:27 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bruce Larson menunjukkan fakta menarik brung bangau Sandhill dalam bukunya Wind and Fire: “Burung-burung besar ini, yang terbang menempuh jarak jauh melintasi benua-benua, memiliki tiga kualitas menonjol. Pertama mereka menggilir kepemimpinan. Tidak ada seekorpun burung berada di depan sepanjang waktu. Kedua, mereka memilih pemimpin yang bisa mengatasi gejolak angin. Dan yang ketiga, sepanjang waktu ketika seekor burung memimpin, lain-lainnya menyuarakan persetujuan”

(Dikutip oleh John C. Maxwell dalam bukunya: Mengembangkan Kepemipinan dalam Diri Anda)

[caption id="attachment_288694" align="aligncenter" width="500" caption="Bangau Sandhill: Flight of freedom over fertile fields!"][/caption] One Day No Rice, jargon kampanye yang keren, setidaknya penempatan kata-katanya runtut dan selaras. Sebagai orang yang senang dengan tagline atau jargon baru barusan kali ini, ada jargon yang paling lucu sedunia. Lucu, bukan karena bahasa Inggris saya jongkok, tetapi lebih pada kesan yang diciptakannya pada diriku pribadi. Ada kebiasaan buruk saya, yang perlu aku ungkapkan kali ini. Saya punya kebiasaan menonton di depan tivi sambil makan. Malam itu, TVone memberitakan kampanye pemerintah dengan tagline di atas. Sontak saya tersinggung. Bukan apa-apa, saya sementara makan dengan nasi, beras Ciliwung yang harum itu. Indomie beracun saya sudah singkirkan jauh-jauh, berganti sayur bening yang nikmat. Makanku pun sampai berkeringat pertanda nikmat dan sedikit rakus. Eits, saya menjadi tercekak dengan One Day No Rice itu. Saya merasa tangan saya dipukul sebelum sendok sampai ke mulut oleh Mulyono Machmur, Kepala Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan, yang di wawancarai malam itu. "Kita bangsa yang paling besar mengkonsumsi nasi," kata Pak Mulyono. Lha, memangnya kenapa Pak, kalau kita pemakan nasi terbesar di dunia. Saya bertanya membenak, sambil meletakkan piring saya. Saya menghargainya, dengan menunda makan semenit dan melototi tivi sambil malu-malu kucing.(Berita Di SINI) Beliau melanjutkan, "Berdasarkan data yang ada tingkat konsumsi beras/nasi per kapita orang Indonesia per tahun mencapai 139 kg, sementara rata-rata konsumsi beras dunia per kapita per tahun hanya 60 kg. Bila mengacu dengan Jepang, konsumsi beras masyarakatnya per kapita per tahun rata-rata hanya 60 kg, Malaysia 80 kg, dan Thailand 90 kg." Ooooo, begitu toh Pak, saya mengangguk-angguk tanda tidak paham. Makan nasi saya lanjutkan, saya jadi membenci kampanye One Day No Rice , Camkan itu !. Baru saja ada berita Indomie beracun, tiba-tiba ada kampanye dilarang makan nasi. Biasanya kalau tidak ada nasi, saya makan Indomie. Roti saya tidak doyan, apalagi sushi, ikan mentah itu. Roti makanan kompeni dan Sushi makanan Nippon. Walau sehari, ini menyinggung perasaanku. Bantaeng daerahku surplus beras, dengan lahannya yang tidak begitu luas. Sulawesi Selatan di tahun ini sukses over stock beras 2 juta ton. Sebuah pencapaian yang luar biasa. Gubernur Syahrul Yasin Limpo, pernah geram kepada pemerintah pusat yang memproteksi mengekspor beras Sulsel ke luar negeri, menurutnya ini sangat mengganjal perkembangan usaha pertanian di Sulsel. Gubernur yang menang pilkada karena tagline Don't Look Back ini, menganggap larangan tersebut sangat tidak adil, apalagi ditengah stok beras nasional yang aman. Apa kompensasi yang diberikan pemerintah pusat terhadap rakyat Sulsel, itu tidak jelas. Padahal, Sulsel sudah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pangan nasional. Berita ini di kabarkan bulan Desember 2010 lalu. (Baca Di SINI). Otakku keram, karena lucunya kampanye pemerintah ini. Saya mengabaikannya dengan menjadi rakyat yang tidak patuh. Ini contoh tidak baik. Tapi, setelah dipikir-pikir memang kampanye keren ini berada di momentum yang salah. Waktunya juga singkat, barusan berlalu bulan puasa kenapa tidak disitu saja dikampanyekan, dengan menganjurkan umat Islam makan kurma-selama satu bulan penuh. Sebelum dikampanyekan hal ini, rakyat Indonesia sudah banyak yang melakukannya. Bahkan ada yang berhari-hari tidak ketemu nasi. PALING sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan saat ini, di antaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman kelaparan ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak, seiring dengan Mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp 30.000,00. Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Ini data lama, dipublish tahun 1996 oleh Badan Pusat Statistik. Otakku tidak lagi keram, tetapi kini hatiku yang semakin geram. Ada lagi: Sekitar 50 persen dari total penderita kelaparan kronis tersebut adalah anak-anak. Data Food and Agriculture Organization (FAO) 2006 menyebutkan, 350 hingga 450 juta anak menderita kelaparan kronis di dunia, 13 juta diantaranya adalah anak Indonesia. "Kelaparan atau kurang gizi merupakan penyebab utama kematian di dunia, melebihi AIDS, Malaria, dan TBC," ini menurut Bradley Bussetto direktur FAO di tahun 1997, sebagaimana diberitakan Tempo Interaktif. Otak dan hatiku kini, menggerakkan gigiku gemeretak. Kalau dengan alas an ini pemerintah melarang kita, sehari saja untuk mengkonsumsi nasi, maka saya sepakat, tetapi nasi yang kita tidak makan itu disumbangkan ke rakyat yang kelaparan dan kurang gizi. Toh, sebagian besar Propinsi di Indonesia telah berswasenda beras. Berita lawas dari BBC ini, mengabarkan bahwa Menteri Pertanian Anton Apriantono ketika itu, mengatakan bahwa produksi beras 2007 naik 4,96% persen menjadi 57,15 juta ton gabah kering giling. Tahun 2008 diperkirakan produksi beras menjadi 63 juta ton. "Peningkatan dua tahun berturut-turut ini belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Dan mulai tahun ini tidak perlu impor lagi," ujar Anton Apriantono. Ditahun 2010 optimesme ini tetap ada, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, mengatakan bahwa pengadaan gabah dan beras hingga Oktober 2010 sudah jauh lebih besar dari realisasi tahun 2007. "Dimana pada 2007 peningkatan produksinya sebesar 4,96% jika dibandingkan saat ini. 2007 kita melakukan pengadaan beras mencapai 1,7 juta ton," tuturnya. (Berita di SINI). Nah, apa gerangan alas an kampanye One Day No Rice ini yang perlu di amin kan. Sampai sekarang saya tidak tahu. Kalaupun karena alas an pemerintah mensukseskan diversifikasi pangan nasional dengan mengurangi ketergantungan pangan pada nasi/beras sehingga stabilitas pangan bisa tetap terjaga, mungkin saya rada sepakat. Walau demikian, saya tetap bertanya-tanya apakah ini bukan merupakan pengalihan issu Indomie beracun. Ataukah karena memang pemerintah merasa terancam tahun ini karena anomaly cuaca. Tentu, akan lebih muda mengurangi konsumsi beras daripada menggenjot produksi beras. Nah, Lho. One Day No Rice , sampai saat ini, jujur saya merasa masih sangat lucu. Apalagi dengan pernyataan dari BKP dengan datanya yang aduhai, Ia menuturkan bahwa pada era tahun 1950-60-an ketergantungan pangan masyarakat Indonesia pada nasi atau beras masih sebesar 53%, namun kini ketergantungan itu semakin tinggi hingga 92-95%. Saya sih membenarkannya, bukan karena ahli beras tetapi karena memang saya selalu dibodohi dengan data-data. Asumsi saya lain dengan data ini, tahun 50-an kan warga di Palopo di Sulsel masih mengandalkan sagu sebagai makanan pokok, Jagung Di Kab. Jeneponto dan banyak lagi daerah lain yang tidak memakan nasi. Sekarang mereka sudah beralih. Pada tahun itu juga rakyat sangat miskin, baru beberapa tahun kita merdeka. Alih-alih makan beras, nasi jagung pun susah. Sehari tidak makan beras terasa berat bagi daerah penghasil beras. Sama beratnya Jepang di larang makan ikan walau sehari. Mungkin kita akan jadi kompeni saja, biar roti yang jadi makanan pokok. Atau kalau tidak kangkung yang murah bisa jadi alternative, bisa tumbuh di air bisa juga di darat. Mohon maaf, aku lah Bangau Sandhill, terpisah dari kawanan, desersif dan ingin terbang sendiri - sambil berteriak : Mari makan kangkung........

Bantaeng, 12 Oktober 2010

Sumber Gambar : http://www.flickr.com/photos/kupasdur/4122727523/?addedcomment=1

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun