Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Khasiat Menjadi Perkasa dengan Coto Kuda

10 Agustus 2010   02:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:10 9462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

[caption id="attachment_221224" align="alignleft" width="300" caption="Coto Jarang dan Sepiring Nasi Hangat (Foto: Andi Harianto)"][/caption]

Konon, coto kuda hanya hidangan yang disiapkan khusus untuk para Karaeng (Bangsawan) dan tamu Balla Lompoa (Istana) Kerajaan Jeneponto di masa lalu. Kabupaten Jeneponto, yang berada di bagian Selatan, Propinsi Sulawesi Selatan.

Panas menyengat di siang hari dan tiupan kencang angin di malam hari, akrab di daerah ini. Maklum, posisinya berhadapan langsung dengan Laut Flores. Jeneponto bisa disebut “Texas” nya Sulawesi Selatan. Streotipe warganya yang cenderung keras, salah satu sebabnya karena kondisi alamnya yang cukup ekstrim.

Jeneponto yang mendapat julukan Bumi Turatea, adalah wilayah paling ‘kering’ di Sulawesi Selatan. Posisinya yang berada disepanjang pesisir pantai, menurut kawan saya, seorang arsitektur dan peminat Arkeologi bahwa pada awalnya Jeneponto adalah bagian dari lautan yang terakhir kali muncul sebagai daratan di Sulawesi Selatan. Tanahnya yang berpasir, dan berkapur membuat wilayah ini bertopografi gersang. Hanya palem-paleman yang bisa tumbuh baik di daerah ini. Kegersangan melahirkan padang savana yang membentang luas.

Padang Savana adalah tempat dimana para kuda bisa bertumbuh kembang dengan baik. Wajar saja, jikalau di daerah ini banyak kuda nya. Menurut informasi, kuda  juga banyak didatangkan dari Bima, Kupang dan Flores. Di Pasar hewan Tolo jeneponto, ada sekitar 60 hingga 70 transaksi jual beli kuda. Transaksi ini bisa dua kali lipat saat lebaran Iedul Fitri menjelang. Coto Kuda atau Coto Jarang, banyak tersebar disepanjang jalan  Jeneponto. Jarang adalah bahasa daerah untuk kuda (Equus ferus caballus), bagi orang Makassar.

[caption id="attachment_221225" align="aligncenter" width="500" caption="Ciri Pejantan: Hitam, Besar Panjang dan Bergetar (Image, http://mycityblogging.com/)"][/caption]

Sehari menjelang puasa hari ini, saya yang cinta mati dengan hidangan coto kuda ini memuaskan selera di Warung Coto Aroma Wahdah, Jl. Mangga, Kota Bantaeng yang bertetangga dengan Jeneponto. Di Bantaeng, masih jarang di temukan warung coto kuda. Setahu saya, hanya ada dua warung coto kuda di Kab. Bantaeng. Yakni Warung Aroma Wahdah dan Warung Coto di depan Stadion Mini Bantaeng. Coto Kuda ini memang hanya banyak ditemukan di Jeneponto, Gowa dan Makassar. Bisa di pastikan, jenis kuliner khas dan lezat empuk ini kurang ditemukan di propinsi lain di Indonesia yang kaya kuliner ini.

Percaya atau tidak, coto kuda hanya di sarankan untuk pria dewasa. Walau belum ada penelitian tentang hal ini, daging kuda dipercaya orang Jeneponto sebagai penambah vitalitas “tendangan” pria dalam bercinta. Bagian yang dijual dengan harga termahal adalah bagian alat kelamin kuda jantan. Beratnya bisa mencapai 1 kilogram. Wah,berat nian yah….!?. Daging kuda, juga dipercaya mengandung zat anti tetanus dan berkhasiat mencegah penyakit gula. Daging yang empuk dan beraroma khas, selalu menggoda seleraku untuk datang ke warung coto Kuda ini. Khasiat ‘tendangan hot’ dalam dagingnya bukan menjadi tujuan, karena memang coto kuda, bagiku lebih enak dari jenis daging coto lainnya.

[caption id="attachment_221231" align="aligncenter" width="500" caption="Tabe, Masuk ki Karaeng (Foto: Andi Harianto)"][/caption]

Hanya orang asli Jeneponto yang bisa membuat Coto Kuda yang nikmat, Menurut Daeng Sese’ tetanggaku, yang juga orang Jeneponto. “Bukan hanya rempahnya seperti sereh,lengkuas dan jahe yang utama Pak, tetapi ada rahasianya. Bahkan di baca-baca I ki dulu, sebelum di masak” Kata Daeng Sese.

Di baca baca i, atau diberi jampi khusus terhadap coto kuda, kata tetanggaku itu, sebenarnya saya tidak percaya yang menyebabkan coto rasa dan aromanya begitu lezat. Walau demikian, setiap koki memang punya rahasia khusus membuat makanan khasnya, termasuk coto kuda ini. Dagingnya yang dibersihkan dari air kapur, dan kuah coto dari rendaman daging kuda serta dimasak dalam waktu lama sampai airnya mengental, adalah rahasia uniknya.

Daging dari jeroan, limpah, hati, otak dan jantung kuda adalah bahan baku coto ini. Favoritku adalah coto ‘HALIJA’ atau coto yang berbahan Hati, Limpa dan Jantung. Sebutan saat kita memasan juga lucu. Selain “Halija”, ada juga Coto “Jantung Hati” atau “Jahat”. Kalau semuanya bercampr jadi satu, saya memberinya singkatan Dojejaliha (Daging, Otak, Jeroan, jantung dan Hati).

[caption id="attachment_221236" align="aligncenter" width="499" caption="Mohon diperhatikan baik-baik, ini Kuda Lumping, dagingnya tidak cocok untuk bahan Coto Kuda (Foto: Lengkung, Teguh Prasetio, Kompas. com"][/caption]

Berbagi Selera,Kuliner Khas Orang Makassar, sehari menjelang Bulan Puasa, Bulan Penuh Berkah dan Magfirah. Marhaban Ya Ramadhan.......

Bantaeng, 10 Agustus 2010

Andi Harianto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun