Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Hijau To Tangga Berliput Kabut, Prospek Wisata Berbasis Warga

11 Juli 2011   06:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:46 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_118723" align="aligncenter" width="640" caption="To Tangga Camp Berliput Kabut"][/caption] Dari pusat kota, cukup sejam kita sudah sampai di lokasi tujuan. Jalanan memang menanjak dan berkelok, beberapa diantaranya curam. Karena jalanan mulus berkonstruksi aspal, maka kita bisa dengan mudah tiba di area To Tangga Camp, pada ketinggian di atas 1000 mdpl.

Masuk ke lokasi perkemahan, pengendara harus melewati jalan setapak kecil seukuran lebar 2 meter, dengan panjang sekitar 1 km. Nah, kondisi jalan ini cukup menegangkan. Jalan yang menurun tajam mengharuskan boncengan menempel rapat di punggung. Aha, ini (mungkin) menyenangkan bagi muda-mudi yang berboncengan motor.

[caption id="attachment_118732" align="alignright" width="300" caption="suasana perkemahan pukul 16.00  (Foto:Arfan Doktrin)"]

1310367026719126279
1310367026719126279
[/caption] To Tangga Camp, adalah lokasi Out Bound dan Camping yang baru di buka tahun lalu. Lokasinya, berada di Desa Bonto Tangga, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulsel. Saya tidak tahu berapa suhu dan kelembaban udaranya, yang pasti kabut sudah menebarkan hawa dingin sejak jam 4 sore. Dinginnya bukan kepalang, bekal minyak kelapa buat gorengan, beku beradaptasi dengan cuaca.

Rombongan saya ketika itu adalah peserta perkemahan religi dan voters Education untuk pemilih pemula. Jumlahnya sekitar 200 orang. Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng (HPMB) Komisariat As’Sadiyah Sengkang adalah pelaksana kegiatan bekerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bantaeng.

Karena lokasinya baru dibuka, kamilah peserta pertama di perkemahan itu. Perkemahan itu sendiri salah satu bagian dari program pengembangan agrowisata berbasis masyarakat. Arfan Doktrin, adalah salah satu fasilitator area agrowisata itu. Ia menggambarkan prospek menarik pengembangan Bonto Tangga.

Pada tahun 2015, desa ini diharapkan sudah menjadi desa agrowisata mandiri, dikelola oleh masyarakat sendiri untuk peningkatan ekonomi mereka. Bulan ini, jalan setapak yang masih berkonstruksi beton akan di aspal Pak Bupati” jelas Arfan yang juga adalah inisiator pengadaan outbound di lokasi itu.

[caption id="attachment_118728" align="aligncenter" width="640" caption="Outlet Bunga di Sudut Perkemahan"]

1310365271963492497
1310365271963492497
[/caption] Arfan menambahkan, bahwa sementara ini beberapa warga sementara dilatih untuk pengembangan usaha kios bunga. Memang di sudut lokasi perkemahan, terdapat outlet bunga yang cukup besar dengan berbagai macam tanaman hias jenis aglaonema, authurium, zamia dan palem-paleman. Bantaeng, sebagai sentra bunga memang adalah program para ibu Darmawanita.

sebagai lokasi wisata yang berbasis masyarakat, tempat itu dikelola oleh kelembagaan yang dibentuk warga sendiri. Namanya Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM ini kemudian mempekerjakan warganya sendiri. BKM bekerjasama dengan pihak luar untuk fasilitas wisata yang harus dikelola secara professional semisal outbound.

Kami yang berkemah di tempat itu membayar camp fee sebesar Rp. 5000, per orang/hari. Perkemahan kami yang berlangsung tanggal 2-4 Juni kemarin, memberikan konstribusi kepada pengelola selama 3 hari. Menurut Pak Arfan, konstribusi itu dibagi prosentase kepada pemilik lahan, BKM, pengelola perkemahan dan Pemda. Presentase yang paling banyak (40%), untuk pemilik lahan yang telah merelakan tanaman jagung dan wortelnya sebagailokasi perkemahan.

[caption id="attachment_118729" align="aligncenter" width="640" caption="Nikmatnya gogos dan telur itik (Foto: Arfan Doktrin)"]

13103661151626766302
13103661151626766302
[/caption] “Jikalau dihitung-hitung, keuntungan pemilik lahan yang dijadikan lokasi perkemahan, jauh lebih besar daripada hasil jagung dan wortelnya” kata Arfan, menjelaskan prospek agrowisata itu dari sisi ekonomi.

Ia juga menambahkan, bahwa penjual gogos, bakwan, pisang goreng, kentang rebus, telur itik dan makanan khas lainnya di tempat itu adalah warga sekitar. Jikalau masing-masing peserta mengeluarkan uang Rp. 50.000 per orangnya, maka omzet pedagang kecil itu bisa mencapai Rp. 12.500.000, untuk 250 peserta perkemahan.

Perencanaan pengembangan wisata To Tangga cukup menggiurkan. Pada tahun 2012, sudah akan dibangun Penginapan, kantin, dan panggung hiburan. Di lokasi yang berada di tengah hutan alami itu, juga akan bertaburan tanaman hias. Sesuatu yang menarik, bahwa bangunan itu berdesain alam. Meminimalkan kesan modern. Bahkan, meja tempat minum kopinya di desain melingkar di bawah pohon kopinya sendiri.

sebagai lokasi agrowisata, kita bisa menyaksikan kebun wortel, kol, kentang, bawang, jagung dan cabe di sekeliling perekamahan. tanaman-tanaman itu bisa dipetik langsung oleh pengunjung untuk dimasak di lokasi perkemahan dan out bound. Tentu dengan harga tidak semahal dipasaran.

[caption id="attachment_118730" align="alignleft" width="377" caption="Appel Bantaeng siap panen (Foto: Arfan Doktrin)"]

1310366817951002341
1310366817951002341
[/caption] Tidak hanya itu, sekitar 5 km di atas lokasi To Tangga Camp, yaitu daerah Muntea terdapat kebun strawberry dan appel yang juga baru-baru dua tahun lalu dikembangkan dan telah berbuah manis. Appel sendiri, rencananya akan panen perdana bulan ini oleh Gubernur Sulawesi Selatan.

Pada hari pertama, peserta yang terdiri dari perwakilan SLTA/MA se Kabupaten Bantaeng itu cukup antusias menyelenggarakan upacara perkemahan yang dimulai pukul 15.00. Pemimpin upacara cukup lantang meneriakkan aba-aba. Tetapi setelah kabut menghalangi pandangan sesama peserta, suara MC sudah agak bergetar membaca susunan acara karena kedinginan.

Pengembangan lokasi agrowisata berbasis masyarakat adalah hal yang baru di Sulawesi Selatan. Kebanyakan lokasi wisata dikelola oleh Pemerintah Daerah dan Swasta. Loca Camp yang juga adalah lokasi out bound di Bantaeng, dulunya dikelola oleh swasta. Setelah diambil alih oleh Pemda, kondisinya kini terbengkalai. Demikian pula permandian Eremerasa, yang kini fasilitasnya kurang memadai.

Beberapa sarana rekreasi yang dikelola swasta di Sulsel, justru terkesan tidak ramah masyarakat. Sebutlah misalnya lokasi wisata pantai Akkarena yang ada di Tanjung Bunga, Makassar. Lokasi itu dulunya sarana rekreasi yang ramai dikunjungi masyarakat saat liburan dan menjelang bulan puasa. Kini, seolah tempat itu hanya diperuntukkan untuk kalangan elit berduit.

To Tangga Camp, adalah inovasi pengembangan wisata dengan prospek pengembangan yang akan seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Masyarakat menjadi pemilik utama lokasi itu. Mereka pula yang tentu akan menjaganya dengan baik. Pemerintah tidak perlu menyiapkan anggaran untuk pengamanan, perbaikan, dan gaji karyawan. Pemerintah cukup sebagai fasilitator untuk promosi dan mempermudah akses menuju lokasi.

Bantaeng, 11 Juli 2011

Tentang serunya berkemah, akan diposting di tulisan berikutnya…………………….

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun