[caption id="attachment_220268" align="alignleft" width="300" caption="Memancing Di Air Keruh (Foto: Andi Harianto)"][/caption] Minggu pagi yang tenang. Cuaca begitu bersahabat, setelah dua hari kemarin, kota kecil ini di guyur hujan deras.Pantai Kaili, yang berada di sebelah Barat, sebelum batas kota Kabupaten Bantaeng, adalah tempat yang kutuju untuk melepas kerinduan memancing, setelah hampir sebulan, joran ku terparkir berkarat dalam gudang.
Pagi itu, belum terlihat perahu nelayan melaut. Semua memarkir perahunya di pantai, sambil menyibukkan diri menjahit pukat. Cuaca yang sulit diprediksi musim ini, membuat nelayan khawatir melaut.
Tiga hari yang lalu, kudengar kabar berita kapal bertabrakan dan tenggelam antara Kapal Motor Trisal Pratama yang bertabrakan dengan Kapal Motor Indimatam V, di perairan Selayar, Sulawesi Selatan yang berdekatan dengan perairan Bantaeng, dimana kotaku berada. Tim SAR masih berposko di Pantai Seruni, Bantaeng untuk mencari penumpang dan awak yang hilang. Perkembangan terakhir, saya belum tahu. Menurut informasi pencarian masih terus dilakukan.
Air laut nampak begitu keruh. Aktifitas penebangan hutan, dipegunungan Bantaeng, mengakibatkan air sungai membawa lumpur ke laut. Dulu, muara sungai Kaili yang banyak dihuni ikan kerapu dan jenis ikan muara lainnya, sudah begitu dangkal dan ikan-ikan tersebut sudah sulit didapatkan. Sejam berlalu, tak satupun ikan tertipu mata kailku. Entah, pada kemana ikan-ikan tersebut. Biasanya kalau air muara jadi keruh seperti ini, ikan lele berkeliaran mencari makan. Ikan Lele, yang termasuk jenis ikan rakus, dan gampang ketipu, bisanya banyak saya dapatkan pada keadaan seperti ini.
Pak Taufik, teman kantorku yang secara kebetulan bertemu di Muara Kaili, terlihat bosan dan bersungut-sungut karena mata kailnya yang berkali-kali tersangkut di bebatuan ataupun sampah, hasil buangan warga ke sungai. Memancing adalah penantian sabar untuk sebuah sensasi yang tidak terduga. Sensasi hentakan ikan yang menyambar rakus mata kail. “Strike…..strike…. !” aku berteriak girang. Rool joranku yang tidak terpelihara baik ternyata kurang berfungsi. Akhirnya aku menarik ikan yang belum ketahun jenisnya itu dengan tangan. Terasa berat dan meronta. “Sial….” Aku bersungut jengkel.
[caption id="attachment_220273" align="aligncenter" width="500" caption="Wah, Mengapa pula ikan buntal yang terpancing (Foto: Andi Harianto)"][/caption]
Ikan yang saya dapatkan ternyata ikan buntal besar. Ikan yang katanya beracun, licin berlendir dan bermuka buruk. Ikan ini,oleh orang Bantaeng, kami sebut “juku buntala” atau ikan yang menjengkelkan dan pembawa sial. Ada yang percaya, kalau ikan ini yang pertama memakan mata kail, maka berhentilah memancing, karena tidak bakalan ada ikan lain selain ikan Buntal yang memakan umpan mu. Saya sih, tidak percaya dengan keyakinan ini. Saya terus memancing dan ternyata hanya dua ekor ikan kerapu kecil yang saya dapatkan setelah ikan buntal jelek itu. Ternyata kesialan itu terbukti.
Ikan buntal atau ikan buntel, juga bisa disebut ikan balon atau ikan kembung. Ikan Buntal akan menggelumbungkan perutnya mirip bola, jikalau si Buntal stres. Penasaran dengan ikan ini, sesampai di rumah, saya bertanya ke Om Google. Di Jepang ikan ini ternyata makanan vaforit dan sangat mahal harganya. Orang Jepang menamakannya Fugu Fish.
[caption id="attachment_220392" align="aligncenter" width="400" caption="Sajian mewah ikan Buntel (Image:http://chenzblogs.blogspot.com/)"][/caption]
Ikan Fugu yang orang Bule menyebutnya pufferfish atau blowfish, ternyata makanan mewah yang sangat lezat di Negeri Sakura. Kami Orang Bantaeng, justru menjadikan ikan ini dengan cap menjengkelkan, pembawa sial dan musuh pemancing. Giginya yang tajam, mirip gigi monyet begitu mudah memutus senar pancing. Bukan hanya itu, Si Buntal adalah ikan yang tidak jerah. Walaupun sudah terpancing, dan dilepas kembali ke air, karena kami tak memakannya - tetap saja ikan ini kembali beraksi menggigit tali senar kami.
Om Google memberitahuku (di sini dan disini), bahwa Ikan ini mengandung tetrodotoxin, racun kuat yang akan melumpuhkan otot dan akhirnya korban akan mati karena kehabisan nafas. Racun ini banyak terkandung di hati dan indung telur ikan ini. Sehingga hanya chef dengan izin khusus yang berhak menyajikan ikan ini. Kaisar Jepang memberikan lesensi khusus kepada chief yang benar-benar ahli. Chief tersebut sampai diuji tiga kali, agar Ia bisa lulus untuk memasak ikan berbadrol sekitar $ 125 - $ 300 per kilonya ini.
[caption id="attachment_220388" align="aligncenter" width="400" caption="Bibir Seksi Si Buntel (image: adieputra-fishing.blogspot.com)"][/caption]
Jika kadar racun yg dibuang melewati ambang tertentu maka Fugu akan kehilangan kelejatannya, sebaliknya jika kurang membuangnya sedikit saja akan menjadi racun mematikan bagi yang memakannya. Racun Fugu 1.200 kali lebih mematikan daripada sianida lain tanpa obat penawar. Ia bisa membunuh 30 orang dalamsatu sajian. Wah, serem kan !?, makanya hanya koki hebat yang boleh menyajikannya. Terlepas dari dari semua itu, saya harus mengakui bahwa bibir juku buntala ini terbilang seksi.
Bantaeng, 8 Agustus 2010
[caption id="attachment_220396" align="aligncenter" width="500" caption="Terlihat rumah panggung para nelayan di perkampungan pesisir Kaili. Terkesan kumuh pertanda, mereka butuh sentuhan pemberdayaan (Foto: Andi Harianto)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H