Walau keliatan bingung, peserta tetap cantik Ha!? Mati lampu…..! Spontan, peserta dan penonton berseru heboh. Peserta tak bisa menekan bel dan pembaca soal kesedat saat sesi pertanyaan rebutan sementara berlangsung. Cerdas Cermat Pemilu dan Demokrasi yang diselenggarakan KPU Kabupaten Bantaeng terpaksa ditunda beberapa lama. Karena listrik tak kunjung menyala, acara tetap dilanjutkanala kadarnya.
Curiga, saya pun membenak, mungkin karena Dahlan Iskan baru diangkat jadi menteri , maka PLN yang baru saja beliau tinggalkan sebagai Dirut memberinya selamat dengan memadamkan lampu. Akhir-akhir ini, Sulsel sempat beberapa kali dilakukan pemadaman. Alasannya klasik, debit air Waduk Bakaru tak mampu menyuplai listrik.
Akhirnya improvisasi pun dilakukan. Pemberi soal harus berteriak sekerasnya saat membaca agar cukup terdengar. Adapun peserta, disyaratkan mengangkat tangan sebagai pengganti tanda bel. Tentu angkat tangan itu telah mengabaikan ketiak yang panas berkeringat karena pendingin ruangan diam tak berputar.
Situasi gerah tak menghalangi seru dan tegangnya lomba. Dari dua puluh sekolah di Kabupaten saya, ada 16 sekolah mendaftarkan diri. Pihak sekolah cukup antusias ikut lomba. Mungkin karena KPU bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dalam pelaksanaan kegiatan, Kepala sekolah takut tak ikut nimrung, bisa jadi para beliau kena semprot Kepala Dinasnya. Lomba ini berlangsung selama 4 hari, dari tanggal 18 - 21 Oktober 2011.
[caption id="attachment_138217" align="alignright" width="407" caption="Suasana Lomba"][/caption] Sepuluh tahun belakangan, cerdas cermat memang sudah jarang dilaksanakan. Setahu saya, lima tahun terakhir tidak ada lagi adu kecerdasan sejenis ini. Buktinya, saat kami keliling untuk meminjam bel ke beberapa istansi, tak satu pun memilikinya, termasuk kantor Dinas Pendidikan yang biasanya menyiapkan perlengkapan seperti ini. Ada sih di kantor polisi, tetapi kegunaannya untuk alarm pencegah maling.
Terpaksa kami sedikit memaksa agar Ibu Kepala Dinas memberi kami bantuan pengadaan bel. Kenapa? anggaran kami tak memberi ruang untuk belanja modal berbentuk bel yang bunyinya ting ting itu. Kami pun tak tahu toko apa yang menjual bel semacam itu, jadilah kami meminta seseorang untuk merakitnya. Cukup Sempurnalah bel itu dalam ukuran kami, minimal bunyinya dapat menuntun juri agar tak kesasar ke alamat palsu. Juri juga dapat berlaku Jurdil kepada peserta, sesuai azas Pemilu.
Cerdas cermat mungkin sudah dianggap norak dan ketinggalan jaman sejak P4 sudah tidak lagi diwajibkan. Antusiasme para guru mungkin jadi karena mereka ingin bernonstalgia dengan lomba ini yang di zaman Orde Baru begitu semarak. Bahkan, petani juga ikut-ikutan mengadopsi dengan istilah Kelompencapir. Pak Harto kala itu pura-pura tidak tahu saja, karena yang ikut kelompencapir jelas bukan petani, tetapi guru yang berpakaian petani.
Andaikan KPU Propinsi Sulawesi Selatan tidak mejadikan cerdas cermat ini sebagai program wajib untuk sosialisasi dan pendidikan pemilih, kami pun tak bakal melaksanakannya. Bagi saya, cerdas cermat tidaklah memberi pemahaman yang baik, tetapi lebih sekadar hapalan. Ternyata anggapan saya kurang tepat, walau tetap benar sebagiannya.
Pelajaran P4 saat saya SMA dulu, sangat minim saya tahu kini. Kala itu, hampir saja saya mengahafal bagian-bagian penting materi P4. Sebagai orang kampung, saya tentu merasa jago. Sekadar narsis lho, saya pernah juara cerdas cermat, juara harapan satu tingkat kabupaten. Juara harapan yang sebenarnya tak saya harapkan.
[caption id="attachment_138219" align="aligncenter" width="640" caption="beginilah kalau pekerja pemilu melaksanakan acara, kotak suara dimanfaatkan jadi pembatas"][/caption] Lomba cerdas cermat yang kami laksanakan tetap menuntut hafalan tanpa mengabaikan pehaman. Target utama lomba, sebenarnya untuk pemahaman informasi terkait Pemilu, demokrasi dan ketata negaraan. Sasarannya tentu kepada para abege, remaja yang dua tahun ke depan sudah bisa menggunakan hak pilihnya sebagai pemilih pemula. Adu cerdas dan kecermatan ini, kami jadikan media sosialisasi dan pendidikan pemilih.
Agar siswa lebih memahami materi, kami tidak memberikan kisi soal berkaitan dengan materi yang akan dilombakan. Maksudnya, biar mereka mempelajari dan membaca semua bahan. Penyelenggara hanya memberikan ruang lingkup materi yang akan diperlombakan. Strategi ini memungkinkan peserta membaca semua bahan materi dan tak mungkin bisa mengahafal keseluruhannya. Target agar mereka tahu inti Pemilu dan hak politiknya sebagai Pemilih, diformulasi dari soal-soal yang diberikan.
Soal-soalnya pun lebih banyak analisa bukan hafalan undang-undang yang saya sendiri pening jikalau harus jikalau harus menyimpannya dim otak dekil saya. Aturan di KPU itu bak belukar regulasi, rumit dan memusingkan. Mungkin karena pekerja Pemilu sangat ditakutkan curang, mereka pun dilingkari regulasi yang kadang malah bertabrakan. Kadang pula menimbulkan kecelakaan dan harus terhukum karena lalai.
[caption id="attachment_138218" align="alignleft" width="369" caption="Para supporter heboh memberi dukungan, padahal jeritannya mengganggu peserta"][/caption] Pada hari kedua lomba, juara masing-masing sesi sudah muncul. Kagetlah saya, ternyata mereka cerdas-cerdas. Bahkan, ada tim yang menjawab hampir keseluruhan soal. Tim itu bukan dari SLTA umum, tetapi dari SMK Perkapalan yang berseragam mirip TNI angkatan laut.
Sekolah swasta juga tak mau kalah. Salah satu tim yang masuk final bahkan menjadi juara berasal dari Madrasah Aliyah Negeri Dampang yang terletak di kecamatan daerah pegunungan. Muhammad Ilham sang juru bicara mengalahkan SMA favorit.
SMA 1, SMA2 dan SMK 1 yang biasanya langganan juara di tiap perlombaan,jauh tertinggal. MAN Dampang ini mirip keganasan tim sepak bola Mancester City saat meluluh lantakkan Mancester United 1-6, di Old Trafford.
Pula saya tak menyangka, ternyata ada sekolah membawa supporter. Mereka mencipta yel-yel sendiri tanpa disyaratkan oleh panitia. Mereka pasti terpengaruh oleh kuis tak cerdas di tivi. Saya senang melihat tingkah mereka, teringat dulu ketika saya masih abege. Kala itu, saya belumlah setampan saat ini. Melihat paras mereka yang lugu, muka saya mendadak mekar kembali. Saya cepat tersadar, saya salah alamat. Jenggot saya tak bisa bohong, umurku kini sudah tak lagi ting ting. he he he
Semoga lomba cerdas cermat ini menghasilkan juara tingkat propinsi, bahkan di tingkat pusat. Kelak para finalis akan kami jadikan duta pemilu. Juga para peserta akan kami minta sebagai volunteer sosialisasi saat pelaksanaan Pemilu GubernurSulsel yang bakal digelar tanggal 22 Januari 2013 nanti. Kami tak perlu lagi mengajari mereka terlalu banyak, tentu mereka sudah banyak paham.
[caption id="attachment_138220" align="aligncenter" width="640" caption="Ini dia juaranya; M. Ilham Sang Juru bicara berfoto bersama kedua orang tuanya tercinta."][/caption] Bantaeng, 19 Oktober 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H