Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bensin Tampar Subsidi: Asing Meraup Untung

6 Desember 2010   15:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:58 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah akan melarang penggunaan bensin bersubsidi untuk mobil pribadi, Mulai 1 Januari 2011. Demikian berita hangat beberapa hari ini. Para pemangku kebijakan sibuk memberi alasan, politisi yang sepakat dengannya juga gesit membantu, pula berkelit dari serangan kritik. Mereka yang tidak sepakat, juga memberi alasannya, kritik berhamburan. Katanya, Semua demi rakyat. Mulia betul para politisi, memperhatikan kami-kami ini. Lantas maksud baik saudara untuk siapa? Demikian kata Si Burung Merak, WS. Redra.

[caption id="attachment_78775" align="alignright" width="300" caption="Liat, sapi yang mengamuk di pombensin itu, ada juga bensin eceran dan motor kesayanganku"][/caption]

Semula, saya acuh-acuh bebe. Toh, pembatasan itu hanya untuk kendaraan beroda empat, berplat hitam. Pusing amat, lagian untuk wilayah Sulawesi, pembatasan ini baru berlaku tahun 2013. Kendaraanku memang pribadi, tetapi beroda dua. Honda Legenda, bernomor mesin, NFGEE -1254188, keluaran tahun 2002. Kreditan, saya berjuang membayarnya, lunas tahun 2007. Uffh!.

Minggu lalu, Motor butut kekasihku ini, membuat jengkel. Saya mendorong sekitar 200 meter, sampai di pom bensin, hanya kudapati papan plang bertuliskan “Maaf, Bensin Habis”.Kudorong lagi, sekitar 50 meter. Bensinnya saya dapat dipenjual eceran. Harga Rp. 5000. Itupun dari bensin isapan dari tangki motor penjualnya.

Karena hal ini sering terjadi. Saya sudah terbiasa. Baru saya tahu, ternyata bensin lagi hangat-hangatnya dibicarakan. Mungkin ada hubungannya. Memang setiap kali harga BBM akan berubah, selalu saja bensin menjadi langka. Saking langkanya, maka bensin pun dihirup dari tangki motor. Warnanya hitam kekuning-kuningan. Mau diapa lagi, ini sudah jaman modern. Ogah, saya berjalan kaki ke kantor. Dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan, yang sabang hari terlihat emosi saat dicecar masalah bom hijau elpiji, membuat saya senyum-senyum.

"Jerigen nggak boleh, karena nggak jelas, takutnya ditimbun. Boleh pakai jerigen, tapi nggak boleh orang yang sama datang terus-terusan. Harus ada surat dari Kepolisian kalau pakai jerigen. takut ada yang menimbun," paparnya, di INILAH.com. Nah, kalau harus ada surat dari kepolisian, mungkin kita akan lebih mudah mendapatkan bensin dari tanki-tangki motor. Maaf, sebenarnya saya mau membahas bensin tanpa subsidi untuk mobil pribadi, tetapi saya jadinya curhat dulu tentang motorku. Ini ada hubungannya, baca saja kupasan selanjutnya.

Masih ingatkah kita Oktober, tahun 2005 lalu, bensin premium naik seratus persen. Dari Rp. 2400 per liternya, menjadi Rp. 4500. Mei 2008 kembali melonjak diharga Rp. 6000 per liternya. Demonstrasi besar-besaran tejadi. Sang Wapres JK jadi tameng ketika itu. Aha!, empat bulan kemudian rakyat dimanjakan menjelang Pemilu. Bensin diturunkan selama tiga kali setelahnya. Berhenti kembali di titik Rp. 4500 di Bulan Januari 2009. Waktu itu, enam bulan lagi akan dilangsungkan Pemilu Legislatif. Ada apa? Anda sudah tahu semua. Pencitraan lebih mahal daripada subsidi BBM. Begitu kira-kira. Saya tidak menghafalnya, data perkembangan BBM ada di sini.

Kini beban APBN semakin berat, kata menteri Hatta Rajasa. Hitung-hitungannya akan menghemat anggaran subsidi BBM dalam APBN 2011 sebesar Rp28 triliun, jikalau pembatasan ini jadi dilakukan. Ada lagi analisis lainnya, rencana pembatasan BBM bersubsidi, pada dasarnya sama dengan pemangkasan subsidi tanpa kenaikan harga. Sebab, terjadi peralihan hak penggunaan ke BBM tak bersubsidi. Kalau yang ini saya tidak paham. Serasa sama saja dengan apologi di masa Orba. BBM tidak ‘dinaikkan’ tetapi ‘disesuaikan’.

Kecurigaan saya mulai muncul saat membaca berita kompas hari ini (6/12), Exxon Incar Operator Natuna. Walau pemerintah belum menetapkan siapa yang bakal menjadi operator blok Natuna kaya minyak itu, tetapi Exxon memiliki peluang besar. Exxon, adalah salah satu dari empat perusahaan besar dunia yang mengoperasikan stasiun pengisian bahan bakar dunia. Memang perusahaan itu, belum memiliki pom bensin non Pertamina di Indonesia. Tetapi kelak bisa saja terjadi. Pasar bebas telah memberi peluang itu. Saya sih bukan iri hati, tetapi saya mulai curiga pembatasan premium ini juga dimaksudkan menguntungkan perusahaan asing.

Saat ini baru ada dua perusahaan Asing yang mengoperasikan pom bensinnya di negeri kita, yakni Shell perusahaan asal Belanda dan Petronas dari Malaysia. Kecurigaan saya berdasar, setelah membaca ulasan Kurtubi, pakar perminyakan itu. Menurutnya, pom-pom bensin non-Pertamina seperti Shell dan Petronas yang selama ini sepi pelanggan akan memperoleh limpahan pelanggan yang sangat besar. “Keuntungan mereka (SPBU-SPBU asing) pun melimpah,” katanya kepadaINILAH.com, di Jakarta, Senin (6/12).

Walau demikian, pemerintah berkilah, "Memang ada kekawatiran, dari pengguna subsidi akan lari ke komersil," ujar Menteri BUMN Mustafa Abubakar. Namun, ia tidak kawatir konsumen setia Pertamina akan beralih ke perusahaan lain. "Tapi fasilitas Pertamina kan sudah lebih baik dibanding Shell dan Petronas. Saya yakin Pertamina akan lebih kompetitif," ujarnya. (sumber)

Faktanya, Pertamina menaikkan harga jual Pertamax dari Rp6.650 menjadi Rp6.900 per liter untuk wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, mulai 1 Desember 2010 lalu. Harga ini lebih mahal bila dibanding Shell Super yang dijual Rp6.850 per liter untuk wilayah yang sama. Siapa yang ada suka? Pertamina atau Shell? Kalau Anda cinta Indonesia belilah di Pertamina, tetapi kalau cinta uang Anda belilah shell super yang lebih murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun