Suatu Hari di Ujung Kantinting
Salam Pemancing: 3 Joran Untukmu
Kutulis ini ketika hujan. Tidak seperti kemarin,cuaca begitu bersahabat. Matahari tersenyum cerah, tak begitu terik, demikian awan hanyalah membawa mendung tipis di atas sana. Pantai Ujung Katinting, yang terletak di ujung Timur Kabupaten Bantaeng adalah tujuan kami. Sehari sebelumnya, kami sudah janjian. Mumpung sabtu adalah hari libur, hobby memancing perlu disalurkan, sebab beberapa minggu ini cuaca tak menentu, joran panjing pun hanya tergantung malas.
Rombongan pemancingku hari itu terbilang istimewa. Saya bersama dua orang karaeng, Karaeng Mail dan Karaeng Iwan. Karaeng atau biasa disingkat Kr, adalah nama gelar yang disematkan di awal nama keturunan Bangsawan Makassar. Mungkin karena saya bersama dua karaeng ini, sehingga nelayan berebutan menawarkan perahunya pada kami. Mereka dihormati, tidak hanya karena statusnya tetapi juga karena kakek buyutnya pernah memimpin daerah ini di zaman bahulea. Saya tidak hendak membahas tentang karaeng ini, tetapi sensasi memancing di Ujung Katinting lebih menarik kali ini. Tabe Karaeng……
Aktifitas Nelayan Pagi Hari di Ujung Katinting
Perjalanan dari kota, menuju lokasi pantai sekitar setengah jam. Sekitar pukul 10.00, saya sudah tiba di pantai Ujung Katinting. Nelayan pemilik perahu sibuk mempersiapkan perlengkapan perahu. Perahu atau biseang perlu dipersiapkan dengan baik. Detail alat diperhatikan dengan cermat, karena di laut tidak ada bengkel. Kalau motor di darat, bisa di dorong jikalau kehabisan bensin, tetapi dilaut……!?. Para nelayan, sudah berpengalaman. Bukan karena sekolah, karena kebanyakan dari mereka hanya tamatan Sekolah Dasar. Itupun kalau tamat. Ia memahami laut, hanya karena indegenious local. Kearifan tradisional, yang turun temurun.
Setengah jam, persiapan perahu sudah lengkap. Waktu sudah menunjuk pukul 11.00. sebenarnya kami terlambat, seharusnya memancing paling asyik dimulai pukul 08.00. Ikan akan kelaparan diantara pukul 05.00 –11.00. Itu, kata Daeng Aso pengemudi perahu kami. Mereka sibuk menyiapkan perahu, saya sibuk memotreti kiri kanan. Terasa natural, mengabadikan para ibu-ibu mengumpul dan menjemur rumput laut. Sebagian dari mereka mencari tiram. Ramai sekali pagi itu, laut surut. Nuansa aktifitas nelayan bersahaja itu, mengingatkanku tentang para tengkulak yang selalu memeras mereka. Mengingatkan juga tentang bantuan-bantuan nelayan dari pemerintah yang tidak sampai ke mereka. Miris.
Spirit Saling membantu, Keroyokan Mendorong Perahu
Bapak-Bapak Nelayan sudah banyak yang merapat ke Pantai, setelah subuh tadi mengangkat pukat-pukat mereka. Pagi ini, wajah mereka sumringah. Sepertinya tangkapan mereka lagi banyak. Berkah laut yang selalu mereka pelihara memberi mereka nikmat senyum. Mereka mencintai laut, karena di perut samudrah lah, hidup mereka bergantung. Semua kuabadikan, termasuk serunya memarkir perahu ke tepian. Perahu diangkat beramai-ramai, mereka saling membantu. Sebenarnya cukup empat orang saja, perahu itu sudah bisa terangkat, tetapi karena semangat saling membantu, maka sembilan orang itupun mengangkat perahu seperti kotak gabus.
Setelah mendorong perahu ke bibir pantai, kamipun bersegera. Mesin perahu yang sedikit berkarat itu menderu, kedengarannya malas dan terbatuk-batuk. Mungkin karena sudah uzur. Sambil berbincang-bincang tentang kekalahan Timnas Indonesia VS Uruguay Semalam, Tidak sampai 20 menit saya sudah tiba di lokasi. Aha, ternyata dekat. Persiapannya lama, jaraknya ternyata sejenak. Mungkin hanya berjarak sekitar empat lapangan bola. Kupasan kami tentang Boaz Salossa dan Oktovianus Maniani, pemain Timnas dari Papua, yang hebat itu belumlah tuntas.
Laut Tenang,Menuju Ke Tambatan Hati
Luis Zuares dan Cavani yang walau diatas angin tetap serius bertanding, juga menjadi obyek pembahasan kami. Mereka menghargai kita, Walau mengalahkan tetapi mereka tidak mau main-main dengan Timnas. Meraka menang telak tetapi tidak melecehkan. Saya kagum dan memberi penghormatan kepada Timnas Uruguay ini. Ternyata selain hobbi memancing, kr. Iwan dan Daeng Aso ini, juga pencinta bola. Kecuali Kr. Mail, dengan teropong kecilnya hanya sibuk mengintip aktifitas pantai yang sudah kami tinggalkan.
Memancing dan nonton bola memang sama, setidaknya sama pada hal memicu adrenalin ketika ikan dengan buas membengkokkan joran dan ketika gol cantik Boaz tercipta di menit ke tujuh. tetapi semua itu belumlah selesai di bahas, ketika kami harus mempersiapkan joran, mata kail, umpan dan gulungan tasi raggo. Kami pun melempar pancing, menunggunya dengan sabar. Semua henyak, dan berharap-harap cemas. Siapakah gerangan yang merebut suremasi strike pertama.
Tiba di Lokasi; Joaran Sudah Tidak Sabar Lagi
Strike pertama, atau yang duluan mendapat ikan adalah supremasi tersendiri dalam hal memancing. Mungkin sama dengan Boaz Salossa yang pertama memasukkan gol di gawang Uruguay. Walau tergulung 1-7 untuk kemenangan Uruguay, pertandingan internasional persahabatan itu cukup membekas dihatiku. Garuda di dadaku ini, seolah ingin terbang ke Gelora Senayan Bung Karno. Menjabat tangan Boaz, dan membisikkan sesuatu; “Boaz, kami pemancing, bangga padamu. Kagum pada dribbling bola indah itu, kecepatan dan naluri mencetak gol mu yang tajam. Boaz, maukah kamu mempersembahkan sebiji gol mu ini untuk Wasior. Wasior, adalah bagian dari Papua, tempatmu lahir, kini sementara berduka, Banjir Bandang telah menghanyutkan sebagian semangat hidup itu. Saya yakin dengan gol mu ini, juga adalah senyum kebanggaan mereka ……………”
Strike….Strike….Strike…., Daeng Aso berteriak girang. Seekor ikan kerapu belang-belang hitam menyambar kailnya dengan sadis. “Mantap, Daeng Aso kini berhak menyandang nama Aso Salossa”gumanku mengakui.Hanya tujuh menit mungkin, Daeng Aso menikmati sensasi strike pertamanya. Semangat untuk terus memancing bertambah, menunggu dengan sabar dan kemudian Strike !, saya adalah pencipta gol ke dua. Ikan Bungawaru selebar sandal pun ketipu. Sedikit meledek, saya mengerling Kr. Mail dan Kr. Iwan dengan senyum menggoda. Tertawa cekikikan, sambil mengangkat ikan saya di depan mereka. Mulutku sedikit monyong.
Strike Pertama, Supremasi tertinggi di Jagad Pemancingan, walau kecil ikannya
Aha, Strike ku pun dobel, saya hatrick. Sayalah Luis Zuares, pemain berbahaya di kotak enam belas. Pemain penuh keberuntungan dengan tangan “setan”nya ketika menghalau bola dengan tangan saat melawan Timnas Ghana di perempat final Piala Dunia lalu. Halauan tangan itulah, yang jadi penentu kemenangan Uruguay. Sama dengan ku, saya hatrick strike, karena dua joran pancing saya gunakan. Satu disebelah kiri perahu dan satunya lagi di bagian kanan. Tidak mengapa, semakin banyak menabur benih, probabilitas tentu akan bertambah. Kalau yang ini sih, pelajaran matematika memancing.
Masih banyak pengalaman yang menarik saat itu, tetapi kali ini saya hanya ingin menulis tentang memancing dan hubungannya yang dipaksakan dengan cerita Bola. Dua kegemaran menyatu, dalam perbincangan laut di atas perahu. Pantai Ujung Katinting, tetap indah dan selalu indah. Lokasi pantai yang berbatu karang ini, adalah tempat ikan yang cukup banyak. Walhasil, sekitar 30 ekor ikan dengan berbagai macam nama kami bawa pulang, setelah sekitar empat jam memancing. Cerita berikutnya akan berlanjut………….Iklan dulu.
Pura-Pura dalam Kura-Kura, Ada Ikan di Perahu
Bantaeng, 10 Oktober 2010
Memancing Spirit Boaz Salossa (Foto:http://www.bola.net/wallpaper/boaz-salossa_00416.html)
----------------------
Karena lahirnya tulisan ini, terima kasih atas inspirasi sahabat Kompasianer: Bahagia Arbi “Boaz Salossa Kagetkan Uruguay “,Jarot Citro “Karena Wasior ada di Peta Indonesia”, Parlin パーリン Nainggolan “Indonesia vs Uruguay 1-7 Anda Belum Layak Bermai “Akmal M. Roem “Pasukan Bodrex Dibantai Uruguay 1-7”, Yoen Aulina Casym “Orang Tentang Timnas Aku Bambang”, MH. Samsul Hadi “Misteri Forlan dan Lawatan Uruguay di Jakarta”,
--------------------
Sumber Foto: Selain INI, Dokumentasi Pribadi
Wuihhhhhhh....ini hasilnya, siap-siap makan ikan bakar deh.