Mohon tunggu...
andi hadisaputra
andi hadisaputra Mohon Tunggu... -

Let's Go Open Source

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Politik Menjadi Pemecah Belah Persatuan

16 Mei 2015   06:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:56 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1431615119822246005

[caption id="attachment_417468" align="aligncenter" width="443" caption="Ilustrasi"][/caption]

Hampir setiap tahun masyarakat diperhadapkan dengan agenda pesta demokrasi baik itu di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Pemilihan Legislatif, Pemiihan Presiden, Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati/Walikota hingga Pemilihan Kepala Desa. Hal ini merupakan buah dari sistem politik yang dianut negara kita yaitu sistem politik demokrasi, kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat (dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat). Secara pribadi, saya sangat setuju dengan sistem politik yang dianut oleh negara kita, tapi yang menjadi pertanyaan apakah sistem tersebut dijalankan sesuai dengan amanat Undang-Undang atau belum? Melihat kondisi realitas masyarakat ini, berbagai masalah yang muncul sebelum dan setelah pelaksanaan pesta demokrasi.

Mengingat empat pilar kebangsaan yaitu "Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)" yang menjadi penyangga keutuhan negara kita. ke-empat pilar ini lahir melalui empat peristiwa bersejarah yakni Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Penetapan Pancasila pada 1 Juni 1945, Proklamasi pada 17 Agustus 1945 dan pengesahan UUD 1945. Atas empat pristiwa tersebut lahirlah NKRI yang menjadikan kita sebagai bangsa yang besar. Semuanya hasil dari perjuangan para pendahulu kita yang berjuang hingga titik darah penghabisan.

Tapi apa yang terjadi saat ini? Para tokoh-tokoh terhormat berlomba-lomba untuk meraih kekuasaan dengan bingkai slogan kesejahteraan rakyat. Rakyat diberbagai pelosok nusantara yang menjadi target, slogan partai/kandidat bertebaran dimana-mana dengan menggunakan berbagai media. Sebagian rakyat yang mengharapkan kesejahteraan ikut terpengaruh dengan slogan maupun janji yang bertebaran, tapi tak sedikit pula yang merasa sinis melihat aktifitas para politisi untuk meraih simpati rakyat.

Tak ketinggalan, para pengamat politik yang kebanyakan berlatar belakang akademisi berlomba-lomba mengeluarkan argumen. Bahkan diantara mereka rela beradu argumen untuk mempertahankan pendapat mereka. Pekerja media hadir menjadikan objek berita menarik yang akan meningkatkan rating acaranya. Mereka (Partai, Kandidat, Pengamat) diundang oleh media untuk berargumen yang akan ditonton/dibaca jutaan rakyat Indonesia. Jika mereka berargumen positif itu tidak jadi masalah, tapi jika mereka beradu argumen saling menjatuhkan, inilah yang membuat rakyat menjadi bingung.

Efeknya ke rakyat yang menyaksikan pemberitaan tersebut, mereka yang loyal akan membenarkan apa yang disampaikan politisi dukungannya, begitu pula loyalis lainnya. Hal ini yang memicu perdebatan ditengah masyarakat bahkan tidak sedikit pula yang  menimbulkan konflik yang menimbulkan korban. Ketika konflik yang terjadi, siapa yang akan menanggung akibat yang terjadi, tidak mungkin para politisi yang terhormat itu akan menanggungnya, semuanya kembali ke rakyat itu sendiri.

Hampir kejadian seperti itu terjadi di setiap perhelatan demokrasi, maka dari itu kita sebagai rakyat Indonesia harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan. Kita ingat kembali bagaimana para pendahulu kita bersatu untuk berjuang, rela mengorbankan nyawa demi kemerdekaan bangsa ini. Kita sebagai generasi penerus harus menjaga warisan kemerdekaan negara kita diantaranya "Empat Pilar Kebangsaan". Mempertahankan jauh lebih sulit dari pada meraihnya.

Maka dari itu, jangan sampai karena politik persatuan kita terpecah, masyarakat menjadi terkotak-kotakkan. Tapi marilah kita menjaga persatuan untuk menjaga warisan kemerdekaan, bersatu melawan kejahatan yang merugikan bangsa dan tanah air. Mari membuat para pendahulu kita tersenyum dan bangga melihat cucu-cucunya meraih menggapai cita-cita dan harapan yang belum sempat mereka rasakan. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lag? MERDEKA...MERDEKA...MERDEKA...!!!
AKU CINTA INDONESIA...

Makassar, 14 Mei 2015

Andi Hadisaputra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun