Zakat merupakan rukun ketiga dari lima Rukun Islam dimana tentunya menjadi hal yang sifatnya wajib untuk dilaksanakan. Penerapan zakat sebagai salah satu ibadah pokok dalam Islam memiliki dua dimensi/ukuran, yaitu sebagai bentuk ketaatan Umat kepada Allah dan sebagai bukti dari kewajiban antar sesama manusia. Berdasar dari PSAK No. 109, zakat didefinisikan sebagai harta milik Muzakki yang wajib dikeluarkan untuk diberikan kepada Mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat) sesuai dengan ketentuan syariah.
Jika ditinjau secara mendasar, zakat dari segi hukum dipandang memiliki tujuan meningkatkan keadilan sosial untuk menanggulangi kemiskinan dan fenomena kesenjangan dalam masyarakat guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dimana tujuan dari zakat akan dapat tercapai apabila pengelolaan zakat dilakukan secara baik dan profesional, dalam artian bahwa zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam yang mengacu pada asas kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum yang terintegrasi dan akuntabilitas.
Dalam Undang-undang (UU) telah diatur bahwa pengelolaan zakat meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian dalam pengumpulan, pelaksanaan serta pendistribusian zakat. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya tidak terlepas dari peran dari instansi dan lembaga-lembaga terkait yang meliputi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang berwenang melaksanakan kegiatan tersebut.
Salah satu kegiatan utama dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh OPZ adalah pengumpulan zakat. Aktivitas ini sangat menitikberatkan pada pihak donatur (Muzakki). Karena keputusan para pihak donatur inilah yang menjadi faktor penentu berjalannya fungsi oleh OPZ sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, salah satu tugas penting dari OPZ adalah mengedukasi masyarakat Muslim untuk menumbuhkan kesadaran dan kepatuhannya dalam menunaikan kewajiban berzakat.
Secara demografis, potensi zakat khususnya di Indonesia pada dasarnya sangat berpotensi melihat fakta masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Namun ironisnya, realitas menunjukkan bahwa potensi tersebut secara menyeluruh tidak dapat terealisasi sesuai harapan. Karena realisasi pengumpulan zakat hingga kini masih jauh dari potensi zakat yang ada. Dimana faktor utama penyebab rasio penghimpunan zakat terlihat sangat kecil adalah karena kurangnya kesadaran masyarakat pada umumnya.
Di samping itu, faktor keterbukaan yang masih kurang menyebabkan kepercayaan atau trust terhadap lembaga berwenang dalam hal ini OPZ juga rendah. Sebagaimana beberapa hasil survei nasional yang juga menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya penurunan tingkat penyaluran zakat oleh Muzakki kepada OPZ adalah karena menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pengelolaan zakat yang dilakukan oleh lembaga pengelola zakat tersebut.
Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap OPZ tentunya akan berimbas pada tingkat optimalisasi potensi zakat. Oleh karena itu, salah satu bentuk upaya OPZ dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat adalah dengan menerapkan suatu sistem akuntansi yang baik dalam pengelolaan zakat. Penerapan sistem akuntansi inilah yang diharapkan dapat membantu OPZ dalam pengelolaan zakatnya menjadi lebih efektif dan efisien, tentunya juga lebih transparan dan akuntabel dalam artian sumber dan penggunaan dananya jelas serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sistem akuntansi sebagai metode dalam menyediakan informasi keuangan didasarkan pada PSAK yang diterbitkan sebagai panduan serta pedoman standar dalam pencatatan transaksi serta penyusunan laporan keuangan yang dibuat oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), terutama di dalamnya mengatur tentang akuntansi zakat. Dimana dengan adanya standarisasi tersebut akan tercipta keseragaman (uniformity) serta keterbandingan (comparability).
Informasi akuntansi digunakan dalam proses pengambilan keputusan yang dapat meliputi keputusan perencanaan, pengarahan, pengkoordinasian serta pengevaluasian kinerja dari lembaga pengelola zakat itu sendiri. Dimana pihak-pihak yang berkepentingan atas informasi ini meliputi donatur (Muzakki), orang yang menerima zakat (Mustahik), pemerintah, masyarakat umum, maupun juga pihak internal dalam hal ini lembaga pengelola yaitu OPZ.
Informasi akuntansi pada dasarnya akan memberikan hasil akhir berupa sebuah bentuk laporan pertanggungjawaban atas dana ZIS (zakat, infak dan sedekah). Laporan keuangan tersebut akan menunjukkan informasi terkait aktivitas transaksi yang telah dilakukan oleh lembaga bersangkutan, dan juga sebagai bentuk dari pertanggungjawaban OPZ atas apa yang telah diamanatkan oleh masyarakat dalam hal ini para donatur (Muzakki). Unsur transparansi akan terpenuhi ketika OPZ menyajikan informasi yang benar-benar relevan, akuntabel dan tepat waktu dalam mempublikasikan laporan pertanggungjawaban yang telah dibuat.
Sebagai kesimpulan, bahwa pada dasarnya transparansi dan akuntabilitas merupakan faktor penting yang dibutuhkan masyarakat untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap OPZ. Dan wujud dari transaparansi dan akuntabilitas oleh OPZ dapat ditunjukkan melalui laporan keuangan ZIS yang dibuat lembaga pengelola pada setiap periode tertentu, yang kemudian dipublikasikan melalui berbagai media massa baik itu media cetak maupun media elektronik.