Sinar senja mulai menampakan dirinya, membuat semua yang diterpanya berwarna merah menyala. Semuanya, tak terkecuali mataku. Mataku merah, jantungku berdegup kencang. Ku hirup dalam-dalam aroma kebranian yang meledak-ledak. Betapa banyak orang yang jatuh cinta pada senja. Banyak tapi tidak termasuk aku
Aku termenung dalam sebuah tempat. Ditemani oleh nyanyian burung serta di hibur oleh tiupan angin yang berhembus dari timur menuju barat. Kukeluarkan seluring bambuku. Kutiup seruling itu dengan penuh penghayatan. Seruling bambu itu menghipnotis setiap makhluk yang mendengarkannya. Tak seorang pun dapat menolak keindahan nada seruling itu.
Sesosok perempuan berkerudung hijau kulihat duduk meknimati nada-nada dari seruling yang kutiup. Aku menghampiri dia dan kemudian mengajak dia berkenalan.
“ Selamat senja wahai penikmat kesendirian” sapaku dengan halus
“ Selamat senja kembali”
“ Bolehkah aku mengetahui namamu?” sambil ku ulurkan tanganku
“ Fierda”
“ Mengapa kau ada disini? Sebelumnya aku tak pernah melihat ada orang yang ke tempat
Kecuali aku”
“ Iya memang betul itu. Aku kesini untuk menyejukan pikiranku yang tengah keruh oleh suatu hal yang membuat diriku menjadi sedih. Bolehkah aku bercerita sesuatu kepadamu? Dengan muka yang berkaca-kaca
“ Silahkan, Curahkan segala masalahmu kepadaku. Sudah biasa diri ini menjadi tempat untuk curhat dan semoga setelah kau ceritakan masalahmu kepadaku kau bisa agak sedikit bahagia.”