Semakin banyak orang yang mulai merasa betah di mana pun. Saking nyamannya, mereka membuat orang lain merasa tidak nyaman hingga merasa jijik.
Saya tidak punya urusan dengan apa yang Anda lakukan di dalam rumah, kamar atau mobil Anda. Namun tempat-tempat seperti mal, restoran atau bioskop adalah ruang sosial dan kita  gunakan bersama.Â
Pada zona-zona tersebut ruang pribadi kita masing-masing bersinggungan namun sudah menjadi kesepakatan tidak tertulis bahwa kita menahan diri untuk tidak melakukan tindakan apa pun yang akan mengganggu zona ruang pribadi kita masing-masing dan membuat orang lain di sekitar kita tidak nyaman.
Sayangnya, sekeras apa pun kita berusaha bersikap sopan kepada orang lain dan berperilaku mempertimbangkan hak-haknya, akan selalu ada orang yang tidak menghargai orang lain. Kasar, menjengkelkan, jahat dan tidak sopan.
Saya tidak akan melihatnya dari sudut pandang status sosial. Kenyataannya adalah sikap kasar atau menjengkelkan tidak terbatas pada kelas sosial mana pun. Bahkan orang-orang dari kategori kaya dan terpelajar pun bisa menjadi  golongan itu.Â
Saya pernah melihat seorang eksekutif menghentikan SUV-nya di tengah jalan untuk berbincang dengan seorang kenalan yang juga mengendarai SUV, keduanya tidak menyadari mobil di belakangnya.Â
Bagaimana dengan ibu rumah tangga berpenampilan kaya yang saya saksikan, yang tidak segan-segan meninggalkan tisu bekasnya di keranjang belanjaan setelah menurunkan barang yang dibelinya? Bagaimana dengan pejabat pemerintah dengan pengawalnya yang sangar tiba-tiba memotong jalur kendaraan lain di tengah lalu lintas yang lambat hanya agar bosnya bisa mendahului?
Bukan, ini bukan soal kelas sosial atau status, saya melihatnya lebih sebagai perubahan besar dalam budaya masyarakat kita.
Tata krama sudah tidak lagi berlaku di media sosial, karena pertukaran kata-kata yang menyinggung atau kasar terus berlanjut dan tidak terkendali.Â
Kita juga berperan---pemimpin, pemerintah dan masyarakat, orang tua serta media---dalam merosotnya tata krama dan etika yang baik.Â
Orang yang berperilaku baik malah dianggap banci atau sok suci. Kurangnya kesopanan dan kurangnya etiket di pihak orang-orang yang seharusnya menjadi teladan memberikan pesan yang kuat kepada generasi muda kita dan mereka memperhatikan dan sering kali meniru perilaku buruk tersebut.