Saya ingat sebuah iklan di masa remaja saya, menampilkan seorang pria berpakaian bagus dengan kaca mata yang memancarkan rasa percaya diri yang tinggi.
Iklan tersebut mencerminkan lingkungan tempat saya dibesarkan. Pesannya: berpakaian bagus dan berpenampilan rapi itu keren.
Masalahnya, saya tidak pernah menjadi seorang yang bergaya atau berpenampilan mencolok. Kalau soal pakaian, saya selalu buta mode.
Dulu dan sekarang, ketika saya berbelanja pakaian baru, saya mencari pakaian yang mudah dijangkau dan tersedia, biasanya di mal setempat.Â
Saya tidak sadar merek. Saya hanya memilih apa yang cukup pas dan memiliki label harga yang terjangkau daripada apa yang mengekspresikan gaya tertentu atau akan menarik perhatian.
Saya tidak memberontak terhadap apa pun. Ini juga bukan karena saya non-konformis. Hanya saja saya tidak pernah pilih-pilih tentang apa yang akan saya kenakan karena alasan yang akan saya uraikan nanti.
Ya, saya tahu bahwa kita hidup dalam masyarakat yang menganggap pakaian sangat penting. Setiap hari kita berusaha keras dalam memilih apa yang akan kita kenakan karena pakaian adalah saluran ekspresi diri, mengirimkan pesan kepada orang lain tentang siapa kita dan apa yang kita lakukan.
Selain ekspresi diri, psikolog mengatakan pakaian adalah bagian dari perawatan diri. Berpakaian bagus bukan hanya tentang menampilkan citra, tapi juga bisa menjadi cara untuk meningkatkan kesehatan mental seseorang.Â
Saya pernah melihat seorang eksekutif wanita mengenakan blazer, celana panjang hitam termasuk sepatu hak tinggi saat menghadiri zoom meeting karena dia merasa lebih profesional dan produktif dengan cara itu. Seperti kebanyakan orang, dia merasa lebih berdaya dengan bantuan pakaian.
Mengenakan pakaian pada dasarnya adalah bagian dari tindakan performatif kita sehari-hari. Kita ingin pakaian kita membuat kita menarik, atraktif dan diinginkan atau paling tidak rapi. Dokter, pengacara, eksekutif perusahaan dan pendeta mengenakan pakaian yang telah ditentukan ketika mereka menjalankan tugasnya masing-masing.