Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kita Perlu Mendirikan Bank Makanan

10 Maret 2024   18:25 Diperbarui: 10 Maret 2024   18:36 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suatu kali, ketika saya sedang makan siang di sebuah warung, seorang pria diam-diam duduk dan berlama-lama di di samping saya. Saya melirik ke arahnya dan saya lihat dia sedang memperhatikan dengan penuh perhatian apa yang sedang saya makan. Dia tampil rapi. Tidak berantakan untuk menunjukkan mungkin dia seorang gelandangan.

Saya tahu apa yang dia inginkan. Jadi saya bergegas menyelesaikan makanan saya. Lalu begitu saya berdiri untuk pergi, saya bisa merasakan dia tegang, siap menerkam mangsanya. Potongan empal sapi dan nasi campur yang sengaja saya tinggalkan untuknya.

Setelah saya membayar makanan, saya menoleh ke belakang saat dia sedang meluncur ke posisi dimana saya duduk awalnya. Lantas dia makan dengan penuh semangat. Memegang sendok yang baru saja saya gunakan dan dengan santai menaburkan sambal di atas makanannya. Saya memperhatikannya sebentar, senang dia menyukai apa yang saya pilih dari menu hari itu.

Pernahkah Anda melihat serigala atau hyena, hewan pemakan bangkai di hutan belantara Afrika yang melahap bangkai hewan sisa predator lainnya? Itulah gambarannya saat itu.

Lalu ada cerita yang diceritakan teman saya kepada saya beberapa waktu lalu. Dia biasanya mengumpulkan sisa makanan dan meninggalkannya di luar gerbang rumahnya untuk kucing-kucing liar yang ada di kompleks mereka.

Kemudian pada suatu malam, seperti biasa, saat dia hendak meletakkan wadah plastik yang berisi sisa makanan, tiba-tiba entah dari mana, seorang lelaki tak terawat bergegas merampas sisa makanan tersebut, mendahului kucing-kucing itu. Dia tersenyum tipis pada teman saya seolah mengucapkan terima kasih lalu menyelinap kembali ke istri dan anaknya yang menunggu di gubuk mereka.

Saat itulah ia mengetahui bahwa ada pemulung tunawisma yang berhasil bertahan hidup di kompleks tersebut.

Di Tiongkok kuno dan bahkan di kalangan Tionghoa masa kini, ketika mereka bertemu dengan seorang kenalan atau tetangga di gang, mereka tidak mengucapkan "apa kabar?" Sebaliknya sapaan standar mereka adalah ni chi le ma yang diterjemahkan sebagai "apa kamu sudah makan?" Hal ini tidak serta merta dianggap sebagai ajakan untuk makan bersama.

Jadi apa sebenarnya maksud dari sapaan sehari-hari ini? Dari manakah ungkapan itu berasal?

Cheuk Kwan, seorang pembuat film dokumenter, menulis buku berjudul "Apakah kamu sudah makan?" Menurutnya "karena perang, kelaparan dan kemiskinan, orang-orang di Tiongkok kuno tidak selalu mempunyai cukup makanan. Mungkin itulah sebabnya kata-kata ini menjadi ungkapan kepedulian terhadap kesejahteraan seseorang." Tidak heran dalam budaya tradisional Tiongkok, makanan sangat dianggap sebagai hal yang paling penting. Sebuah pepatah Tiongkok kuno mengatakan, "Orang biasa menganggap makanan sebagai surga."

Ingatkah orang tua kita yang biasa memaksa kita memakan sisa makanan terakhir di piring kita? Jika tidak, Anda tidak akan diizinkan meninggalkan meja sampai Anda menghabiskan semua yang ada di piring Anda. Ambil hanya apa yang sanggup Anda selesaikan. Pernyataan orang tua kita yang biasa mereka sampaikan adalah bahwa orang-orang di Afrika bahkan tidak mempunyai makanan untuk dimakan, jadi bersyukurlah ada makanan di atas meja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun