Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jagalah Kesehatanmu Sebelum Datang Hari Tuamu

12 Februari 2024   17:53 Diperbarui: 12 Februari 2024   17:56 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Saat kita bangun. Bersyukurlah atas anugerah satu hari itu meskipun badan terasa sakit, penglihatan kabur dan pusing. Kita masih bernapas bersama dengan para lansia yang masih hidup dan 1 miliar orang di seluruh dunia.

Mereka bilang kita bisa hidup sampai usia 80 atau 90 tahun dengan layanan kesehatan yang lebih baik saat ini. Siapa tahu Anda termasuk salah satu dari 426 juta orang berusia delapan puluh tahun yang jumlahnya diperkirakan meningkat tiga kali lipat antara tahun 2020 dan 2050.

Bonus usia antara 60 dan 80 tahun secara romantis disebut "tahun matahari terbenam yang keemasan". Ahh, kesannya bagus sekali. Terutama di kalangan orang tua yang tidak suka dianggap orang tua atau senior.

Coba Anda pikir, apa yang membahagiakan dari menghabiskan tahun-tahun ekstra keluar masuk rumah sakit, melakukan kunjungan rutin ke klinik dokter, dicolek sana-sini, ditusuk untuk tes kimia darah, menjalani MRI dan berbagai scan dan menjalani cuci darah mingguan karena gagal ginjal atau terserang stroke yang membuat separuh tubuh Anda lumpuh dan degenerasi?

Semua itu menuntut banyak waktu dan perhatian, belum lagi uang, dari anak-anak kita karena kita, orang tua mereka yang sudah lanjut usia, bergantung pada mereka. Kenyataan yang nyata adalah bahwa beban yang mereka tanggung semakin berat dan semakin lama semakin melampaui batas kemampuan mereka.

R menghadiri pemakaman salah satu bibinya yang masih tersisa. Beliau hidup sampai usia 92 tahun. Satu hal yang R perhatikan adalah tidak adanya isak tangis seperti biasanya. Anggota keluarga tampak lebih lelah ketimbang sedih.

Mendiang bibinya sudah sakit parah, dalam tahap awal demensia, ketika beliau meminta untuk dipulangkan dari California lebih dari setahun yang lalu. Beliau telah bekerja keras di negara itu untuk menabung untuk menghadapi kemungkinan ini.  

Tentu saja hal ini sangat merugikan keluarga secara finansial dan psikologis. Dikurung di ICU tiga hari sebelum meninggal, beliau meninggalkan sebuah keluarga yang masih berjuang untuk membayar tagihan rumah sakit yang membengkak. Tabungan yang disisihkan sudah lama habis. Jadi bisa dipahami, mengapa bahkan setelah mendiang ibu pemimpin tersebut beristirahat selamanya, keluarga tersebut masih tidak dapat bernapas lega.

Indonesia seharusnya menjadi tempat yang baik bagi para lansia yang sakit dimana anak-anak dan kerabat dekat dapat diandalkan untuk memberikan dukungan penuh kasih hingga akhir.

Setiap keluarga di Indonesia harus mempunyai "martir yang ditunjuk", sebaiknya seorang anggota perempuan lajang yang akan mengabdikan hidupnya untuk merawat orang tuanya sampai akhir. Selebihnya anggota keluarga yang lain tentu saja diharapkan untuk memberikan dukungan moral dan finansial.

Ketika orang tua yang terbaring di tempat tidur dan hampir tidak sadarkan diri terus bernapas terlalu lama dan tidak ada "martir yang ditunjuk" untuk merawat orang tua tersebut, maka tugas tersebut bisa diserahkan kepada kerabat yang menganggur dan diberi tunjangan tetap. Jika anggaran memungkinkan, keluarga tersebut bisa juga menyewa pengasuh profesional sehingga mereka semua dapat melanjutkan hidup masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun