Masakan rumahan merupakan hal yang lumrah selama pandemi. Namun kini semakin sulit untuk disiapkan karena aktivitas ekonomi sudah kembali bergerak. Hal ini terutama berlaku bagi keluarga yang memiliki kebiasaan membeli makanan untuk dibawa pulang atau makan di luar. Keluarga berpendapatan rendah kembali mengunjungi warung-warung makan favorit mereka dimana harga makanan lebih murah dibandingkan dengan yang dijual di restoran.
Apa yang membuat keluarga tersebut merasa lebih praktis untuk membeli makanan siap saji adalah kenyataan bahwa harga LPG dan bahan-bahan segar menjadi lebih mahal. Membeli makanan matang lebih hemat biaya, terutama bagi mereka yang tidak punya waktu lagi untuk pergi ke pasar basah dan memasak.
Memilih bahan-bahan yang tepat saja membutuhkan waktu dan memasak untuk keluarga beranggotakan lima orang misalnya, dapat membebani mereka yang harus melakukan perjalanan ke kantor mereka di kawasan pusat bisnis yang macet.
Makanan dari warung atau restoran sebenarnya tidak terlalu buruk, terutama jika seseorang memiliki kemampuan untuk membeli makanan yang enak dan sehat. Sayangnya, ketika waktu dan sumber daya terbatas, orang-orang beralih ke makanan olahan atau makanan siap saji untuk memberi makan diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Meskipun produk-produk ini dapat memuaskan rasa lapar, produk-produk tersebut tidak memiliki nilai gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak dan orang dewasa.
Salah satu cara yang dapat digunakan oleh keluarga-keluarga di Indonesia untuk meningkatkan akses mereka terhadap makanan bergizi adalah dengan memungkinkan mereka memperoleh bahan-bahan tersebut dengan mudah dari food estate yang dikelola komunitas.
Bukankah Presiden Jokowi telah  membicarakan hal ini? Namun entah mengapa upaya untuk meningkatkan jumlah food estate ini mengalami kemajuan yang sangat lambat.
Hanya ada beberapa kota yang berhasil membangun food estatenya sendiri dan masih harus dilihat apakah hal ini benar-benar dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat di kota tersebut.
Kini Calon Presiden harus mulai mempertimbangkan untuk memasukkan pembangunan food estate ini ke dalam program prioritas mereka. Tidak perlu banyak usaha untuk mendirikan pertanian perkotaan di mana masyarakatnya bisa membeli sayur-sayuran dengan harga murah yang juga bisa meningkatkan pendapatan mereka.
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Unicef pada bulan Maret lalu mengungkapkan bahwa anak-anak mengonsumsi lebih sedikit buah-buahan dan sayur-sayuran dan lebih banyak mengonsumsi produk-produk yang mengandung gula, garam dan berlemak yang mudah didapat dan lebih murah dibandingkan pilihan makanan sehat. Membalikkan tren ini untuk menghilangkan malnutrisi memerlukan upaya ekstra untuk memperluas akses masyarakat Indonesia terhadap makanan sehat. Sebaiknya pemerintah pusat menjangkau masyarakat dan bekerja sama dengan mereka untuk mempromosikan program-program yang berupaya menghilangkan malnutrisi dan mencegah stunting pada anak-anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H