Israel dan Palestina telah mengalami saat yang memilukan. Penderitaan terutama anak-anak sangatlah menyedihkan. Selain itu, kejadian ini seakan menyoroti dan memperburuk keadaan karena begitu banyak orang termasuk para pemimpin politik dan media beralih ke mentalitas kelompok.
Manusia memang hidup berkelompok seperti yang dikatakan psikolog sosial Jonathan Haidt. Kita mempunyai kecenderungan yang kuat untuk mengidentifikasi diri dengan kelompok kita terutama ketika kelompok kita diserang dan secara kolektif mencap setiap orang di kelompok lain sebagai orang yang bermusuhan dan bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami kelompok kita.
Serangan tanggal 7 Oktober oleh Hamas dan kelompok militan lainnya berasal dari keyakinan mereka bahwa semua warga Israel bertanggung jawab atas penindasan warga Palestina sehingga Hamas membenarkan penyanderaan dan menyatakan bahwa semua warga Israel bertanggung jawab atas penderitaan warga Palestina.
Sementara di pihak pemimpin Israel menyatakan bahwa seluruh warga Palestina di Gaza bertanggung jawab atas serangan Hamas dan dengan logika ini mereka membenarkan pembunuhan besar-besaran terhadap warga sipil di Gaza. Sehingga siklus saling menyalahkan dan dehumanisasi ini akhirnya memicu lebih banyak kekerasan disana.
Dalam menghadapi kekerasan ekstrem seperti ini, sulit untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan. Bagaimana seseorang misalnya dengan gampang menyalahkan orang tua yang kehilangan anaknya karena mengamuk pada pihak lain.
Itulah sebabnya para pemimpin politik dan militer serta tokoh media harus mengambil tanggung jawab untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan pada saat terjadi kemarahan dan rasa sakit hati.
Dalam semua konflik, ada dua prinsip utama yang harus didorong. Pertama, semua kehidupan itu penting, apapun kebangsaan, agama, ras, suku dan lain sebagainya. Dalam hal ini kehidupan rakyat Israel dan Palestina adalah hal yang penting. Kedua, menargetkan warga sipil adalah sebuah kejahatan.
Penindasan dan pendudukan selama puluhan tahun tidak membenarkan adanya penargetan terhadap warga sipil. Menanggapi serangan yang mengerikan tidak membenarkan tindakan menargetkan warga sipil. Serangan Hamas terhadap warga sipil Israel dan penyanderaan warga sipil Israel termasuk anak-anak harus dikutuk. Serangan Israel yang menargetkan dan membunuh warga sipil Palestina juga harus dikutuk.
Konsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa operasi terhadap sasaran militer harus mengambil langkah-langkah nyata untuk membatasi dampak buruk terhadap warga sipil.
Terkait konflik Israel-Palestina, para pemimpin dan tokoh media juga harus menyadari tiga realitas penting. Pertama, dua bangsa Israel dan Palestina menginginkan tanah yang sama. Keduanya percaya bahwa mereka mempunyai klaim yang sah atas tanah yang sama.
Kedua, baik warga Palestina maupun Israel tidak mungkin kemana-mana. Setelah selamat dari genosida di Eropa, kemudian warga diaspora Yahudi berbondong-bondong ke Palestina dan mendirikan negara Israel disana kemudian tinggal di sana selama beberapa dekade hingga warga Yahudi Israel telah mengembangkan identitas unik mereka dan tidak mungkin kembali secara massal ke Eropa atau ke tempat asal orang tua, kakek-nenek bahkan kakek buyut mereka.