Imran Khan. Beliau ini adalah Lionel Messi nya kalau di sepak bola. Tapi yang ini Cricket. Olah raga yang tidak populer di Indonesia. Kalau di Pakistan jangan tanya.
Tahun 1992 beliau ini pernah membawa Pakistan juara dunia Cricket untuk yang pertama kali. Setelah pensiun dari dunia Cricket dia mulai menjadi Filantropis.
Punya banyak rumah sakit kanker di Lahore dan Peshawar. Setelah itu baru beliau masuk dunia politik.
Namun sebelum sampai ke Imran Khan, kita bahas Nawaz Sharif dulu. Jadi Nawaz Sharif ini sudah tiga kali jadi Perdana Menteri dan ketiga-tiganya selalu berakhir dengan kudeta. Hingga akhirnya Mahkamah Agung Pakistan melarang beliau ikut pemilu lagi dan mendapat hukuman 10 tahun penjara. Hanya masalahnya beliau saat ini ada di London dan Pakistan tidak punya perjanjian ekstradisi dengan pihak Inggris.
Sekarang kita kembali ke Imran Khan. Pada 17 Agustus 2018 Imran Khan dikukuhkan sebagai Perdana Menteri Pakistan. Setelah ini kemudian baru beliau menyadari betapa beratnya tugas menjadi Perdana Menteri di Pakistan. Soalnya lingkungan Politik di Pakistan ini agak beda. Pertama beliau harus menjaga hati dan perasaan orang-orang yang ada didalam lingkarannya. Kedua tidak boleh mengangkat apalagi memberhentikan anggota kabinet seenak udel. Ketiga harus bisa menjaga kepentingan siapapun yang berperan dalam politik negara itu.
Nah sekarang kita bahas Pervez Musharraf. Beliau ini adalah dulunya panglima tinggi angkatan bersenjata Pakistan. Tahun 2001 beliau diangkat menjadi presiden setelah menggulingkan Nawaz Sharif. Tahun 2008 beliau di demo sama rakyatnya hingga melarikan diri ke luar negeri. Meskipun beliau ada di luar negeri tetapi pengaruhnya di dalam negeri masih begitu besar. Nah orang-orang beliau inilah yang kemudian masuk dalam jajaran kabinetnya pak Imran Khan.
Kondisi politik di Pakistan memang begitulah adanya. Pemimpin yang dikudeta atau yang diusir belum tentu hilang pengaruhnya. Sementara pemimpin yang sedang memimpin belum tentu punya pengaruh di lingkungan politik.
Saat Imran Khan memimpin disamping beliau harus menjaga ketiga norma diatas, beliau juga harus mampu menjaga sikap ke negara tetangganya yaitu Arab Saudi dan Iran yang tengah bertikai waktu itu. Jangan sampai salah omongan. Padahal Imran Khan waktu itu ingin merapat ke Amerika sementara Trump malah punya masalah dengan Iran. Saat ingin merapat ke Tiongkok untuk bicara tentang investasi eh malah rakyatnya membenci Tiongkok karena tindakan represif mereka di Xinjiang. Pusing...
Sementara ekonomi Pakistan ada bisul yang harus diangkat yaitu krisis hutang. Ini harus cepat diatasi jika tidak ingin menyebar kemana-mana. Maka mau tidak mau beliau terpaksa berurusan dengan IMF. Nah kita kan sudah sama-sama tahu jika berhubungan dengan IMF maka mereka pasti akan mengajukan syarat yang kadang bikin pusing juga.
Apa kata IMF? Turunkan nilai mata uang dan perbaiki sistem penerimaan bea dan cukai. Akhirnya Imran Khan melakukan semua itu termasuk memotong beberapa subsidi sehingga sedikit demi sedikit Pakistan mulai keluar dari krisis hutang tersebut.
Setelah itu Imran Khan mulai memangkas birokrasi terutama yang berkaitan dengan investasi sehingga Pakistan mendapatkan peringkat ke 28 dalam Ease of Doing Business (EODB).