Buku yang merupakan sumber dan bahan ajar bagi pendidik maupun peserta didik masih tetap dominan pemakaiannya dalam kegiatan proses belajar dan mengajar .apalagi bila melihat isi dari kurikulum dari setiap mata pelajaran nya berisikan puluhan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasi oleh para peserta didik tanpa buku barangkali pendidik maupun peserta didik akan keteter dalam menuntaskan kompetensi demi kompetensi.
Permasalahan pengadaan bahan ajar untuk perserta didik ini kerap menjadi pembicaraan yang hangat diantara para orang tua, kenapa tidak? Di satu sisi pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional telah berbaik hati memberikan bantuan berupa buku-buku ajar kepada tiap sekolah melalui BOS Buku yang harus diberikan gratis kepada para peserta didik ,memang belum semua buku ini mencakup mata pelajaran yang diajarkan dan dan tersedianya layanan Buku Sekolah Elekronika yang bisa dibaca setiap saat dengan hak cipta yang sudah dibeli oleh pemerintah.
Keberadaan Buku sekolah Gratis ini terkadang terkendala dengan adanya” kebijakan” diharuskannya para peserta didik ini membeli buku-buku paket yang ditawarkan oleh pihak sekolah tentu saja bisa dengan kemasan yang diatur sedemikian rupa, padahal pemerintah sudah berulang kali melarang tidak diperkenankan adanya penjualan buku-buku paket disekolah, namun realita aturan -aturan tersebut dianggap hanya sebatas tulisan lihat saja para orang tua harus mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah hanya untuk membeli buku paket yang ditawarkan sekolah tersebut., ada kalanya juga sekolah ” bermain ” dengan cara mengarahkan orang tua untuk membeli ke penerbit atau Toko tertentu.
Selain buku -buku paket tersebut ada juga yang mempergunakan lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai bahan ajarnya inipun harus ditanggung oleh peserta didik.
keberadaan Buku-buku Bantuan dari pemerintah yang seyogyanya diberikan/Dipinjamkan kepada siswa lebih banyak menumpuk di dalam gudang/perpustakaan dibiarkan berdebu daripada diberikan kepada siswa