Jika ditanyakan pada semua orang krisis apa yang harus kita tanggulangi saat ini. Pasti semua akan serentak menjawab Pemanasan Global atau Perubahan Iklam, krisis ekonomi dan krisis energi sebab ketiga krisis tersebut memang dirasakan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi ditambah dengan kampanye yang gencar tentang isu tersebut. Jarang ada yang bilang kita harus mengatasi Krisis Pangan karena mereka merasa saat ini tidak sedang kelaparan. Apalagi kalau ingin bicara Krisis kemanusiaan.
Â
Dari semua krisis yang ada mulai dari Krisis Energi, Krisis Lingkungan, Krisis Pangan sampai kepada Krisis Ekonomi, hanya Krisis Kemanusiaan saja yang sulit diukur secara Kuantitatif. Kita bisa mengukur perubahan temperature uayang terjadi di Kutub Utara, tingkat CO2 yang ada di kota-kota besar, meningkatnya temperature air laut atau perubahan iklim yang terjadi di beberapa belahan dunia untuk mengetahui adanya Pemanasan Global. Kita bisa melihat data produksi minyak, gas dan batu bara dan menghitung kebutuhan dunia untuk memastikan bahwa sedang ada Krisis Energi yang kita alami. Kita juga dapat menjadikan data ekonomi dan keuangan suatu Negara sebagai basis data untuk menganalisa Krisis Ekonomi. Untuk menganalisa Krisis Pangan, kita tinggal melihat data Kependudukan dan Ketersediaan Pangan. Tapi untuk melihat Krisis Kemanusiaan? Sangat sulit sekali diukur meskipun krisis ini tergolong krisis yang paling berbahaya di dunia.
Â
Kasus criminal tidak bisa kita jadikan patokan untuk mengukur Krisis Kemanusiaan kecuali kriminalitas itu dilakukan banyak orang berulang-ulang dan dianggap hal yang biasa saja. Itu bolehlah dikatakan sebagai Krisis Kemanusiaan. Banyaknya kasus korupsi di Indonesia pun tidak bisa kita katakan bahwa Indonesia telah mengalami Krisis Kemanusiaan. Kecuali KPK sudah tidak ada, aparat hukum pun sudah tidak perduli lagi bahkan cenderung terlibat dan kepala daerah yang telah berkali-kali terjerat kasus korupsi bahkan bisa jadi Presiden, baru bisa dikatakan telah terjadi Krisis Kemanusiaan di Indonesia.
Krisis Kemanusiaan terjadi saat manusia secara bersama-sama telah kehilangan NIlai-Nilai kemanusiaannya sehingga tidak ada lagi batasan antara benar dan salah, baik dan buruk atau hitam-putih. Krisis Kemanusiaan terjadi saat NIlai-Nilai Kemanusiaan sudah jadi abu-abu. Namun yang menjadi permasalahan adalah banyak pihak yang menganggap bahwa Nilai-Nilai Kemanusiaan itu sangat subjektif dan relative. Di satu sisi nilai-nilai yang dipegang teguh oleh salah satu kelompok masyarakat belum tentu diterima oleh kelompok lain atau malah nilai-nilai tersebut malah diabaikan.
Atas dasar semua itulah maka Krisis Kemanusiaan sangat sulit sekali diukur secara Kuantitatif. Ironisnya orang yang memandang bahwa NIlai-Nilai Kemanusiaan itu subjektif dan relatif justru tidak sadar bahwa saat ini manusia sedang menghadapi semua itu. BUkankah banyak manusia yang tidak memahami makna Nilai-Nilai Kemanusiaan Sejati? Padahal idealnya setiap manusia harus tahu dan sekaligus memiliki NIlai-Nilai Kemanusian yang berlaku secara Universal dan Absolute. Saat ini yang tampak adalah kesadaran kolektif manusia masih belum mencapai kepada tingkat Kepedulian. Sepertinya butuh waktu yang panjang agar semua itu bisa terealisasi. Tapi paling tidak ada satu nilai sederhana yang tampaknya dapat diterima oleh segenap umat manusia hari ini yaitu Hidup itu sangat berharga sehingga hanya TUhan yang boleh mencabutnya. Itulah mengapa semua agama di dunia ini mengutuk habis tindakan pembunuhan, menyakiti dan membahayakan hidup orang lain sebagai tindakan biadab.
Mengapa Krisis Kemanusiaan disebut sebagai krisis yang paling berbahaya di dunia? Sebab manusia yang kehilangan NIlai-Nilai kemanusiaan dalam dirinya mampu melakukan tindakan-tindakan destruktif yang dapat menyakiti dan membahayakan orang lain tanpa rasa bersalah. Pembunuhan berencana, pembantaian, pembersihan etnis, terorisme dan pembakaran hutan adalah beberapa contohnya. Dibandingkan dengan krisis-krisis yang lain, Krisis Kemanusiaan adalah krisis yang paling mengancam Peradaban Manusia. Jadi tak salah apabila saya katakan bahwa Krisis Kemanusiaan adalah roh dari Krisis Peradaban Manusia. Â Â
Hanya demi mengejar Pertumbuhan Ekonomi, manusia dibombardir oleh semangat Materialisme dan Konsumerisme yang sudah jelas tidak sejalan dengan Nilai-Nilai Spritual agama apapun. Akibat dibombardir setiap hari oleh Nilai-Nilai Materialisme dan Konsumerisme maka Nilai-Nilai Spiritual pun akhirnya tersisih secara perlahan-lahan. Secara sistematis Sains dan Tekhnologi ditempatkan lebih penting dari agama. Orang-orang dicekoki dengan prinsip bahwa kunci kesuksesan itu diukur dengan materi. Maka mereka pun berlomba-lomba untuk menjadi sukses. Untuk itu maka mereka harus bekerja ekstra keras. Tubuh manusia pun dipaksa bekerja melebihi batas kemampuannya. Kalau tubuh mengalami Stress, jangan takut. Manusia tidak perlu lari kembali ke agamanya. Sains dan Tekhnologi kemudian menciptakan berbagai sarana hiburan agar manusia dapat sedikit meregangkan urat-urat syarafnya dan pada akhirnya mereka tidak punya waktu lagi untuk menyembahNYA.
Maka tak heran filem Porno dan Game menjadi industry terbesar di Internet. Sepak bola menjadi agama baru khususnya di Eropah dan Amerika Latin. Bahkan dunia pendidikan pun yang seharusnya lebih dekat dengan Nilai-Nilai Spiritual kemudian dibelokkan menjadi lebih sekuler dan pemuja Sains dan Tekhnologi.
Sebenarnya ada banyak lagi contoh usaha-usaha sistematis yang membuat orang melupakan Tuhannya. Satu kesalahan fatal yang pada akhirnya harus dibayar mahal. Hanya dengan kembali PadaNYA manusia dapat menemukan Nilai-NIlai Kemanusiaan Sejatinya. Saat manusia sudah berpaling dariNYA maka perlahan-lahan manusia akan kehilangan Sisi-sisi Kemanusiaannya.