Guru merupakan profesi yang amat mulia dan di junjung tinggi, karena guru merupakan tonggak yang sangat vital dalam sebuah peradaban dan pembangunan Sumber Daya Manusia. Tapi tidak di Indonesia yang membuat klasifikasi dan strata sosial dalam kelas guru keberadaan guru honorer adalah  bukti negara tidak mampu menyelesaikan persoalan yang sudah bergulir selama puluhan tahun, dan ini di selalu luput dari perhatian tentang kesejahteraan, guru honorer menjadi tingkat rendahnya pendapatan serta kualitas didalam pendidikan di Indonesia. Imin iming pemerintah dalam mensejahterakan guru adalah buaian semata dan hanya dipakai ketika musim kampanye politik saja, gaji mereka jauh lebih rendah dibanding guru yang berstatus ASN.
 Jika dilihat kembali, guru tidak hanya dituntut memberikan pelajaran kepada murid, namun juga beragam hal seperti asesmen, administrasi, dan sederet tugas lainnya diluar mengajar.Â
Sayangnya beban pekerjaan yang mereka tanggung tidak sebanding dengan gaji yang mereka terima. Seringkali kita mendengar guru yang hanya digaji ratusan ribu per bulan, yang jumlahnya jauh dari standar UMR. Banyak guru dengan pendidikan tinggi setingkat sarjana yang berpenghasilan di bawah Rp. 1.000.000/bulan.Â
Bahkan pada tahun 2018, ada guru di Indonesia yang hanya mendapatkan penghasilan Rp. 200.000/bulan , adapun di era covid 2019/2020 ada beberapa guru di Cianjur Jawa barat digaji hanya 300 rb / bulan. Upah minimun Regional dan Provinsi tidak diterapkan dalam status guru honorer tidak ada payung hukum yang dilaksanakan negara untuk kesejahteraan guru honorer, ia seperti nyamuk yang bersarang pada wadah air yang sudah terlalu lama di diamkan dan pada akhirnya harus dikubur.Â
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun ajaran 2022/2023 ada sebanyak 3,37 juta guru di Indonesia. Dari jumlah tersebut, jumlah guru paling banyak berada di jenjang Sekolah Dasar (SD) yang mencapai 1,61 juta orang.
 "Mereka tersebar di sekitar 399.376 unit sekolah di seluruh Indonesia,". Khususnya guru honorer, menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling banyak terjerat utang pinjaman online (pinjol) ilegal. Bahkan, mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 42% masyarakat yang terjerat pinjol ilegal datang dari kalangan guru.Â
Menjadi fenomena yang sangat miris ketika guru honorer adalah satu objek yang terjerat pinjol, harusnya seorang guru memikirkan bagaimana besok untuk persiapan dan rencana dalam membangun kegiatan belajar mengajar, justru harus memikirkan pinjaman online yang harus dia lunaskan dengan gaji yang diluar rasa kemanusiaan. Â
Negara harus bertanggung jawab atas pasar bebas pekerjaan profesionalis terhadap guru honorer, ditambah sejak tahun 2019/2020 pembukaan PNS untuk guru ditiadakan dengan alasan guru yang diatas umur 35 tahun bisa mengikuti sleksi yang diganti menjadi p3k (Pegawai Pemerintah dengan Pejanjian Kerja) dan ini mengkubur segala impian lulusan sarjana pendidikan menjadi PNS yang di ubah dengan sistem kontrak didalamnyapun tidak begitu mudah menjadi PPPK mereka yang muda harus bersaing dengan guru tua yang sudah memiliki sertifikat pendidik ditambah dalam sistem PPPK ini ada namanya P1,P2,P3 seperti tukang parkir saja guru semakin di kelompokan klasifikasi sosialnya.Â
Lalu bagaimana dengan nasib guru honorer? tetap saja guru honorer di Indonesia hanya di iming-imingi angin surga dan hanya sebagai komoditas politik di mimbar kontestan 5 tahunan dalam debat di televisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H