Mohon tunggu...
Andi Maqhfirah NF
Andi Maqhfirah NF Mohon Tunggu... andif

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyikapi Animal Testing

25 April 2021   13:51 Diperbarui: 25 April 2021   14:08 1757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa model organisme yang digunakan dalam penelitian. Ilustrasi oleh Charlotte Hu/Cold Spring Harbor Laboratory.

Istilah pengujian hewan atau Animal Testing mengacu pada prosedur yang dilakukan pada hewan hidup untuk tujuan penelitian biologi dan penyakit, menilai efektivitas produk obat baru, dan pengujian kesehatan manusia dan/atau produk industri seperti kosmetik, pembersih rumah tangga, bahan tambahan makanan, farmasi dan industri/agro-kimia, dll. Setelah berabad-abad kita mengenal dan menjadikannya sebagai default standart dalam pengujian dan penelitian, tidak dapat dipungkiri bahwa pengujian terhadap hewan coba telah berkontribusi pada banyak penemuan ilmiah dan medis yang penting termasuk diantaranya penemuan dan pengembangan antibiotik, terapi insulin, anestesi modern, vaksin untuk penyakit infeksi dan penyakit lainnya, pengembangan teknik bedah dan peralatan medis baru, dan masih banyak lagi.

Isu tentang pemanfaatan hewan dalam pengujian dan pengembangan penelitian medis telah meninggalkan para ilmuwan di persimpangan jalan tentang etika di balik keseluruhan operasi. Ini bukanlah hal yang baru dan sangat penting untuk dibahas sebab banyak permasalahan yang masih harus dikaji dan dibenahi terkait batas yang jelas antara manfaat yang kita peroleh dan moral dalam tindakan tersebut. Dalam penelitian Taylor dan Alvarez (2019), diperkirakan bahwa telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam penggunaan hewan laboratorium di seluruh dunia selama 10 tahun (2005-2015), dari estimasi 115,2 juta hewan dan 58,3 juta prosedur menjadi 192,1 juta hewan dan 79,9 juta prosedur (Taylor and Alvarez, 2019). Tetapi karena hanya sebagian kecil negara yang mengumpulkan dan mempublikasikan data tentang penggunaan hewan untuk pengujian dan penelitian, jumlah tepatnya tidak diketahui. Hewan penelitian tersebut menjadi subjek untuk berbagai prosedur berbahaya termasuk pengujian keamanan obat untuk konsumsi manusia, menentukan toksisitas obat, dan pada akhirnya mengembangkan perawatan medis yang stabil. Meskipun demikian, fakta bahwa angka estimasi keseluruhan mendekati 200 juta hewan per tahun harus menjadi perhatian, terutama melahirkan pertanyaan mengenai seberapa layakkah hewan-hewan tersebut dikorbankan?

Beberapa argumen yang mendukung penggunaan hewan coba dalam pengujian dan penelitian antara lain yaitu karena hewan coba secara biologis sangat mirip dengan manusia, mereka rentan terhadap banyak masalah kesehatan yang sama seperti manusia seperti kanker, diabetes, penyakit jantung, dll, serta siklus hidupnya yang lebih pendek daripada manusia memungkinkan model hewan dapat dipelajari sepanjang masa hidup mereka hingga ke beberapa generasi dimana hal ini penting dalam pemahaman bagaimana penyakit berproses dan bagaimana ia berinteraksi dengan sistem biologis secara keseluruhan. Selain itu, penggunaan hewan coba dalam pengujian dan penelitian telah memungkinkan pengembangan banyak pengobatan yang menyelamatkan nyawa baik untuk manusia maupun hewan serta peraturan yang ketat telah ditetapkan untuk mencegah penganiayaan hewan di laboratorium (Cardon et al., 2012). Adapun beberapa argumen yang menentang penggunaan hewan coba dalam pengujian dan penelitian diantaranya yaitu karena eksperimen pada hewan menimbulkan rasa sakit, kesusahan, dan bahkan kematian terhadap hewan-hewan tersebut sehingga dianggap suatu bentuk kekejaman dan merupakan tindakan yang tidak manusiawi, banyak metode alternatif yang tersedia bagi para peneliti yang dapat difokuskan dengan tujuan untuk mengganti pengujian pada hewan, dan bahwa hewan sangat berbeda dari manusia sehingga penelitian pada hewan sering kali memberikan hasil yang tidak relevan. Selain itu, sebagian besar eksperimen yang melibatkan hewan memiliki kelemahan dan menyia-nyiakan nyawa subjek hewan serta jenis hewan yang dicakup oleh Animal Welfare Act (AWA) berjumlah kurang dari satu juta hewan yang digunakan di fasilitas penelitian setiap tahun, yang menyisakan sekitar 25 juta hewan lain tanpa perlindungan dari penganiayaan serta data statistik tahunan tentang pengujian hewan dianggap hanya menyertakan persentase kecil hewan yang tunduk pada Undang-undang tersebut (Of mice and model organisms - Cold Spring Harbor Laboratory, n.d.; Animals used in biomedical research FAQ | The Humane Society of the United States, n.d.). Sebagai mahasiswa farmasi yang memiliki pengalaman dalam melakukan percobaan dengan hewan coba serta tidak asing lagi terhadap hal tersebut, sudut pandang saya secara pribadi berada ditengah-tengah karena saya mendukung hasil positif dari penelitian yang mencakup manfaat bagi manusia dan juga hewan. Namun, disisi lain, saya menentang pengujian hewan yang dilakukan tanpa memastikan kesejahteraan hewan dalam perawatan dan menyepelekan penderitaan hewan tersebut selama dan setelah prosedur pengujian, serta dilakukan dengan tidak sesuai pedoman peraturan dan prinsip-prinsip manusiawi.

Ketika menggunakan hewan untuk sains, penelitian, dan pengujian, kita cenderung fokus pada fakta bahwa hewan bukan manusia merupakan makhluk inferior atau lebih rendah dari manusia, terlepas dari apakah itu benar atau tidak, dan sering mengabaikan fakta bahwa manusia dan hewan sama-sama makhluk hidup dimana makna hidup, menurut Sentinent (2015), adalah seseorang atau makhluk yang memiliki perasaan atau yang dapat merasakan. Selain itu, hewan juga merupakan makhluk yang berakal yang mengerti akan perbedaan rasa sakit dan kesenangan dimana respons hewan dan manusia terhadap rasa sakit tidak jauh berbeda yaitu dengan cara berteriak atau mencoba menghindari rasa sakit. Penelitian menunjukkan bahwa 37% persen hewan yang digunakan untuk sains menderita stres sedang hingga parah dan ketidaknyamanan atau rasa sakit yang parah (National Statistic, 2014). Beberapa hewan yang digunakan dalam penelitian biomedis tidak diberikan pereda nyeri. Mereka mengalami kondisi yang menyakitkan dan prosedur fisik yang membuat mereka sangat dingin atau panas, atau anggota tubuh hancur dan tulang belakang rusak (Callanan, 2009).

Sebagai akibat dari meningkatnya kesadaran masyarakat tentang isu penggunaan hewan coba dalam penelitian dan pengujian, muncullah pertanyaan tentang perlunya pengujian hewan dalam kaitannya dengan kemajuan medis. Sejauh ini, belum ada organisme yang ditemukan yang mampu menggantikan fungsi kompleks dari sistem organ yang dengan struktur paru dan peredaran darah seperti pada manusia. Oleh karena itu, penggunaan hewan yang dinilai memiliki kemiripan yang sangat dekat dengan manusia pun masih akan terus digunakan untuk membantu peneliti menguji potensi obat baru dan perawatan medis untuk efektivitas dan keamanan, dan dalam mengidentifikasi efek samping yang tidak diinginkan atau berbahaya. Hewan yang paling sering diujikan adalah hewan pengerat seperti tikus dan mencit yang dibiakkan secara khusus demi kepentingan pengujian dan penelitian di laboratorium. Penting untuk diketahui bahwa pengujian dengan hewan hanyalah salah satu bagian dari penelitian biomedis yang lebih besar dan regulasi yang ada saat ini mewajibkan dilakukannya penelitian hewan non-manusia (uji pra-klinis) sebelum penelitian manusia diizinkan untuk dilakukan.  

Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kita harus terpaku dan hanya fokus pada penelitian dengan hewan coba saja. Memang benar bahwa dalam sejarah penelitian biomedis, hewan coba telah menjadi gold standart dalam pengujian namun dalam beberapa kasus, ketergantungan yang berlebihan pada model hewan telah memperlambat kemajuan medis daripada memajukannya serta tidak benar jika dikatakan bahwa penelitian dengan hewan coba hanya membawa keuntungan karena penggunaan hewan coba juga memiliki banyak kekurangan dan drawback yang dinilai tidak sepadan dengan nyawa maupun penderitaan yang dialami oleh hewan-hewan tersebut. Oleh karena itu, kita harus mulai berpikir untuk mengganti dan mencari alternatif metode yang lebih menguntungkan dan tepat sasaran tanpa harus mengorbankan hewan-hewan coba.

Konsep penggantian atau pencarian metode alternatif ini sendiri pertama kali dibahas oleh Charles Hume dan William Russel pada Universities Federation of Animal Walfare (UFAW) pada tahun 1957. Lalu pada tahun 1959, Russel dan Burch (1959) menyarankan beberapa cara untuk membuat percobaan hewan lebih manusiawi, yang mana kemudian disebut sebagai 3R yaitu reduction, refined, dan replacement. Reduction atau reduksi adalah pengurangan jumlah total hewan yang digunakan dalam percobaan. Refined berarti penggunaan hewan harus direncanakan dan 'dimurnikan' dengan hati-hati dan sedemikian rupa sehingga rasa sakit dan kesusahan yang disebabkan selama percobaan harus diminimalkan. Adapun replacement adalah penggantian pengujian hewan coba dengan metodologi alternatif dan organisme yang lebih rendah apabila memungkinkan. Menurut Callanan (2009), ada banyak penelitian untuk membantu menemukan pengobatan penyakit dan penyakit yang menjangkiti manusia yang berhasil tanpa melibatkan pengujian pada hewan. Selain itu, ilmuwan juga telah memulai dan terus mengembangkan cara alternatif untuk menguji dan menemukan pengobatan bagi manusia karena mereka tidak ingin menyakiti hewan. Beberapa dari perkembangan baru ini termasuk kultur sel, teknologi analitik, mikroorganisme, model komputer, penelitian populasi, dan studi relawan.

Terlepas dari bukti yang berkembang tersebut, mengubah komunitas ilmiah yang selama beberapa dekade mengandalkan model hewan sebagai gold standart untuk pengujian dan penelitian membutuhkan waktu dan usaha yang sangat besar serta, secara global, pengetahuan dan keahlian dalam teknik-teknik diatas masih minim dan tidak banyak diketahui. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai adalah bukan serta-merta langsung menggantikan konsep model hewan dalam pengujian dan penelitian namun dengan seksama menerapkan konsep 3R serta menyatukan peneliti, perusahaan, pembuat kebijakan, dan masyarakat dalam upaya global untuk berbagi pengetahuan dan praktik terbaik sehingga dapat meningkatkan kualitas penelitian dan perlahan-lahan mengganti pengujian hewan di laboratorium dengan metode dan alat terbaru seperti menggunakan model komputer, kultur sel dan jaringan, dan penggunaan mikroorganisme seperti Saccharomyces cerevisiae dan/atau invertebrata seperti Caenorhabditis elegans dan Drosophila melanogaster yang tidak terjerat dengan masalah etika. Selain itu, upaya global untuk investasi skala besar dalam penelitian berbasis manusia (bukan tikus, monyet, atau hewan coba lainnya), yang bertujuan untuk memahami bagaimana gangguan fungsi biologis manusia normal dan yang terjangkit penyakit pada tingkat gen, protein, serta interaksi sel dan jaringan sangat diperlukan agar penelitian-penelitian tersebut dapat berkembang. Adapun salah satu solusi untuk memaksimalkan penerapan 3R yaitu adanya transparansi data, tinjauan sistematis data praklinis, dan harmonisasi regulasi penggunaan hewan coba antar negara berkembang dan negara maju. Komunikasi antara komunitas ilmiah dan publik, media, dan pembuat kebijakan tentang peran dan kesejahteraan hewan dalam penelitian sangat penting. Keterlibatan dan edukasi publik dapat memengaruhi pandangan publik tentang penggunaan hewan dalam penelitian sehingga diperoleh keseimbangan yang cermat antara kualitas ilmu pengetahuan, kesejahteraan hewan, dan kepercayaan publik. Selain itu, kemudahan dalam mengakses data praklinis seperti data negatif, primer dan prakompetitif dapat memudahkan penelitian yang dilakukan sehingga meningkatkan kualitas dan nilai studi hewan, dan memberikan informasi yang lebih baik untuk uji klinis. Adapun harmonisasi regulasi dan peraturan dalam pengujian mengggunakan hewan coba dapat meningkatkan standar pengawasan dan meminimalisir penggunaan hewan yang tidak manusiawi dan semena-mena.

Penderitaan yang dirasakan oleh hewan-hewan coba tidak hanya meresahkan masyarakat namun juga peneliti yang melakukan dan dilema ini dapat kita selesaikan apabila peneliti, pembuat kebijakan, dan publik, memahami perannya masing-masing dan bekerjasama sehingga hewan tidak perlu lagi dikorbankan demi kepentingan pengobatan. Walaupun untuk mencapai titik tersebut tidaklah mudah dan mungkin memakan waktu yang lama, usaha yang dimulai dari sekarang akan secara pasti mengantarkan kita pada titik tersebut.

REFERENSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun