Mohon tunggu...
Andien Pramono
Andien Pramono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi di Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dampak Sosial Dan Budaya Dari Pernyataan Pendakwah Gus Miftah Terhadap Persepsi Masyarakat Dan Pemecatannya Dari Tim Prabowo

8 Januari 2025   00:51 Diperbarui: 8 Januari 2025   00:52 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dampak Terhadap Citra Gus Miftah

Insiden di mana Gus Miftah menghina seorang penjual es teh dengan kata-kata merendahkan telah merusak citranya sebagai tokoh agama. Tindakan ini tidak hanya menuai kritik dari masyarakat umum, tetapi juga dari pejabat pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto, yang mengecam perilaku tersebut. Pengunduran dirinya dari posisi sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Beragama menandai dampak langsung dari insiden ini terhadap reputasinya. Gus Miftah mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada penjual es teh yang terlibat. Meskipun permintaan maafnya diterima, insiden ini meninggalkan luka yang dalam dan menciptakan tantangan bagi Gus Miftah untuk memulihkan kepercayaan publik. 

Ucapan merendahkan Gus Miftah tidak hanya menyinggung Pak Sunhaji, tetapi juga masyarakat luas yang merasa terwakili oleh posisi Pak Sunhaji. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku diskriminatif dapat memicu reaksi sosial yang luas, yang berujung pada kecaman publik dan kerugian reputasi bagi individu yang berkuasa. Insiden ini menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab sosial bagi individu dengan status tinggi. Gus Miftah, sebagai seorang ulama dan tokoh publik, diharapkan untuk menjadi teladan dalam berperilaku dan berkomunikasi. Ketidakmampuannya untuk menjaga citra positifnya berakibat pada pengunduran dirinya dari posisi penting, yang menunjukkan bahwa tindakan dan kata-kata memiliki konsekuensi yang nyata. Kurangnya empati yang ditunjukkan oleh Gus Miftah dalam interaksi tersebut menjadi pelajaran penting tentang bagaimana status sosial tidak seharusnya menghalangi kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara manusiawi. Empati adalah kunci dalam membangun komunikasi yang sehat dan saling menghormati, terlepas dari perbedaan status sosial. Kesenjangan antara Gus Miftah sebagai tokoh agama dengan status sosial tinggi dan Pak Sunhaji sebagai penjual es teh dengan status sosial rendah menciptakan dinamika komunikasi yang tidak seimbang. Gus Miftah, dengan kekuasaan dan pengaruhnya, merasa berhak untuk merendahkan Pak Sunhaji, yang mencerminkan sikap arogansi dan ketidakpekaan terhadap perasaan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun