QUO VADIS PANCASILA
(MENGENANG 72 TAHUN PANCASILA)
Ideologi adalah ilmu mengenai gagasan atau ilmu tentang ide-ide yang sesuai dengan realita dan sejalan dengan akal budi bukan khayalan atau gagasan palsu. Â (Antonine Destut de Tracy).
Pancasila adalah gagasan ,ide, nilai dan tata laku merupakan kristalisasi  dari sejumlah tata nilai dan kearifan budaya serta realitas kehidupan dalam masyarakat Indonesia. Hal itu kemudian ditangkap oleh Soekarno lalu dirumuskan sebagai ideologi negara bangsa Indonesia. Hasil kontempelasi founding fathers kita, Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno terhadap nilai-nilai dasar yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia dicoba untuk dikristalisasikan menjadi ajaran/doktrin dasar menjadi ideologi negara. Kekayaan budaya bangsa yang terdiri dari beragam suku, budaya, adat istiadat dan bahasa serta kearifan lokal (local wisdom) dari masing –masing  kelompok yang hidup di Indonesia merupakan landasan kokoh bagi lahirnya ideologi negara Pancasila.  Dalam perjalanan sejarah perumusan Pancasila, hasil rumusan/pemikiran Soekarno yang diterima untuk dijadikan sebagai dasar/ideologi  negara.  Sesungguhnya banyak rumusan dan usulan yang mengemuka terkait lahirnya Pancasila Soekarno mampu mensintesakan berbagai gagasan yang kemudian disampaikan pada 1 Juni 1945. Rumusan dasar negara tersebut kemudian di godok kembali oleh oleh Badan penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan kemudian disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945.
Pancasila adalah hasil konsensus nasional dan lahir dari proses politik untuk mewujudkan  lahirnya negara Indonesia dengan landasan ideologi  yang kuat sebagai dasar dalam  membangun Indonesia setelah merdeka.  Pancasila adalah landasan bersikap, berfikir dan bertindak bagi bangsa Indonesia dalam mengarungi kehidupan nasional sebagai bangsa yang setara dengan bangsa-bangsa lain.  Sebagai hasil konsensus nasional Pancasila menjadi pengarah kita dalam berbangsa dan bernegara serta dalam melakukan interaksi dengan dunia luar. Pancasila adalah weltanschauuung atau pandangan dunia, pandangan tentang kosmos yang menyangkut hakikat, nilai, arti dan tujuan hidup manusia. Dalam konteks sejarah perumusannya,  Pancasila kaya imajinasi dari para perumusnya yang merupakan orang-orang yang sangat nasionalis, berintegritas, dan memiliki visi melampaui zamannya. Imajinasi tingkat tinggi yang lahir dari kesadaran untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa sebagai landasan bagi kokohnya negara Indonesia.  Imajinasi dari para founding fathers tersebut terbangun dari realitas dan akal budi yang hidup dalam masyarakat dimana mereka berada.  Pelajaran penting dari perumusan Pancasila adalah tidak adanya polemik yang berarti dan penonjolan ego pribadi dalam penyusunan dasar negara Indonesia tersebut dan semua menyadari bahwa kepentingan negara dan bangsa adalah segalanya. Pancasila adalah petunjuk kehidupan , weltanschauung dan code of conduct kita baik dalam konteks kehidupan nasional maupun dalam menjalin hubungan dengan negara bangsa lain. Sebagai dasar dan pedoman Pancasila seharusnya hidup dalam sanubari kita semua sebagai bangsa. Pancasila adalah spirit kebangsaan kita karena didalamnya terdiri dari elemen-elemen penting dalam hal apapun, ada elemen spiritual yang mengajarkan kita untuk patuh dan taat kepada Sang Pencipta berarti kita adalah manusia yang ber-Tuhan dan tentu saja beragama, elemen  kemanusiaan yang berarti ada ajaran cinta kasih didalamnya, elemen persatuan  mengharuskan kita solid dan menghargai satu sama lain, ada elemen kerakyatan mengajarkan kita bahwa rakyat adalah pihak yang memerintah (vox populi vox dei) dan menjadi pengendali dalam kehidupan politik dan demokrasi, dan elemen keadilan yang mengajarkan adanya pemerataan hasil-hasil pembangunan.  Kelima elemen tersebut adalah kristalisasi nilai-nilai dari bangsa Indonesia yang berhasil dirumuskan dengan sangat brilyan oleh para pendahulu  kita. Pancasila adalah warisan spritual, politik, pertahanan dan kesejahteraan, jadi sangatlah tidak etis jika kita melupakan dasar negara kita itu yang telah susuah payah disusun sebagai falsafah kebangsaan kita. Oleh karenanya Pancasila memiliki bobot sekaligus gengsi  antropologis yang merepresentasikan seluruh komponen yang ada dalam  bingkai NKRI dan menjadi pemersatu bangsa kita.
Dalam konteks kekinian, hari-hari ini kita bangsa Indonesia  ditengah hiruk pikuk kehidupan yang multi dimensi  seolah –olah telah melupakan  Pancasila  sebagai Masterpiece (karya agung) dalam membingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Memasuki era reformasi terhitung sejak Mei 1998 persoalan kebangsaan kita seolah terus tergerus oleh  berbagai  masalah  hampir disemua bidang kehidupan.  Sikap, cara berfikir dan bertindak dalam menyelesaikan setiap permasalahan kebangsaan tidak lagi mencerminkan kaidah-kaidah keadaban sesuai norma dasar dalam Pancasila.  Dalam kehidupan politik saat ini kalau mau mengambil contoh lebih banyak yang ingin meraih kekuasaan untuk kepentingan kelompok, ego sentrisme sangat kental sehingga nilai-nilai persatuan menjadi lemah, dampaknya pengaruh asing masuk dan memengaruhi situasi kebangsaan kita. Munculnya pengaruh asing yang semakin menguat jelas akan memengaruhi  daya tahan ideologi Pancasila.   Derasnya arus globalisai  tahun 2000-an sangat besar pengaruhnya terhadap generasi muda kita oleh paham asing, ketiadaan langkah strategis untuk menguatkan kembali ideologi Pancasila menjadi salah satu pintu masuk utama bagi hilangnya semangat untuk memahami dan mengamalkan Pancasila. Sehubungan dengan hal itu Ketua Fraksi PKS MPR RI Soemandjaja  yang bertugas merumuskan aspirasi masyarakat terkait Pancasila sebagai ideologi negara, mengaku prihatin melihat anak-anak sekolah banyak yang tidak menghapal isi dasar negara pancasila apalagi penghayatan dan pengamalannya (18/3/2016).  Sementara itu Ketua Majelis Permusayarawatan Zulkifli Hasan pernah mengatakan bahwa anak-anak Indonesia kurang memahami sejarah, tidak tahu pahlawan dan tidak menghargai sombol negara (Kuala Lumpur 25/5/2016). Pernyataan kedua tokoh tersebut tentu memprihatinkan kita semua sehingga perlu dilakukan langkah-langkah khusus untuk mengembalikan identitas kita sebagai bangsa dengan mengembalikan Pancasila pada arasnya. Ideologi bagi sutau negara adalah merupakan alat pemersatu yang berisi nilai-nilai dari bangsa itu, pembentuk identitas, pembentuk solidaritas dan dapat menjadi sarana mengatasi konflik (manajemen konflik).   Cara kita berbangsa dan bernegara dalam mencapai cita-cita nasional sesungguhnya termuat dalam ideologi kita Pancasila. Masalahnya adalah maukah kita kembali ke azas kita itu dengan kesadaran penuh untuk mengejawantahkan nilai-nilai luhur yang termuat didalamnya.  Tantangan kita kedepan adalah masuknya berbagai paham asing yang tidak sejalan dengan tata laku dan budaya kita yang cenderung melemahkan sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila yang sudah menjadi rumusan para pendiri bangsa kita sejak memasuki awal kemerdekaan harus mampu tetap tertanam kuat dalam seluruh sendi komponen bangsa agar tetap memiliki dasar kuat sebagai bangsa. 1 Juni  2016 tahun ini  sebagai hari lahirnya Pancasila dapat menjadi starting point dan momentum bagi kita untuk kembali ke semangat dan nilai-nilai Pancasila.  Tanpa kesadaran dari seluruh generasi bangsa terhadap pengamalan nilai-nilai Pancasila  niscaya Pancasila akan tinggal cerita yang tertulis dalam buku-buku sejarah dan kita akan menjadi bangsa yang kehilangan jati diri.
-----
Jakarta, 29 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H